Di Surabaya, setiap pagi sampai sore Handoko Basuki sibuk melototi angka-angka penjualan boks dari perusahaan karton miliknya. Nun di Bogor, setiap hari Andree Gunawan mengelola sebuah situs ekspor dan impor di dunia maya. Namun saat malam tiba, keduanya mempunyai satu kegiatan serupa: menyipon menyedot kotoran dari dalam akuarium guppy.
Demi berbagi cinta dengan guppy, Handoko rela menghabiskan malam yang dingin dengan menyipon 50 akuarium berukuran 60 cm x 60 cmx 30 cm yang dipadati ratusan guppy. Bila air akuarium itu berkurang, Handoko segera menambahkan sepertiga air baru. Namun, air itu biasanya ditambahkan setiap 3 hari sekali.
Di luar itu, Handoko lebih banyak menikmati millionfish yang berenang hilir-mudik itu sambil memberi pakan. “Melihat mereka makan dan berenang lincah bisa membuang stres,” ujar ayah 2 putra itu yang menyudahi kencan sekitar pukul 21.00.
Handoko mulai gemar memelihara guppy sejak akhir 2005. Itu dipicu oleh corak unik ekor guppy. “Tampilannya jauh berbeda dengan ikan kecil lain,” kata pemilik PT Supracor Sejahtera di Surabaya itu. Yang pertama dikoleksi jenis german red karena memiliki corak tubuh merah tegas.
Setelah itu mengalir berturut-turut lebih dari 20 jenis lain seperti king kobra, blue moscow, black moscow, superwhite, platinum, blue ribbon, red ribbon, dan tuxedo.
[caption id="attachment_3941" align="aligncenter" width="1511"]
ratusan guppy[/caption]
Untuk dapat semua koleksi itu, Handoko berburu ke peternak dan hobiis di Jakarta dan Surabaya. Setiap jenis yang belum dimiliki akan dikejar meski harga yang harus ditebus mencapai jutaan rupiah. Bila tak sempat berkunjung, transaksi dilakukan via telepon seluler. “Ada kenikmatan bisa mendapat jenis baru yang diincar,” ujarnya.
Tak puas dengan berburu Poecillia reticulata di tanah air, pria bertubuh tambun itu mencari sampai negeri tetangga, Singapura. Singapura bagi Handoko misalnya sudah menjadi barometer mencari guppy berkualitas.
Bahkan dalam setahun ia sampai datang 4 kali ke negeri Singa itu. Setiap kali ke sana minimal 4 farm di Payalayar didatangi. Pulang ke tanahair pun tidak pernah dengan tangan kosong. “Minimal pasti membawa 10 pasang guppy seperti superwhite, tuxedo, dan blue moscow,” katanya.
Menurut Handoko belakangan kualitas kualitas guppy di tanah air justru merosot. “Hobiis masih mengira guppy mudah diternak sehingga tidak memikirkan cara menjaga kualitas,” ungkap pria 45 tahun itu.
Gara-gara itu Handoko pernah terperosok. Pada pertengahan 2018 ia telanjur membeli puluhan induk beragam jenis seperti white platinum, blue tuxedo, dan red grass dari peternak di Jakarta. Lantaran bloodline tidak jelas, saat diternak kualitas anakan jelek.
[caption id="attachment_3942" align="aligncenter" width="1511"]
Kualitas guppy kurang sip[/caption]
“Pada silangan ketiga hampir 100% ukuran tubuhnya mengecil dan ekornya kuncup,” ujar alumnus Pemasaran University of California di Sacramento, Amerika Serikat itu.
Hal itu mendorong Handoko membuang semua guppy ke kolam di dekat pabrik kartonnya sekitar 3 bulan lalu. Harap mahfum, bila terus dipertahankan kehadirannya dapat merusak jenis lain yang memiliki bloodline murni.
