Senin, 22 Juli 2019

Cara Walet cepat bersarang Menggunakan Menara Air

Memahami Tantangan dalam Produksi Sarang Walet dan Solusinya

Pantai utara Jawa dikenal dengan kekayaan alamnya, termasuk populasi burung walet yang melimpah. Namun, pemilik rumah walet di wilayah ini menghadapi tantangan serius dalam produksi sarang walet akibat penurunan yang tajam. Penurunan produksi hingga 60% membuat para peternak merasa cemas dan khawatir akan masa depan industri ini. Salah satu faktor penyebabnya adalah rusaknya iklim akibat perusakan hutan yang berlangsung secara tidak terkendali. Ir Rosich Amsyari, seorang peternak walet di Surabaya, mengalami hal serupa dan berhasil menemukan solusi inovatif dengan mendirikan "menara air" yang sederhana.

Mengatasi Penurunan Produksi dengan Menara Air

Penurunan drastis dalam produksi sarang walet memiliki dampak signifikan bagi para peternak. Sebelumnya, sebuah sarang walet mampu menghasilkan sekitar 5 kg sarang, namun setelah terjadi penurunan, jumlahnya hanya mencapai 2 kg. Hal ini berarti pendapatan sebesar Rp45 juta sirna begitu saja. Rosich Amsyari menganalisis bahwa penyebab utama penurunan produksi ini adalah rusaknya hutan yang mengganggu siklus iklim dan mengurangi tingkat kelembapan. Fenomena ini telah terjadi sejak Maret tahun sebelumnya dan mengakibatkan kerusakan pada beberapa area hijau di sentra walet di Gresik, Jawa Timur. Bahkan, hingga akhir tahun 2018, curah hujan di wilayah ini tidak mencapai level yang memadai.

Untuk mengatasi tantangan ini, Rosich Amsyari memutuskan untuk mendirikan tiga menara air di rumah waletnya di Sidayu, Kabupaten Gresik. Dengan menggunakan konsep sederhana, tiga tiang besi berdiameter 1,5 cm didirikan dengan tinggi yang berbeda, yaitu 3 m, 4 m, dan 7 m. Setiap tiang dilengkapi dengan sprinkel statis yang terdiri dari empat saluran air untuk memancing walet agar cepat bersarang. Air dari sumber tanah dipompa dan disemprotkan melalui sprinkel. 

Setiap menara air memiliki pompa tersendiri dan air dialirkan pada interval tertentu. Pada tiang setinggi 7 m, air dialirkan tiga kali sehari pada pukul 05.00—06.00, 12.00—12.00, dan 16.00—18.00. Sementara itu, tiang setinggi 4 m dialirkan selama 12 jam sehari, mulai dari pukul 06.00 hingga 18.00. Menara air lainnya hanya dialiri air pada pukul 16.00—18.00. 

Konsep pengaturan otomatis seperti pada teknologi aeroponik sayuran memastikan air mengalir secara teratur dengan interval yang sesuai. Ide sederhana ini muncul karena burung walet membutuhkan minum setelah terbang jauh. Rosich Amsyari melihat bahwa burung walet sering berputar-putar di sekitar tiang-tiang tersebut sebelum masuk ke dalam rumah mereka.

Menjaga Kelembapan dengan Penyiraman Lantai

Salah satu faktor penting yang memengaruhi produksi sarang walet adalah tingkat kelembapan ruangan. Rosich Amsyari menemukan bahwa tingkat kelembapan yang rendah akibat populasi walet yang tinggi dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi burung dan akhirnya menurunkan produksi sarang.

Untuk mengatasi hal ini, ia melakukan beberapa langkah tambahan yang efektif. Pertama, ia melapisi lantai rumah walet dengan kotoran walet setebal 50 cm. Lantai ini kemudian disiram dengan air bersih untuk menjaga kelembapan. Selain itu, ia juga menyediakan 10 tempayan berkapasitas 30 liter di dalam ruangan untuk memastikan kelembapan tetap terjaga. Penyiraman lantai tanah pada saat-saat tertentu, terutama pada musim kemarau yang panjang, memiliki efek yang signifikan dalam menekan kadar amonia dan meningkatkan kualitas sarang walet.

Rosich Amsyari secara konsisten mengikuti prosedur ini dan hanya mengurangi kotoran walet setebal 50 cm setelah tujuh tahun. Penyiraman dilakukan setiap sepuluh hari sekali pada pukul 09.00—10.00, saat burung walet keluar dari ruangan. Dengan menerapkan kedua langkah ini, produksi sarang walet dapat meningkat sekitar 20% dalam tiga bulan, dan setelah itu, produksi tetap stabil. Keberhasilan Rosich Amsyari dalam mengatasi penurunan produksi ini telah menginspirasi banyak peternak walet lainnya untuk mengadopsi metode yang serupa.

penampungan air untuk sarang walet

Meningkatkan Produksi Sarang Walet dengan Kelembapan Optimal

Dr. Boedi Mranata, seorang pengamat walet, mengakui bahwa langkah-langkah yang diambil oleh Rosich Amsyari memiliki dasar yang logis. Tingkat kelembapan yang tinggi mempengaruhi kelenjar saliva burung walet sehingga produksi liur dapat berjalan dengan maksimal. Sebaliknya, pada kondisi kelembapan rendah dan suhu tinggi, burung walet mengalami ketidaknyamanan yang dapat berdampak negatif pada produksi sarang. Oleh karena itu, menjaga kelembapan ruangan menjadi hal yang krusial dalam meningkatkan produksi sarang walet.

Kesimpulan

Produksi sarang walet di pantai utara Jawa mengalami penurunan yang signifikan akibat kerusakan hutan dan perubahan iklim. Namun, dengan pendekatan inovatif menggunakan menara air dan upaya menjaga kelembapan ruangan, Rosich Amsyari telah berhasil meningkatkan produksi sarang walet di peternakannya. Langkah-langkah yang diambilnya, seperti mendirikan menara air dengan sprinkel untuk memancing walet bersarang, serta penyiraman lantai dan pengendalian kelembapan ruangan, telah membawa perubahan positif dalam produksi sarang walet.

Melalui contoh ini, peternak walet lainnya juga dapat mengadopsi metode yang serupa untuk mengatasi penurunan produksi sarang walet dan berkontribusi pada pelestarian spesies walet serta industri sarang walet yang penting. Dengan upaya kolektif untuk menjaga keberlanjutan sarang walet, kita dapat menghadapi tantangan yang dihadapi oleh peternak walet dan menjaga kelestarian populasi burung walet di masa depan.

Bagikan artikel ini kepada teman-teman Anda yang tertarik dengan industri sarang walet dan praktik peternakan yang berkelanjutan melalui media sosial. Mari bersama-sama menjaga keberlanjutan industri sarang walet!

Document last updated at: Senin, 22 Jul 2019