Negeri ini memang habitat pohon 1001 manfaat, kelapa. Hampir tidak ada bagian kelapa yang dibuang, semuanya bisa dimanfaatkan. Daunnya melambai, airnya melangsingkan, serbuk batoknya untuk pengebor minyak, dan sabutnya menjadi pengisi jok mobil mewah.
Membicarakan kelapa tak akan habis dalam semalam. Semua bagian tubuhnya laku dijual. Yang sekarang tengah ramai dibicarakan adalah sabut kelapa. Bagian terluar buah ini bisa diubah menjadi cocofiber (serat), cocodust (ampas sabut) dan cocopeat.
Di mancanegara cocofiber digemari sebagai bahan baku pembuatan springbed, mebel, jok mobil mewah, dan hiasan. Harganya lumayan mahal, sekitar US$130 per ton, setara Rp 1.235.000. Produk lainnya cocopeat dimanfaatkan sebagai media tanam.
Permintaan yang datang ke produsen terus meningkat. Sebut saja CV Rajawali Cocofibre yang harus mengirim 15 ton cocopeat ke Australia dan Malaysia setiap bulan. “Cocopeat memang banyak diminati pasar ekspor,” ujar Alex, dari CV Rajawali Cocofibre. Produk lainnya cocofibre, dijual sebagai pengisi springbed.
![]() |
Cocofiber |
Tiga tahap Produksi
Permintaan untuk pasar lokal tak kalah banyak. Padahal mengolah sabut kelapa menjadi cocofiber dan cocopeat sangat sederhana karena sudah tersedia alat dan mesin untuk memudahkan pengerjaan. kelapa menjadi cocofibre dan cocopeat melalui 3 tahap. Sabut diurai menggunakan mesin pengurai berukuran 2mx 1,8 mx 1,3 m seharga Rp l6,5-juta.
Hasilnya 20 – 30% long fibre, 10% short fibre, dan sisanya cocopeat. Namun, untuk kelapa asal Indonesia bagian timur sabut tidak langsung diurai. “Harus dimasukkan dalam mesin cruster dulu, karena karakteristik kulit kelapa di sana lebih keras,” ujar Ir Khairul Djamal, dari PT Cakra Agrinusa, produsen mesin pertanian di Jakarta Selatan. Baru setelah itu sabut di masukkan dalam mesin pengurai.
Mesin pengurai dilengkapi pisau otomatis yang bekerja memisahkan sabut jika mesin penggerak diesel 24 PK-nya dinyalakan. Hasil sortiran berupa 60% fiber dan 40% dust akan keluar dari 2 corong di atas dan samping alat. Dalam sehari mesin dari bahan baku besi ini bisa memisahkan 4.000 – 5.000 butir, setara 600 – 700 kg kelapa. Dust lalu dipres menjadi cocopeat, sedangkan fiber harus melanjutkan perjalanannya menuju mesin pengayak sebelum menjadi cocofiber.
Ada beberapa modifikasi bentuk mesin pengayak. Namun, umumnya bentuknya mirip tabung kipas angin yang memanjang. Short fibre akan keluar dari bagian ujung ayakan. Sedangkan long fibre akan tertinggal di dalam ayakan. Mesin berukuran 6 m x 2 m x 3 m itu dilapisi saringan besi yang dipasang mengelilingi kerangka. Alat Dokumen Agro Tunas Teknik seharga Rp7-juta itu bekerja dengan bantuan diesel 8 PK atau elektro motor 2 HP. Setelah melalui proses pengayakan, tahap ketiga long fibre dan short fibre akan masuk ke dalam mesin pres. Bahan dipadatkan menjadi bentuk balok agar lebih mudah dalam pengangkutan.
Mesin pres Sabut Kelapa
Ada tiga macam mesin pres: pres hidrolik, elektrik, dan manual. “Pres elektrik komponennya lebih murah dan lebih mudah diganti, sedangkan hidrolik pengoperasiannya lebih gampang,” ujar Ir Sauki, dari Agro Tunas Teknik, produsen alat dan mesin pertanian di Jakarta Timur.
Pengoperasian mesin hidrolik memang lebih mudah, tekanannya bisa diukur dan ditentukan. Cocopeat dipres menjadi balok ukuran 45 cm x 75 cm x 90 cm dengan bobot 60 kg. Harga mesin itu cukup mahal, mencapai Rp75-juta per unit. Dalam waktu 1 jam ia bisa memadatkan 300 kg cocofibre atau sama dengan 60 balok cocofibre.
Mesin pres elektrik berukuran lebih kecil daripada mesin pres hidrolik. Harganya pun lebih murah, hanya Rp22-juta per unit. Mesin akan membentuk cocopeat dan cocofibre menjadi balok ukuran 30 cm x 30 cm x 15 cm. Kapasitas kerjanya 25 blok/jam. Satu blok sama dengan 5 kg cocofibre atau cocopeat. Mesin pres manual jarang digunakan karena tak mampu untuk memadatkan cocofibre.
Dengan bantuan mesin-mesin itu sabut kelapa menjadi lebih berdaya guna. Antara lain menjadi pelengkap utama sring bed. Tidur pun lebih nyenyak dibuai mimpi indah.