Namun, bencana itu urung membuat Handoko mundur. “Saya kini sedang mencari indukan dengan strain jelas dan berkualitas,” ungkapnya optimis. Rp 150.000/pasang itu menuai juara pada lomba di Jakarta Pusat. “Meski hanya juara ketiga tapi bangga sekali,” ujar Andree. Kemenangan itu mendorongnya mencari guppy untuk kontes.
Sepasang tuxedo yang dibeli belakangan berhasil pula merebut juara pada kontes Piala Menteri Keuangan di Raiser, Cibinong, Bogor, Februari 2018. Demikian pula platinum pastel yang unjuk gigi pada pertengahan 2018 di lomba di Manggadua, Jakarta Utara.
Platinum pastel yang saat itu termasuk jenis langka dinobatkan juri sebagai grand champion. “Guppy lain yang dibawa seperti tuxedo juga turut menjadi juara,” katanya bangga.
Kini total jenderal ratusan guppy dari 22 jenis seperti fullred, blue grass, dan blue tuxedo, menghiasi rumah alumnus Teknologi Produksi Ternak IPB di bilangan Batu Tulis, Bogor. Tak hanya mengkoleksi, Andree sudah berhasil memijahkan.
Sebagai tempat pijah, ia mengandalkan akuarium berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm yang di isi sekitar 200 ekor ikan. Yang sedikit berbeda Andree tidak memakai aerator untuk memelihara guppy. “Kalau kondisinya prima guppy tidak perlu tambahan oksigen terlarut,” katanya.
Seperti Handoko, anggapan ikan murah pada guppy mengusik hati Andree. “Guppy berkualitas itu harganya pasti mahal,”
Lain lagi Andree Gunawan di Bogor. Kegemaraan mengikuti kontes ikan hias membuatnya jatuh hati pada guppy. Maklum dari 3 pasang yellow cobra yang dibeli dari peternak di Jakarta seharga ungkapnya. Lihat saja saat Andree mengimpor blue tuxedo, blue moscow, fullred, silver grass, dan blue grass dari negeri Gajah Putih. Untuk guppy-guppy kualitas super itu Andree perlu merogoh kocek Rp1-juta sampai Rp1,5-juta per pasang. Contohnya fullred ukuran 3,5 cm yang dibeli seharga Rp1-juta/pasang. “Sekali pesan ikan dapat keluar uang sampai Rp 10-juta,” katanya.
Menurut Andree selain kualitas ikan, pakan turut andil membuat penampilan guppynya molek. “Terlalu banyak cacing sutera membuat tubuh ikan lebih besar daripada ekor,” katanya. Bila terjadi itu, dipastikan guppy tidak layak kontes.
Sebab itu pula Andree ketat dalam memberi jenis pakan. Burayak diberi artemia. Seminggu kemudian pakan itu diganti kutu air beku dan diselingi cacing sutera. Untuk ikan dewasa, bloodworm pilihan pas. “Bloodworm membuat tubuh guppy berkembang proporsional,” tambahnya.
[caption id="attachment_3943" align="aligncenter" width="1396"]
Andre mengecek ikan guppynya[/caption]
Bukan tanpa kendala Andree memelihara guppy. Pada pertengahan 2018 puluhan guppy mati terserang virus. “Seperti velvet, tapi sirip atasnya masih mengembang,” kenangnya. Bila dihitung-hitung, Andree sudah rugi hingga belasan juta rupiah. “Yang selamat sedikit dan dikarantina dalam akuarium beraerator guna menambah oksigen terlarut. Selain itu diberi blitzitch untuk mencegah cendawan,” katanya.
Musibah lain sempat datang pada waktu bersamaan. Saat itu fullblack mati saat akan dipijahkan. “Kemungkinan jenis itu sulit beradaptasi karena tidak ada tanda-tanda terserang whitespot dan virus,” ujar pemilik Fantasy Aquatic itu. Gara-gara musibah itu sampai saat ini Andree hanya mengoleksi 2 pejantan fullblack tanpa betina.
Meski musibah itu datang silih berganti bukan berarti Andree menyerah. “Tak ada kamus mundur untuk memelihara guppy,” ujar pria kelahiran Bogor, 26 tahun lalu. Itu pula yang mendorong Handoko sulit berpaling dari guppy. Bagi mereka, guppy sudah menjadi senandung lagu favorit
Demi berbagi cinta dengan guppy, Handoko rela menghabiskan malam yang dingin dengan menyipon 50 akuarium berukuran 60 cm x 60 cmx 30 cm yang dipadati ratusan guppy. Bila air akuarium itu berkurang, Handoko segera menambahkan sepertiga air baru. Namun, air itu biasanya ditambahkan setiap 3 hari sekali.
Di luar itu, Handoko lebih banyak menikmati millionfish yang berenang hilir-mudik itu sambil memberi pakan. “Melihat mereka makan dan berenang lincah bisa membuang stres,” ujar ayah 2 putra itu yang menyudahi kencan sekitar pukul 21.00.
Handoko mulai gemar memelihara guppy sejak akhir 2005. Itu dipicu oleh corak unik ekor guppy. “Tampilannya jauh berbeda dengan ikan kecil lain,” kata pemilik PT Supracor Sejahtera di Surabaya itu. Yang pertama dikoleksi jenis german red karena memiliki corak tubuh merah tegas.
Setelah itu mengalir berturut-turut lebih dari 20 jenis lain seperti king kobra, blue moscow, black moscow, superwhite, platinum, blue ribbon, red ribbon, dan tuxedo.
Guppy Kualitas Import
[caption id="attachment_3941" align="aligncenter" width="1511"]

Untuk dapat semua koleksi itu, Handoko berburu ke peternak dan hobiis di Jakarta dan Surabaya. Setiap jenis yang belum dimiliki akan dikejar meski harga yang harus ditebus mencapai jutaan rupiah. Bila tak sempat berkunjung, transaksi dilakukan via telepon seluler. “Ada kenikmatan bisa mendapat jenis baru yang diincar,” ujarnya.
Tak puas dengan berburu Poecillia reticulata di tanah air, pria bertubuh tambun itu mencari sampai negeri tetangga, Singapura. Singapura bagi Handoko misalnya sudah menjadi barometer mencari guppy berkualitas.
Bahkan dalam setahun ia sampai datang 4 kali ke negeri Singa itu. Setiap kali ke sana minimal 4 farm di Payalayar didatangi. Pulang ke tanahair pun tidak pernah dengan tangan kosong. “Minimal pasti membawa 10 pasang guppy seperti superwhite, tuxedo, dan blue moscow,” katanya.
Menurut Handoko belakangan kualitas kualitas guppy di tanah air justru merosot. “Hobiis masih mengira guppy mudah diternak sehingga tidak memikirkan cara menjaga kualitas,” ungkap pria 45 tahun itu.
Gara-gara itu Handoko pernah terperosok. Pada pertengahan 2018 ia telanjur membeli puluhan induk beragam jenis seperti white platinum, blue tuxedo, dan red grass dari peternak di Jakarta. Lantaran bloodline tidak jelas, saat diternak kualitas anakan jelek.
Kualitas Guppy Tanah Air Yang Terus Merosot
[caption id="attachment_3942" align="aligncenter" width="1511"]

“Pada silangan ketiga hampir 100% ukuran tubuhnya mengecil dan ekornya kuncup,” ujar alumnus Pemasaran University of California di Sacramento, Amerika Serikat itu.
Hal itu mendorong Handoko membuang semua guppy ke kolam di dekat pabrik kartonnya sekitar 3 bulan lalu. Harap mahfum, bila terus dipertahankan kehadirannya dapat merusak jenis lain yang memiliki bloodline murni.
Namun, bencana itu urung membuat Handoko mundur. “Saya kini sedang mencari indukan dengan strain jelas dan berkualitas,” ungkapnya optimis. Rp 150.000/pasang itu menuai juara pada lomba di Jakarta Pusat. “Meski hanya juara ketiga tapi bangga sekali,” ujar Andree. Kemenangan itu mendorongnya mencari guppy untuk kontes.
Sepasang tuxedo yang dibeli belakangan berhasil pula merebut juara pada kontes Piala Menteri Keuangan di Raiser, Cibinong, Bogor, Februari 2018. Demikian pula platinum pastel yang unjuk gigi pada pertengahan 2018 di lomba di Manggadua, Jakarta Utara.
Platinum pastel yang saat itu termasuk jenis langka dinobatkan juri sebagai grand champion. “Guppy lain yang dibawa seperti tuxedo juga turut menjadi juara,” katanya bangga.
Kini total jenderal ratusan guppy dari 22 jenis seperti fullred, blue grass, dan blue tuxedo, menghiasi rumah alumnus Teknologi Produksi Ternak IPB di bilangan Batu Tulis, Bogor. Tak hanya mengkoleksi, Andree sudah berhasil memijahkan.
Sebagai tempat pijah, ia mengandalkan akuarium berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm yang di isi sekitar 200 ekor ikan. Yang sedikit berbeda Andree tidak memakai aerator untuk memelihara guppy. “Kalau kondisinya prima guppy tidak perlu tambahan oksigen terlarut,” katanya.
Seperti Handoko, anggapan ikan murah pada guppy mengusik hati Andree. “Guppy berkualitas itu harganya pasti mahal,”
![]() |
Moscow blue |
Juara kontes
Lain lagi Andree Gunawan di Bogor. Kegemaraan mengikuti kontes ikan hias membuatnya jatuh hati pada guppy. Maklum dari 3 pasang yellow cobra yang dibeli dari peternak di Jakarta seharga ungkapnya. Lihat saja saat Andree mengimpor blue tuxedo, blue moscow, fullred, silver grass, dan blue grass dari negeri Gajah Putih. Untuk guppy-guppy kualitas super itu Andree perlu merogoh kocek Rp1-juta sampai Rp1,5-juta per pasang. Contohnya fullred ukuran 3,5 cm yang dibeli seharga Rp1-juta/pasang. “Sekali pesan ikan dapat keluar uang sampai Rp 10-juta,” katanya.
Menurut Andree selain kualitas ikan, pakan turut andil membuat penampilan guppynya molek. “Terlalu banyak cacing sutera membuat tubuh ikan lebih besar daripada ekor,” katanya. Bila terjadi itu, dipastikan guppy tidak layak kontes.
Sebab itu pula Andree ketat dalam memberi jenis pakan. Burayak diberi artemia. Seminggu kemudian pakan itu diganti kutu air beku dan diselingi cacing sutera. Untuk ikan dewasa, bloodworm pilihan pas. “Bloodworm membuat tubuh guppy berkembang proporsional,” tambahnya.
Velvet Guppy
[caption id="attachment_3943" align="aligncenter" width="1396"]

Bukan tanpa kendala Andree memelihara guppy. Pada pertengahan 2018 puluhan guppy mati terserang virus. “Seperti velvet, tapi sirip atasnya masih mengembang,” kenangnya. Bila dihitung-hitung, Andree sudah rugi hingga belasan juta rupiah. “Yang selamat sedikit dan dikarantina dalam akuarium beraerator guna menambah oksigen terlarut. Selain itu diberi blitzitch untuk mencegah cendawan,” katanya.
Musibah lain sempat datang pada waktu bersamaan. Saat itu fullblack mati saat akan dipijahkan. “Kemungkinan jenis itu sulit beradaptasi karena tidak ada tanda-tanda terserang whitespot dan virus,” ujar pemilik Fantasy Aquatic itu. Gara-gara musibah itu sampai saat ini Andree hanya mengoleksi 2 pejantan fullblack tanpa betina.
Meski musibah itu datang silih berganti bukan berarti Andree menyerah. “Tak ada kamus mundur untuk memelihara guppy,” ujar pria kelahiran Bogor, 26 tahun lalu. Itu pula yang mendorong Handoko sulit berpaling dari guppy. Bagi mereka, guppy sudah menjadi senandung lagu favorit