Surga Para Pemburu Tanaman Hias Sikas Dan Santigi Laut

Surga Para Pemburu Tanaman Hias Sikas Dan Santigi Laut

Bedak putih membalut wajah Kasmawati Sinyo dan Mastaita. Namun, kedua warga Pulau Lihukan, Sulawesi Selatan, itu bukan hendak menghadiri pesta, melainkan menuju pantai Ujung Pappia di bagian barat daya pulau. Di sanalah mereka mengayunkan godam dan menghunjamkan pahat demi sebatang santigi.

Bedak putih itu terbuat dari tepung beras. Tepung dilarutkan dalam air lalu dioleskan ke wajah. Tujuannya untuk menangkal sengatan sinar matahari dan menjaga kelembapan kulit bila hendak berburu tanaman santigi.

Kebiasaan itu mereka lakukan sejak 1990-an. Ketika itu santigi menjadi sandaran hidup warga Pulau Lihukan. Pada era itu bonsai populer di tanahair. Menurut Johannes Lo, hobiis di Jakarta, santigi salah satu bahan baku bonsai terbaik.

Batang santigi memiliki karakter sangat tua dan berdaun mungil, seperti yang diidam-idamkan para penggemar tanaman kerdil itu. Keunggulan Phempis acidula dielu-elukan para hobiis tanah air, juga mancanegara.

Surga Santigi di Perairan Flores

Pulau Lihukan salah satu surga tanaman santigi di tanah air. Menurut Andi Marthen Patunru, hobiis tanaman hias yang kerap mondar-mandir ke pulau di perairan Flores itu, santigi menghuni Lihukan sejak ratusan tahun silam. Santigi banyak ditemukan di bagian timur dan barat pulau.

Sebelum santigi populer sebagai bahan baku bonsai, warga Pulau Lihukan memanfaatkan tanaman itu sebagai kayu bakar. Baru setelah ramai diburu orang, mereka mulai memperdagangkan santigi. Hasil buruan mereka jajakan di Makassar. Harganya bervariasi tergantung ukuran.

Pulau Lihukan berjarak 4.500 m dari pantai Tanjungbira, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pulau itu ditempuh sekitar 20 menit dengan perahu jolor sebutan perahu kayu di sana. budidayatani mengunjungi pulau itu pada September 2007.

Sinar matahari begitu terik ketika tiba di pantai Pa Silohe. Padahal, jarum jam baru menunjuk angka 7. Pantai sepanjang 1.500 m itu pintu masuk menuju Pulau Lihukan. Di sana tampak berjejer perahu kayu milik warga yang merapat selepas menangkap ikan.

Sebagian besar warga pulau itu nelayan. Harap mafhum, Pulau Lihukan kecil, luasnya hanya sekitar 42 ha. Lahan yang tersedia untuk pertanian terbatas karena harus berbagi dengan kebutuhan tempat tinggal 800 kepala keluarga yang menetap di pulau itu.

Apalagi di pulau yang belum tertera di peta itu seluruhnya hamparan karang. Andi menduga Lihukan dulunya karang di dasar laut yang terangkat ke permukaan. Itulah sebabnya laut menjadi satu-satunya sandaran hidup.

Wilayah Timur

Di pantai itu rombongan menjemput Kasmawati Sinyo dan Mastaita. Mereka telah bersiap-siap menenteng palu, pahat, dan linggis untuk menggali santigi. Setelah semua peralatan dinaikkan, perjalanan berlanjut menuju bagian timur Pulau Lihukan.

Di sepanjang perjalanan tampak deretan pandan bali yang tumbuh di antara semak-semak. Beberapa di antaranya bercabang hingga puluhan. Menurut Andi umur mereka ratusan tahun.

Tiga puluh menit berselang, rombongan akhirnya tiba di pantai Batu Baban di bagian timur Pulau Lihukan. Pantai Batu Baban tidak terlalu luas, hanya berjarak 2 m dari batas air laut. Di belakangnya deretan karang yang diselimuti tanaman santigi vang menyatu dengan urat emas, vegetasi khas habitat tepi pantai.

Santigi di pantai itu tingginya hanya 30 sampai 40 cm. Padahal, umurnya mencapai seratus tahun. Berarti pertumbuhan santigi itu hanya 3 sampai 4 cm/tahun. Kulit batang terlihat retak-retak pertanda tanaman tua.

Batangnya meliuk-liuk dan memiliki anting yang sangat banyak. Ranting itu membentuk tajuk rapat sehingga batang nyaris tak terlihat karena tertutup dedaunan. Santigi tumbuh menyelimuti kira-kira 200 m permukaan karang.

Menurut Ir Budi Sulistyo, hobiis bonsai ci Jakarta Utara, santigi sebetulnya tumbuh di 2 habitat: gunung dan pantai. Pohon santigi gunung biasanya urus dan tinggi.Daunnya lebih lebar.Begitu juga santigi pantai yang tumbuh di pasir.

Sedangkan santigi laut yang tumbuh di permukaan cadas biasanya lebih Pendek, berdaun ungil berdiameter 3 sampai 5 mm, dan lebih tebal, seperti di Pulau Lihukan. Johannes Lo menuturkan santigi yang tumbuh di permukaan karang juga ditemukan ci pantai kawasan Malingping, r cndeglang, Banten.

Sikas

Menurut Gregorius Garnadi riambali, ahli botani di Bogor, tanaman santigi di Lihukan mengerdil karena terik matahari di pulau itu membuat produksi zat perangsang tumbuh (ZPT) seperti auksin, giberelin, dan sitokinin terhambat. ZPT berguna mempercepat pertumbuhan. Auksin misalnya, berperan dalam pembelahan sel apikal (tunas, daun muda, dan buah, red).

Sitokinin membantu pembelahan sel pada pertumbuhan mata tunas. Sedangkan giberelin mempercepat tanaman berbunga. Itulah sebabnya pertumbuhan santigi begitu lamban. Lambannya pertumbuhan membuat santigi tak banyak mengeluarkan energi. Oleh sebab itulah santigi bertahan hidup di permukaan karang yang memasok hara terbatas.

Dari Batu Baban rombongan melanjutkan perjalanan menuju pantai Ujung Pappia. “Di sana santigi lebih banyak,” tutur Andi. Namun, sebelumnya singgah dahulu di pantai Panaikan Karaya untuk menyaksikan sikas naga. Sikas yang mirip Cycas rumphii itu menghampar sekitar 400 m dari tepi pantai.

Perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki. Lokasi pantai memang dekat, sekitar 400 m ke arah barat. Meski demikian, perjalanan begitu lamban karena mesti melewati hamparan karang yang berujung runcing. Berkali-kali budidayatani terhuyung lantaran kehilangan keseimbangan.

Tua alami

Ternyata benar. Santigi menghampar sekitar 30 m dari tepi pantai sepanjang kira-kira 300 m. Baru di belakangnya terdapat hamparan tumbuhan seperti di pantai Batu Baban. Namun, populasi tanaman santigi di sana tak serapat di lokasi pertama.

Di beberapa bagian terdapat lubang-lubang besar bekas galian. Maklum, si pemburu mesti menggali batu agar akar utama tidak putus. Kalau sampai putus, tanaman biasanya mati.

Kasmawati lalu mendekati salah satu pohon. Tingginya sekitar 40 cm, berdiameter batang sekitar 7 cm. Pohon itu dipilih karena batangnya memiliki jin alias kulitnya terkelupas sehingga terlihat benar-benar tua. Di sekeliling batang terdapat lubang hasil pahatan. Tni hasil pahatan sebulan lalu,” kata putri kepala Dusun Lihukan itu.

Berburu santigi memang membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan. Setelah 2 jam mengayun pahat, palu, dan linggis akhirnya Kasmawati berhasil menjebol santigi incaran dari karang. Hasil keras selama 2 bulan itu dipanggul menuju perahu. Perjuangan santigi bertahan hidup di permukaan karang berakhir di tangan kolektor tulen.

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus