Budidaya Walet Dengan Pancingan Sarang Kertas Karton

Budidaya Walet Dengan Pancingan Sarang Kertas Karton

Setiap pukul 08.00 dengan penuh harap Ade H Yamani memasuki rumah walet. Matanya menyapu ke setiap sudut ruangan berlantai tegel abu-abu 20 cm x 20 cm. Onggokan kotoran yang didambakan belum juga terlihat tanda walet belum mau menginap. Berbagai usaha sudah dijalani, antara lain melengkapi rumah waletnya dengan pengabut agar suhu dan kelembapan ideal tercapai, serta diputarkan cakram padat (CD) pemanggil walet.

Semula Abeng sapaan Ade H Yamani begitu yakin dalam tempo 1 atau 2 bulan rumah berukuran 9 m x 12 m itu dihuni walet. Sebab, sepanjang hari burung berbulu dada cokelat dari rumah tetangga yang hanya berjarak 100 m acap kali keluar-masuk rumah. Namun, hingga 2 tahun rumah yang dibangun pada 1996 itu hanya dijadikan arena bermain. Sang penghasil liur mahal itu enggan tinggal dan membuat sarang.

“Lingkungan mikro seperti suhu, kelembapan, dan tingkat gelap oke. Lagur pun kering, tidak ada yang bercendawan. Tapi saya heran kok walet tidak mau menginap,” ungkap Abeng. Sejak itulah pria kelahiran Karawang 34 tahun silam mencoba berbagai pemikat. Pertama kali ia menggunakan sarang tiruan terbuat dari plastik, tapi walet tetap menolak bermalam. Kemudian dicoba lagi dengan bilahan bambu yang dibentuk berupa sarang. Usaha ini pun gagal total.

 
Kertas dibentuk mirip sarang walet

Cairan Semprot Sebagai perangsang

Pilihan Abeng kemudian jatuh pada kertas karton. Ia melihat kertas karton putih setebal 0,2 mm yang biasa digunakan untuk kotak nasi atau makanan ringan memiliki banyak kelebihan. Selain mudah dibentuk, harga murah, juga empuk sehingga memudahkan walet mencengkeramkan kuku-kukunya. Kertas karton berukuran 100 cm x 80 cm seharga Rp2.000/1embar dibagi menjadi 35 sampai 40 sarang. Cara membuatnya, potongan karton berukuran 12,5 cm x 14,5 cm dilipat sudut-sudutnya membentuk kantong.

Sebelum ditempel, sarang palsu itu disemprot cairan beraroma sedikit anyir sebagai perangsang. Abeng membuat sendiri larutan itu dengan mencampur air rendaman sarang walet dan bahan-bahan nabati. Agar tidak bercendawan sarang dikeringanginkan. “Meski kering, aroma larutan tetap melekat hingga berbulan-bulan,” kata Abeng. Selanjutnya sarang dipasang di lagur menggunakan paku payung di kedua sisi, kanan dan kiri, supaya kuat.

Abeng memasang 400 sarang pada Agustus 1998. Jarak antarsarang 25 sampai 50 cm. “Kalau rumah bertingkat, sarang dipasang di setiap tingkat. Boleh di seluruh lagur atau hanya sebagian. Yang penting minimal 100 sarang per lantai,” lanjut ayah 2 putra itu. Hindari sarang terkontaminasi solar atau minyak tanah. Jika itu teijadi walet ogah bersarang. Oleh karena itu tangan harus bersih saat membuat dan memasang sarang.

Progres Mulai Terlihat Pada Bulan ke 4

Abeng memasang sarang tiruan itu pada musim kemarau sekitar Agustus sampai September. Maksudnya agar walet beradaptasi terlebih dahulu sebelum membuat sarang. Sebab, walet bertelur pada Desember sampai Januari saat banyak turun hujan. Strategi itu ternyata berhasil. Empat bulan setelah pemasangan beberapa pasang walet menginap, terlihat dari kotorannya yang menumpuk di lantai.

“Pada Januari 1999 sudah ada 7 sarang berisi masing-masing 2 telur,” ucap pria yang menimba ilmu perwaletan dari mertuanya itu. Telur-telur itu dibiarkan menetas menjadi piyik. Sementara sarang tersisa satu per satu mulai diisi walet-walet lain hingga jumlahnya mencapai 25% atau sekitar 100 sarang. Menurut Abeng semakin dekat dengan sentra semakin tinggi keberhasilan memancing walet. Apalagi jika di tempat itu sampai radius 500 m sampai lebih dari 1 rumah, masuk dan menginapnya walet lebih cepat.

Berdasarkan pengalaman Abeng menggeluti walet sejak 1992, sebanyak 5 rumah di Jati wangi, Majalengka, yang ditangani dengan cara serupa dipancing dengan sarang kertas karton semuanya berhasil. “Rata-rata 4 bulan walet masuk, meski ada yang mencapai 6 bulan karena agak jauh dari sentra,” tuturnya. Sebaliknya 2 rumah yang belakangan dikelola, hanya dalam waktu 2 bulan sudah diinapi masing-masing 2 pasang walet.

 
Abeng terus bereksperimen memancing Produktifitas walet

Media Dapat Digunakan Sebanyak 2 kali

Sarang kertas tahan hingga 2 periode penetasan. Selama itu pula sarang jangan dipanen. Artinya setelah piyik lepas terbang, biarkan sekali lagi induk bertelur. Barulah setelah anakan kedua terbang, sarang dipetik berikut kertas kartonnya. Induk akan segera membuat pondasi sarang baru di dekat sarang asal.

“Saya anjurkan 2 periode untuk jaga-jaga walet kabur. Toh, kalau pun kabur sudah ada 2 pasang penggantinya,” kata Abeng berargumen. Keuntungan lain, induk merasa terikat untuk tetap tinggal karena sudah terbentuk koloni lebih besar.

Sarang kertas hanya sekali pakai karena biasanya rusak. Sarang liurnya? Masih laku dijual dengan harga separuh harga kualitas sarang balkon. Maklum, sarang yang dibuat di kertas karton itu bentuknya tidak utuh sehingga pembeli menghargainya sama dengan sarang remukan. “Sebulan yang lalu saya menjualnya Rp8-juta/kg, saat sarang berkualitas baik Rp15-juta sampai Rp 16-juta,” tutur Abeng.

Itulah kelemahan kertas karton, harga sarang lebih murah ketimbang menggunakan sarang imitasi berbahan baku nilon misalnya. Sarang imitasi yang banyak beredar di pasaran menghasilkan sarang relatif baik sehingga harga pun tidak berbeda jauh dengan sarang utuh. Selain itu, lipatan kertas menjadi tempat favorit kecoak sampai hama di rumah walet karena menggerogoti sarang.

“Kecoak memang sering saya temukan menyelinap di lipatan kertas. Makanya secara berkala, 1 sampai 2 bulan sekali dikendalikan,” ucap Abeng. Ia mengatasi dengan cara mekanis untuk mengendalikannya. Insektisida sebetulnya bisa dipakai, asal kecoak diusir terlebih dahulu dari sarang. Bau insektisida sulit hilang jika meresap di kertas.

Meskipun begitu, kertas karton layak dilirik untuk memancing walet. Biayanya murah, hanya dengan Rp20.000 sebanyak 400 sarang tiruan bisa terpasang. Sarang imitasi yang beredar di pasaran lebih mahal, untuk 1 lusin saja Rp60-ribu sampai Rp90.000. Toh, yang utama efektivitasnya. Berkat kertas karton itu, rumah walet memproduksi sekitar 320 sarang.

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus