Budidaya Lobster Dengan Akuarium Modal Cepat Balik

Budidaya Lobster Dengan Akuarium Modal Cepat Balik

Delapan belas akuarium masing-masing berukuran 80 cm x 50 cm x 40 cm menghiasi sebuah rumah di Cileduk, Tangerang. Empat akuarium berisi indukan, dan selebihnya anakan yang tengah dibesarkan. Pemiliknya, Ir Triwi Santoso, MM, menaburkan pelet sebelum bertolak menuju kantor di Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Setiap bulan kelahiran Yogyakarta 49 tahun silam itu menangguk Rp2-juta dari penjualan lobster air tawar itu.

Pendapatan tambahan yang lumayan besar itu diraup alumnus Fakultas Peternakan Universitas Gadjahmada itu sejak Februari 2001. “Lobster tak membutuhkan perawatan intensif sehingga saya bisa melakukannya. Mengganti air dan membersihkan akuarium cukup seminggu sekali,” kata Triwi. Oleh karena itu lelaki yang pensiun 6 tahun mendatang berniat mengembangkan besar-besaran.

Prospek bisnis lobster air tawar bagus lantaran harga tinggi dan pasar terbuka. Permintaan pasar ekspor dan domestik terus meningkat, sementara produksi terbatas. “Di sebuah restoran di Bukit Merah, Singapura, baby lobster menjadi menu favorit pengunjung dan berharga mahal. Seporsi isi 5 ekor lengkap dengan bumbu dijual Rp75.000.

Di Amerika Serikat perdagangan dan budidaya lobster meningkat pesat karena dagingnya lebih sehat dibanding makanan laut lain. Ia rendah lemak, kolesterol, dan garam. Tekstur dan rasa tidak berbeda dengan lobster air laut. Tes organoleptik di Auburn, Alabama, menunjukkan lobster air tawar mempunyai rasa dan tekstur yang mirip dengan lobster laut. Sedangkan di Florida lobster air tawar bertengger di peringkat ke-3 dalam soal rasa, tekstur, dan kemudahan dimasak.

Lobster air tawar yang diternak adalah Cherax quadricarinatus, Cherax destructor, dan Procambarus clorkii. Dua yang disebut pertama asli Australia; yang terakhir, dari perairan payau di Lousiana, Amerika Serikat. Indonesia punya lobster air tawar dari Irianjaya. “Di sana ada 12 jenis, antara lain Cherax monticola dan C. lorentzi. Tapi semuanya belum bisa dibudidayakan,” kata Wong Whida, mahasiswi Pascasarjana IPB yang meneliti lobster.

Lacakan budidayatani menunjukan hotel dan restoran terkemuka di kota-kota besar kini mulai menyediakan lobster air tawar. Sebut saja Restoran Raja Laut, Palm Beach, keduanya di Jakarta Pusat, Hotel Majapahit di Surabaya, serta Melia Purosani di Yogyakarta.

Lobster disajikan dalam bentuk salad atau dimakan mentah setelah disiram mentega keju. Harga yang dipatok juga tidak tanggung-tanggung. Di restoran Raja Laut seporsi berbobot 5 ons Rp229.000, sedangkan di Palem Beach Rp250.000 untuk porsi medium dan Rp350.000 porsi besar.

Kian marak

Yang menangkap peluang usaha lobster air tawar tak hanya Triwi. Lima rekannya di kantor mengikuti jejaknya. “Para tetangga juga banyak yang minta indukan,” tutur pria paruh baya itu. Sayangnya, induk terbatas sehingga sampai sekarang Triwi baru mempunyai 2 plasma.

Di Taman Modern Cakung, Jakarta Timur, Ir Rudiono Suyono juga mengusahakan lobster air tawar di akuarium sejak 3 tahun silam. “Di sini ada 6 peternak, 2 di antaranya plasma saya,” tutur Rudiono. Mereka umumnya para eksekutif yang mencari kesibukan sekaligus untuk menambah penghasilan.

Euis S. Djohan, pengelola Taufan’s Fish Farm di Kedunghalang, Bogor, malah lebih dulu melirik lobster air tawar. Pada 1989 ia memesan indukan lobster lewat importir. “Saya dapat belasan ekor, tapi hanya beberapa yang hidup dan berkembangbiak,” ungkapnya. Sedikit demi sedikit anakan dibuat induk. Empat tahun kemudian perusahaan yang berdiri pada 1986 itu berhasil memasarkan produksi ke luar negeri melalui eksportir ikan hias.

Usai mengikuti Olympiade di Sidney pada 2000 Ir Iswanda Susanto mendatangkan 5 induk. Pelatih judo asal Yogyakarta itu tergiur beternak. Ternak lobster air tawar juga merambah Malang. Hari Susanto, misalnya, memesan 100 set induk dari peternak di Jakarta—1 set terdiri dari 5 betina dan 3 jantan. “Saya hanya kebagian 60 set. Induk-induk itu sebagian diternak di Blitar,” ujar pengusaha ayam potong itu.

 
Lobster Berdawai

Wajar kalau mereka kepincut beternak lobster. “Tidak sampai setahun modal kembali kok,” ujar Triwi. Modal yang dibutuhkan Rp2,5-juta—Rp3-juta untuk setiap set induk termasuk akuarium dan perlengkapan. Empat bulan kemudian peternak menikmati hasil. Sementara biaya operasional sangat kecil. Pakan, misalnya, dalam sebulan hanya 1 kg senilai Rp 10.000 untuk 100 induk.

Pengalaman Triwi dari 1 induk menghasilkan 200 burayak. Sejalan bertambahnya ukuran tubuh induk, produksi pun meningkat mencapai 800 ekor. Burayak dibesarkan selama 3 bulan untuk mencapai ukuran konsumsi, 5 cm. Harga lobster seukuran itu di tingkat pengepul Rp3.000/ekor. Jika tingkat kematian dari burayak sampai siap jual 60%, peternak menangguk omzet Rp 1.200.000. Dalam setahun lobster berproduksi 4 kali.

Omzet sebesar itu belum memperhitungkan kemungkinan menjual induk. Harga indukan Rp300.000— Rp400.000 per ekor untuk betina, jantan hanya Rp50.000. Hanya saja untuk membesarkannya butuh waktu 7—8 bulan dan persentase yang layak jadi indukan tidak lebih dari 2%. “Peternak bisa meningkatkan omzet dengan cara menekan kematian hingga 50%.

Kematian lobster terjadi saat moulting atau ganti kulit. Saat itu kondisi lemah sehingga teman-teman dengan mudah menyerangnya. Itu karena lobster kanibal, terutama ketika berumur 2 bulan. Oleh karena itu peternak harus memindahkan lobster ke tempat aman. Selebihnya tak ada gangguan yang berarti. Kalaupun ada, “Induk gampang kaget, bila mendengar petir produktivitas turun drastis,” papar Rudiono.

 
Bak semen untuk pembesaran burayak

Khawatir

Peternak menjual lobster siap konsumsi ke penampung, yang biasanya merangkap penjual indukan. Mereka menerima berapa pun pasokan. “Makin banyak yang disetor, penampung kian senang. Makanya saya tak perlu memikirkan harus dijual ke mana setelah lobster-lobster ini berproduksi nanti,” kata Hari Susanto. Hal senada diungkapkan Triwi dan Rudiono. “Pasar tidak ada masalah. Pembeli malahan berebut,” tutur Triwi. Ia rutin menuai 100—200 ekor per 2 minggu yang dipasarkan ke penampung dan toko-toko ikan hias. Maklum selain disantap lobster itu juga layak menghiasi akuarium. Pedagang ikan hias membeli Rp5.000— Rp8.000 per ekor berukuran 5—7,5 cm. Syaratnya capit harus lengkap, warna tegas, tidak boleh cacat.

Hondo juga lebih senang menjual eceran sebagai ikan hias. “Karena kebetulan saya punya galeri barang antik banyak turis asing berdatangan. Mereka setelah puas melihat-lihat, lalu makan lobster yang dimasaknya sendiri di sini,” ujar suami Naning No vita itu. Ia belum menjajakan ke hotel atau restoran karena produksi sedikit.

“Setahu saya udang lobster air tawar ini banyak digunakan untuk ikan hias. Serapan pasarnya tidak besar,” ungkap Euis. Kebutuhan eksportir ikan hias relatif kecil. Ia menyebut, Unik Aquatics, eksportir di Serpong, Tangerang, setiap bulan hanya mengorder 100—200 ekor. Oleh karena itu Euis khawatir jika masyarakat ramai-ramai beternak lobster terjadi kelebihan pasokan.

Euis mengungkapkan, permintaan udang lobster air tawar untuk ikan hias dari tahun ke tahun stabil. Permintaan meningkat 200—300% ketika booming lou han pertengahan tahun lalu.

Serapan pasar ekspor menurut Yap Khiat Bun juga relatif kecil. Eksportir papan atas itu hanya memasarkan 500 ekor/ bulan untuk Jepang dan negara-negara di Eropa. “Kita kalah bersaing dengan Cina dan Australia dari segi harga dan kualitas,” ungkapnya. Beberapa eksportir lain seperti CV Vivajaya International atau PT Tropical Fish Indonesia volume ekspornya tak lebih dari ratusan ekor.

Meskipun begitu, peluang untuk mengembangkan lobster air tawar tetap terbuka. Pasalnya, Australia produsen utama dengan produksi 400 ton sekitar 65% diserap lokal. Sisanya diekspor ke Singapura dan Hongkong.

Khasiat Dan keutamaan Daging lobster

Daging lobster mampu mendongkrak “greng” kaum adam, itu bukan sekadar mitos. Kandungan seng tinggi pemicu melonjaknya libido. Di kalangan masyarakat timur jauh itu menjadi rahasia umum. Pekan terakhir Februari silam, misalnya, pasangan suami istri asal Taiwan memborong 50 lobster Cherax quandricarinatus melalui seorang penangkar di Jakarta Timur.

Mereka memilih lobster yang tengah moulting. Renyah dan lunak tekstur daging lobster itu. Lobster ukuran 5 cm itu dijual Rp200.000. Relatif mahal memang. Namun, konsumen rela merogoh kocek lebih dalam demi “kepuasan”. Menurut pakar gizi Dr Ali Khomsan, tingginya kadar seng pada lobster, meningkatkan mortilitas atau pergerakan sperma.

la juga andil besar dalam mengatrol produksi hormon testosteron. Hanya itu? Menyantap yabby—nama populer lobster—/’Dapat mengganti dan memperbaiki sel tubuh yang rusak sehingga kebugaran tubuh terjaga,” tutur doktor alumnus lowa State University itu.

Namun, jangan terburu-buru melahap anggota famili Crustaceae itu jika Anda berkolesterol tinggi. Soalnya, udang itu juga mengandung kolesterol tinggi. Jika demikian Ali menyarankan untuk mengkonsumsi beragam sayuran. Kandungan mangan yang tinggi pada sayuran pun berpotensi sama: menggenjot vitalitas.

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus