Serangan Hama Pada Kayu Cendana

Serangan Hama Pada Kayu Cendana

Serangan hama pada kayu cendana menjadi masalah yang serius. Hama-hama ini dapat menyebabkan kerusakan struktur kayu dan mengurangi nilai estetika kayu cendana. Berbagai macam hama sering menyerang kayu cendana, termasuk serangga seperti rayap, tungau, kutu, ulat, dan lainnya. Dengan jenis serangan yang berbeda, hama dapat menyebabkan berbagai dampak pada kayu cendana. Bahkan, hama dapat mengakibatkan kayu cendana menjadi layu sehingga tidak dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan.

Oleh karena itu, penting untuk mengendalikan hama secepat mungkin untuk menghindari kerusakan yang lebih parah pada kayu cendana. Beberapa cara untuk mengendalikan hama pada kayu cendana adalah dengan menggunakan perangkap hama, menyemprotkan insektisida, dan mengawasi kondisi kayu secara rutin. Dengan melakukan pengendalian hama secara tepat, kerusakan yang disebabkan oleh hama dapat diminimalkan dan kayu cendana dapat digunakan secara efektif.

Budidaya cendana bagaikan menapak jalan licin dan terjal. Sekali terpeleset kematian membayang. Perawatan adalah jalan licin dan terjal itu. “Yang bisa selamat mencapai umur 4 sampai 5 tahun hanya 20%. Itu pun sudah luar biasa, “ujar Ir M Kudeng Sallata, MSc, kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusatenggara di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Boleh dibilang pada tahap pembenihan sampai penyemaian, tingkat kelolosan hidup cendana cukup tinggi. Persentase keberhasilan yang dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara sebagai salah satu pemasok benih mencapai 85%. Keberhasilan itu lebih banyak karena faktor pengawasan yang intensif.

Persentase itu menyusut tatkala menginjak penanaman di lahan. Kematian secara tiba-tiba tanpa sebab kerap terjadi setelah Santalum album itu berumur 2 bulan. Belum lagi cengkeraman bersifat nonteknis tapi menempati peringkat pertama kegagalan budidaya cendana seperti kebakaran hutan, mati dimakan hewan ternak, dan penjarahan. Sebab itu, “Ribuan tanaman yang disebar di NTT mungkin hanya puluhan saja yang hidup,” ujar Kudeng.

Kebakaran hutan umpamanya sering terjadi akibat kegiatan ladang berpindah dan gesekan antar tanaman yang menimbulkan percikan api saat musim kering berkepanjangan. Tak heran cendana muda yang kebetulan berada di lokasi tersebut hangus terbakar.

Menurut Ir Sundoro Darmokusumo, kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT, tanaman seringkah dibiarkan apa adanya bertahan hidup.

“Sebab yang dirawat pun banyak mati,” ujar alumnus kehutanan Universitas Gajahmada itu. Toh, upaya budidaya tetap diusahakan terus-menerus agar tanaman khas di timur Nusantara itu tidak musnah baik secara fisik maupun ekonomi.

Waspada Awal Musim penghujan

Cendana secara umum tumbuh optimal pada kondisi kering dengan curah hujan 625 sampai 1.625 mm per tahun dan suhu 10 sampai 35°C. Kayu setan itu menyukai tanah vulkanik atau terdapat batuan induk kapur pada ketinggian 50 sampai 1.200 m dpi. “Selama ini yang tumbuh di pegunungan menunjukkan pertumbuhan lebih baik daripada di dataran rendah,” ujar Kudeng. Itu pula yang dijumpai Mitra Usaha Tani saat berkunjung ke salah satu sentra cendana di Timor Tengah Selatan.

Perbanyakan Santalum album dilakukan dengan biji. Biji itu lalu disemai dalam polibag berukuran 20 cm x 25 cm berkedalaman 1 cm.  . Sebelum ditanam di lahan bibit perlu diseleksi. Ia minimal sudah berumur 8 bulan dengan tinggi 25 cm.

Lubang tanam dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm dengan jarak tanam 3 m x 3 m. Bibit ditanam berbarengan dengan inang sekunder. Posisi inang berada di tengah-tengah antara 2 bibit cendana. Letaknya persis sejajar. “Awal penghujan sangat bagus untuk penanaman,” ujar Kudeng. Di saat itu bibit mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Sebelum bibit ditanam masing-masing lubang diberi NPK 60 gr. Pemupukan diulang setiap tahun.

Penyulaman dan penyiangan rutin dilaksanakan sampai cendana berusia 2 tahun. Pemangkasan inang secara berkala dilakukan agar cendana tetap mendapat pasokan sinar matahari. Penyiangan rumput diterapkan 2 sampai 3 kali setahun. Menginjak umur tanaman 3 sampai 4 tahun, penyiangan cukup setahun sekali.

Agar cendana berbatang lurus, pemangkasan dilakukan saat umur 3 tahun dengan membuang cabang-cabang bawah. Luka bekas pangkasan ditaburi fungisida supaya tidak menjadi sarang penyakit. Penjarangan tanaman hanya dilakukan pada cendana yang kerdil, mati, dan terserang penyakit.

Waspadai ulat penggerek

Cendana rentan diserang beberapa hama seperti kutu sisik Cyanosis sp, ulat daun Lymantria dispar, dan ulat penggerek Zeuere coffeae. Kutu sisik umpamanya berakibat benjol-benjol pada daun, pucuk mengeriting, dan daun gugur. Penyemprotan insektisida karbaril dan pemakaian musuh alami Chilocarpus predatus terbukti efektif melenyapkan kutu sisik.

Cendawan jelaga ditemukan banyak menyerang cendana. Ranting pohon dan daun tampak tertutup lapisan jelaga kehitaman. Bila didiamkan terus-menerus mengganggu proses asimilasi. Cendawan dapat dikendalikan dengan membuang bagian terserang atau menyemprot menggunakan larutan detergen.
Penyebab kematian non teknis seperti kebakaran dapat dicegah dengan membuat sekat bakar berjarak 20 sampai 50 m dari tanaman. Sekat itu berupa parit-parit dengan kedalaman 30 sampai 60 cm.

Umur cendana lumayan lama. Ia paling cepat ditebang saat menginjak umur 20 tahun. Cara termudah menentukan umur tebang dengan memperhatikan ciri-ciri yang ditunjukkan seperti daun rontok, ranting mengering di sekujur batang, dan batang minimal bergaris tengah 30 cm. Di saat itu cendana sudah mengeluarkan bau harum yang khas. Aroma itu berasal dari teras yang berwarna pucat hingga cokelat kekuningan

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus