Selasa, 25 Agustus 2020

Fungsi Pepohonan Teduh Sebagai Penyerap Polusi

Mendapatkan udara bersih di kota-kota besar ternyata tak gampang. Wajah kota-kota besar coreng-moreng oleh polusi. Upaya pencegahan dengan membuat hutan kota. Sayang, penanaman pohon acapkali mengabaikan fungsi sebagai penyerap polutan. Akibatnya, justru timbul penyakit tertentu.

Pohon Pilihan Penyerap Polusi
Pepohonan Teduh

Tingginya polusi di kota-kota besar sebagai akibat emisi buangan kendaraan bermotor yang memadati jalanan. Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat), Departemen Perhubungan, jumlah kendaraan bermotor, cenderung meningkat.

Pada 1997 Ditjen Hubdat mencatat di Indonesia terdapat 16.535.119 kendaraan. Setahun kemudian jumlahnya melonjak menjadi 17.644.885. Sebagian besar kendaraan itu memang terkonsentrasi di kota-kota besar. 

Menurut Kepala Humas PT Jasa Marga Ir David Wijayatno, tol dalam kota (Jakarta) setiap hari dilalui 333.000 kendaraan. Tol yang menghubungkan Jakarta dengan daerah penyangga seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi juga tak kalah padat. Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi) misalnya, setiap hari dilewati 218.000 kendaraan.

Memang, “Jumlah kendaraan bermotor meningkat, tetapi ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota justru menyempit,” papar dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Ir Endes Nurfilmarasa Dahlan, MS. 

Akibatnya, cemaran polusi udara pun semakin tinggi. Menurut Badan Metereologi dan Geofisika di beberapa daerah di Jakarta cemaran suspention particulated matter (SPM) melebihi ambang batas.

Di kawasan Bandengan, Jakarta Barat, misalnya, cemaran rata-rata SPM pada Februari 1999 mencapai 680,43 pg/m3 (baca: mikro gram per meter kubik). 

Angka cemaran SPM pada bulan berikutnya mencapai 507,38 pg/m3 (Maret), 438 pg/m3 (April), 753,21 pg/m3 (Mei). Bulan-bulan berikutnya angka cemaran itu fluktuatif tetapi tetap saja melebihi nilai ambang batas.

Menurut SK Gubernur DKI Jakarta No. 587/1980 nilai ambang batas cemaran SPM hanya 260 pg/m3.

Samarinda, salah satu kota tersibuk di Kalimantan Timur juga sama saja. Rata-rata cemaran SPM di Kota Kayu itu pada Agustus 1999 tercatat 379 pg/m3. Bulan berikutnya melonjak menjadi 415 pg/m3.

Penyakit Asma Akibat Pencemaran Udara

SPM bukanlah satu-satunya partikel yang ditimbulkan akibat emisi kendaraan. Karbon monoksida (CO), metana (CH4), oksida nitrogen (Nox), oksida belerang (Sox), dan timah (Pb) adalah beberapa polutan lain yang dihasilkan emisi kendaraan dan membahayakan kesehatan. Kadar cemaran mereka memang cukup tinggi walau di pemukiman sekalipun.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Jakarta mencatat, cemaran Pb di Kramatpela, Jakarta Selatan, pada 1998 mencapai 0,7459 pg/m3. Nilai ambang batas untuk Pb hanya 0,60 pg/m3. 

Menurut temuan LSM Clean Air Project Swisscontact seperti dilansir Kompas, udara yang tercemar timbel (Pb) menurunkan kualitas sperma bagi mereka yang bekerja di jalan raya. Gangguan kesehatan akibat pencemaran udara mempengaruhi daya kerja seseorang. Pada gilirannya produktivitas turun sehingga menimbulkan kerugian ekonomi.

Salah satu cara mengatasi polusi, “Pengendalian dari sumber. Karena sumber buangan emisi adalah kendaraan, maka perlu memberdayakan bengkel-bengkel untuk uji emisi. Selain itu program sejuta pohon juga merupakan cara lain,” tutur Ir Suryadarma dari Bapedalda Jakarta. 

Sayangnya, “Di beberapa tempat penanaman pohon terkesan asal-asalan. Yang penting kelihatan hijau,” ujar Dahlan.

Padahal penanaman pohon tak sekadar menimbulkan estetika saja. Penanaman akasia walau tampak hijau ternyata berdampak buruk. Polen atau serbuk sari akasia memicu asma bagi yang peka. Untuk daerah padat seperti Jakarta yang membutuhkan banyak air tanah bersih, sengonisasi bukan pilihan tepat. 

Sebab, “Sengon banyak menguapkan air sehingga air tanah pun banyak terbuang,” kata Dahlan. Bila demikian, interusi air laut tentu lebih cepaV. Palem raja meski menghadirkan nuansa hijau tetapi tak mampu menyerap polutan. Burung juga enggan hinggap.

Kemampuan Menyerap Polutan yang berbeda

Pemilihan jenis tanaman untuk hutan kota antara lain didasarkan pada kemampuan untuk menyerap polutan. Selain itu, “Sebaiknya juga dapat menciptakan ekosistem bagi organisme lain seperti burung,” kata Dahlan. 

Menurut alumni Pascasarjana IPB itu pohon yang berkemampuan tinggi menyerap timbel adalah asam landi (Pithecelobium dulce), damar (Agathis alba), jamuju (Podocarpus imbricatus), johar (Cassia siamea), mahoni (Swietenia macrophylla), dan pala (Mirystica fragrans).

Pohon-pohon berikut mampu menyerap debu semen sehingga cocok ditanam di kawasan pabrik semen. Mereka adalah bisbol (Diospyros discolor), kere payung (Filicium decipiens), kenari (Canarium commune), meranti merah (Shorea leprosula), serta tanjung (Mimusops elengi). Sedangkan beringin, damar, dan bunga kupu-kupu dapat diandalkan sebagai penyerap karbon dioksida dan produsen oksigen.

Tak semua tanaman penyerap polutan berupa pohon yang tinggi. Muhammad Iqbal dalam Plant Response to Air Pollution merekomendasikan mentimun sebagai penyerap SO2 alias oksida belerang. Kacang merah (Phaseolus vulgaris) juga mampu menyerap 12kg-120kg karbon monoksida/km2/hari.

 Karbon monoksida menurut Dahlan sulit terserap daun (hijau) lantaran daya larut dalam protoplasma sel sangat rendah. Namun, serasah daun yang luruh dan mikroorganisme di sekitarnya justru mampu menyerapnya. Itulah sebabnya, walau hutan kota tampak kotor lantaran serasah berserakan, ah biarkan saja!

Document last updated at: Selasa, 25 Agu 2020