Selasa, 09 Juli 2019

Mesin Pengering Kepompong Ulat Sutra Bertenaga Surya Nan Ekonomis

Masalah klasik itu kini tinggal cerita. Lembaran kelam bagi produsen ulat sutra ditutup oleh PT IPB Petromat Agrotech. Perusahaan yang dikelola oleh sebagian alumni Institut Pertanian Bogor itu menciptakan mesin pengering kokon tepat guna. Dengan alat itu biaya produksi kokon kering lebih ekonomis karena memanfaatkan energi yang tersedia di alam berupa panas matahari, biomassa, dan angin.

Bagian pengumpul panas berupa panel hitam sepanjang 7 m yang dilapisi plastik ultraviolet. Panel itulah yang bertugas menyerap panas matahari. Plastik ultraviolet menghindari radiasi sinar matahari yang menyebabkan kokon berubah warna. Panas yang terkumpul disirkulasikan ke ruang pengering sepanjang 12 m oleh kipas ganda. Air menguap dari kokon dikeluarkan oleh turbin ventilasi ganda. “Dua turbin itu diletakkan bertingkat untuk menyerap uap panas dari 2 tingkat pengeringan,” ujar manajer IPB Petromat Agrotech, Enes Lenterantio

Pengering Otomatis

Mesin kokon Multifungsi

Tungku pemanas ganda difungsikan saat malam, cuaca mendung, atau hujan. Bahan bakar berupa batubara atau arang kayu. Suhu dipertahankan 60—80°C dan kelembapan udara kering yang optimal sekitar 5%. Kapasitas kokon basah yang tertampung 500 kg dengan lama pengeringan 24 jam. Bandingkan dengan pengeringan tradisional memanfaatkan panas matahari, butuh waktu paling cepat 5 hari. Alat pengering terbagi menjadi 2 tingkat. Lantai bawah setinggi 55 cm dan tingkat kedua 30 cm yang langsung dinaungi plastik ultraviolet. Alas lantai atas menggunakan kawat dan jaring berjarak 2 cm. Jarak itu untuk tempat sirkulasi panas dari bawah. Tiang penyangga terbuat dari galvalum antikarat sehingga tahan lama. “Umur ekonomis alat itu mencapai 20 tahun,” kata alumnus Teknik Mesin Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta itu.

Pengering berukuran 19 m x 2 m itu multifungsi. Tak hanya kokon, sayuran, buah, hasil perkebunan, dan produk perikanan pun dapat dikeringkan dengan mesin yang diriset selama 15 tahun itu. Dengan demikian kokon-kokon kering berkualitas dapat dihasilkan sehingga benang yang dihasilkan pun lebih kuat, rata, dan ulet.

Mesin Pengering Kepompong Ulat Sutra Bertenaga Surya

Metode Konvensional

Menurut Rudi Wahyudi, direktur PT IPB Petromat Agrotech, “Selama ini kita masih impor 99,9% benang sutra dari Cina.” Pasar dunia memang membutuhkan benang sutra berkualitas tinggi, harga kompetitif, dan produksi kontinu. Total kebutuhan dunia terhadap kokon kering yang belum terpenuhi mencapai 60%. Ciri kokon berkualitas berwarna putih bersih tak bernoda, bila diguncangkan akan berbunyi. Itu tandanya ulat di dalam kokon kering sempurna berkadar air 12% dan tidak lengket ke dinding bagian dalam.

Sayang, mutu kokon produksi para pekebun ulat sutra Bombyx mori masih rendah. Kering tidak sempurna dan berwarna kecokelatan. Akibatnya air rebusan kokon sebelum dipintal berwarna kecokelatan sehingga harus sering diganti. “Ketika dipintal sebuah kokon hanya menghasilkan 900 m benang. Padahal standarnya 1.500 m,” kata Rudi Wahyudi.

Rendahnya kualitas kokon karena penjemuran secara konvensional tergantung cuaca. Padahal masa hidup kokon sebelum menjadi kupu-kupu hanya sepekan. Bila terlambat, kokon terbuang sia-sia; terlalu lama dijemur, kokon kecokelatan karena teroksidasi oleh sinar gamma dari matahari. Cuaca mendung membuat serat benang kokon tak dapat diurai.

Penjemuran konvensional tidak efektif karena memerlukan banyak tenaga kerja untuk membolak-balik kokon. “Selain itu butuh areal luas untuk penjemuran,” kata Rudi. Penjemuran di alam juga menyebabkan kokon terkontaminasi berbagai mikroorganisme, debu, dan serangga. Akibatnya, “Benang mudah putus-putus dan ketebalan tidak merata,” ujar ayah 2 putra itu. Benang kusam dan kecokelatan. Pantas harga pun merosot, hanya Rp240.000 per kg benang. Bandingkan benang kualitas baik yang dihasilkan dengan mesin pengering mencapai Rp310.000 per kg. Itu menyaingi harga benang asal Cina.

Document last updated at: Selasa, 9 Jul 2019