Kalkulasi Budidaya Pepaya Sebagai Pekerjaan Sampingan

Kalkulasi Budidaya Pepaya Sebagai Pekerjaan Sampingan

Kesibukan Syamsoelbahri kian bertambah. Dulu di akhir pekan pria pang sehari-harinya berkantor di Jakarta itu hanya berkutat dengan anggrek di rumah kaca. Kini ia juga harus berkeliling menyusuri kebun pepaya seluas 7 ha yang tersebar di beberapa lokasi. Kebun itu baru ditekuni sejak 3 tahun silam.

Saat budidayatani berkunjung, ia baru datang dari kebun pepaya lain. Pria jangkung itu langsung membuka pintu belakang kebun anggrek. Dari balik pintu terlihat hamparan pepaya tertata rapi. Kebun seluas 1.500 m2 itu tampak bersih dari gulma. Terlihat di sudut kebun beberapa pekerja sedang menyiangi rumput.

Tinggi tanaman 1,2—1,5 m dan sarat buah. Bentuk beragam karena Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara itu menanam 3 varietas. Ada yang bulat seperti bola, lonjong, dan oval. Menurut Syamsoel, tanaman itu baru berumur 9 bulan.

 
Dari sini pepaya masuk pasar swalayan

Harga Jual Yang Tinggi

“Varietas yang saya tanam, 60% kalifornia. Selebihnya hawai dan bangkok,” tutur Syamsoel. Ia memilih kalifornia lantaran harga jual tinggi. Kalau pepaya cibinong Rp500—Rp700/ kg, kalifornia mencapai Rp3.600/kg. Begitu juga hawai, walau produktivitasnya rendah harga sama dengan kalifornia. Bangkok berkualitas bagus lebih rendah ketimbang kalifornia, hanya Rp1.250/kg.

Pepaya-pepaya itu ditanam di atas guludan selebar 2,5 m. Jarak antartanaman 3 m. Parit kecil selebar 0,5 m menjadi batas antarguludan. Sang pemilik sengaja membuat parit supaya air tak tergenang di sekitar perakaran. “Parit itu untuk mengurangi busuk batang yang kian mengganas di musim hujan,” ujar Syamsoel.

Dari total luas penanaman. 2.5 ha— populasi 800—1.000 tanaman—35 diantaranya tengah berproduksi. “Jika cuaca bagus dan tidak banyak hujan, seminggu bisa panen dua kali,” tutur Syamsoel. Seminggu sekali 2 buah pepaya dipetik dari tiap pohon. Dari setiap hektar lahan terkumpul 1 —1,5 ton/panen. Pepaya siap panen bila bagian bawahnya bersemburat merah. ’’Pepaya bagus, matangnya dimulai dari bagian bawah,” tutur alumnus Hukum Universitas Sumatra Utara itu.

Buah yang baru dipetik, dicuci bersih. Setelah kering dibungkus kertas koran. Semua hasil dikirim ke pasar swalayan di Jakarta. Sekitar 20% hasil panen yang tak lolos sortir dijual ke pedagang buah keliling.

 
Pohon Pepaya tak lebih tinggi daripada sang pemilik

Hutan lindung

Pepaya termasuk tanaman yang cepat berbuah. Empat bulan setelah ditanam, mulai berbunga. Tiga bulan kemudian sudah bisa dipanen. Jika tak ada serangan penyakit, pepaya bisa terus berproduksi sampai berumur 3—4 tahun. Itulah sebabnya Syamsoel memilih menanam pepaya.

Tak heran bila pria kelahiran Medan 72 tahun silam itu kini rajin membenihkan sendiri untuk pengembangan lebih lanjut. Dulu ia mendapat benih kalifornia dan hawai dari seorang teman. Biji diambil dari buah yang bagus dari tanaman tua. Buah yang terpilih dibiarkan benar-benar matang di pohon. Selaput biji dibuang, kemudian disemaikan dalam polibag. Setelah berumur 1,5 bulan tanaman dipindahkan ke lahan yang tersebar di Desa Sukajadi, Petir, dan Tapos, Bogor.

Syamsoel memilih lokasi budidaya di bawah kaki gunung Salak bukan tanpa alasan. Lokasi itu bertopografi miring, sehingga air terus mengalir ke bawah. “Pepaya tidak menyukai air terlalu banyak di sekitar perakarannya,” tuturnya. Kecuali itu, di atas tempat itu masih ada hutan lindung, sehingga kualitas air masih bagus.

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus