Berapa jenis jamur yang Anda kenal? Jamur kuping, jamur merang, jamur kancing, jamur tiram, jamur gigit, jamur barat.... Apa lagi? Begitu banyak jenis jamur. Ada yang dapat dimakan. Ada pula yang memabukkan, beracun, dan menyakitkan. Bisa merugikan atau menguntungkan. Dalam konteks agribisnis, kita menengok jamur sebagai sumber makanan, bagian dari pertanian, bahkan bisa juga kehutanan!
Setiap pertengahan Agustus, ribuan orang masuk hutan di barat laut British Columbia, Kanada, untuk mencari jamur. Kalau panen jamur dunia menurun, harga jamur pinus jepang-terkenal dengan nama matsutake-bisa naik hingga US$100 (Rp850.000) setiap 0,5 kilogram. Seorang pemetik matsutake, bila beruntung, bisa mengantungi US$ 1.000 (Rp8,5-juta) sehari.
Jadi, jangan heran bila negara bagian British Columbia memanen pendapatan asli daerah sebesar US$45-juta (Rp382,5-miliar, red) setahun dari sekitar 10.000 pemetik jamur. Matsutake memang tumbuh alami. Di Jepang sendiri sudah tidak ditemukan, tapi di Cina dan Korea mulai berjaya. Bagaimana di Indonesia?
Matsutake tak terdengar, tapi shiitake sangat populer. Harian Kompas awal April 2003 menulis, “Ekspor Jamur Indonesia Merajai Pasar Amerika Serikat’’. Betul, tapi itu bukan matsutake, melainkan jamur kancing atau Agaricus sp. Eksportir jamur terkemuka, Joty Atmadjaja menyebutkan, sepanjang 2002, lebih dari US$20-juta (Rp170-miliar, red) devisa Indonesia hanya dari ekspor jamur ke Amerika.
Dunia jamur memang terdiri dari beragam jenis. Konon, spesies jamur di bumi lebih dari 1,5 juta. Yang paling populer di pasar barangkali jamur merang, Volvariella volvaceae, lantaran berprotein tinggi.
Satu varietas yang sangat digemari lantaran antikolesterol tinggi adalah jamur tiram Pleurotus sp. Sedikitnya 4 jenis dapat dibeli di pasar: tiram putih (varietas florida), tiram abu-abu (varietas sajor caju), tiram cokelat (varietas cystidiosus), dan tiram merah (varietas flabellatus). Jamur tiram ini belakangan populer sebagai makanan sehat. Padahal, penggunaannya sudah terkenal sejak zaman Mesir kuno, ketika para firaun menyebutnya sebagai makanan dewa.
Jamur-jamur psikoaktif
Hubungan manusia dan jamur sebetulnya sudah berawal sejak sebelum Masehi. Tak heran, kita melihat lukisan jamur pada gua-gua kuno di Sahara, pahatan batu bangsa-bangsa Indian, dan pemakaian jamur para dukun-shaman- Siberia untuk mengantar perjalanan roh ke alam baka. Artinya, jamur sebagai alat mencapai transce atau kesurupan.
Memang ada juga jenis jamur perangsang halusinasi. Dukun-dukun Indian Aztec memakainya untuk melanglang buana ke dunia gaib. Setelah orang-orang Spanyol dan agama Katolik masuk, pada abad ke-15 dikeluarkan larangan mengkonsumsi jamur-jamur halusinogen. Sebelum itu, para dewa suku Aztec sering dilukiskan membawa jamur di tangan. Misalnya dewa Xochipili, pelindung orang-orang yang mabuk karena jamur.
Di tangan dewa itu tergambar antara lain jamur obat-obatan: Psilocybe mexicana dan Panaolus sphinctrinus, yang masih dikenali hingga sekarang. Setelah orang barat datang dan mulai beternak lembu, diperkenalkan pula jamur-jamur baru seperti Stopharia cubensis yang kini mudah dijumpai di mana-mana. Namun orang-orang Indian tetap mempercayai jamur lokal. Stopharia cubensis dianggap lebih rendah derajatnya lantaran bisa tumbuh dari kotoran sapi.
Demam jamur psikoaktif kembali merebak awal abad ke-20. Beberapa ritual dengan jamur ternyata berlangsung terus sampai 10 tahun setelah Perang Dunia II. Atas jasa ahli etnobotani, Richard Evan Schultes, dan dokter Plasius Paul Reko yang mengadakan ekspedisi ke Oaxaca, spesies Panaolus sphinctricus kembali dikumpulkan. Acara-acara ritual itu- velada-dilaporkan masih kerap terjadi. Akhirnya, demam jamur halusinogen dianggap bagian dari gerakan pencari ketenangan jiwa yang mewabah di kalangan menengah ke atas era 1960-an.
Jamurnya disebut psilocybe. Konon berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepala botak. Mungkin karena penampilannya mirip kepala gundul. Yang jelas ia mengandung zat-zat kimia psilocybin dan psilocin. Keduanya bersifat alkaloid atau mengandung nitrogen alami. Dalam jamur yang dikeringkan, zat-zat ini mampu bertahan ratusan tahun. Sekadar catatan, selama 1970-an, zat-zat alkaloid cenderung dilafalkan dengan akhiran ine seperti pada cocaine (kokain), caffeine (kafein) dan morphine (morfin).
Pasang-surut Budidaya Jamur

Senada dengan itu, ada juga jamur teh yang dikonsumsi sebagai perangsang makan dan diyakini berkhasiat obat. Pembuatannya melalui proses fermentasi dengan menggunakan teh manis. Jamur direndam selama dua hari sebelum diminum. Hasilnya bisa diduga, bukan hanya terjadi proses karbonisasi, tapi juga mengandung alkohol cukup tinggi. Menurut situs Gaya Hidup Halal, kadar alkoholnya bisa mencapai 5-8%.
Demam budidaya jamur pernah melanda Yogyakarta pertengahan 1980-an. Dr Nusjirwan, seorang ahli kimia, menyebarluaskan bibit jamur pada ibu-ibu, sehingga bisa ikut bercocok tanam di rumah dengan media sederhana seperti sabut kelapa, dedak beras, dan merang. Dengan membagikan bibit jamur secara murah, ahli kimia UGM itu pun mendapat penghargaan Ashoka sebagai pembaharu masyarakat.
Sampai kini resep bercocok tanam jamur tiram pun sudah menjadi pengetahuan umum. Dengan media serbuk gergaji, kapur, bekatul dan gips, penanaman jamur sudah dapat dimulai. Tantangan selanjutnya terletak pada kecermatan mengatur suhu, kelembapan, dan cahaya.
Dalam tempo 10 hari, bila semua komposisi tepat dan syarat-syarat udara mencukupi, kita sudah dapat panen jamur tiram. Tantangan berikutnya adalah memasyarakatkan konsumsi jamur dan memperkuat jaringan pemasaran. Satu tugas pernah dititipkan pada saya, bagaimana membuat masakan serba jamur. Pada 1988, restoran jamur pertama dibuka. Di sana hanya disajikan segala sesuatu yang terkait dengan jamur. Mulai dari sup jamur, pepes jamur, sate jamur, hingga kerupuk jamur.
Bisnis jamur ibarat memiliki bahasa tersendiri. Bila April 2003 kita mendapat kabar gembira tentang kejayaan ekspor jamur Indonesia ke Amerika, 2 bulan berikutnya muncul berita sedih dari Wonosobo. PT Dieng Djaya, produsen jamur champignon dilanda krisis dan nyaris merumahkan lebih dari 1.200 karyawannya (Kompas, 9 Juni 2003). Mengapa terancam bangkrut? Hanya ada satu jawaban: kinerja perusahaan memburuk, akibat (atau justru berakibat) krisis manajemen dan keuangan.
Dataran tinggi Dieng, memang terkenal sebagai penghasil jamur champignon sejak 1972. Apa daya, karena degradasi lingkungan, kemajuannya tak seperti yang didamba. Artinya, bisnis jamur-baik dimulai kecil-kecilan sebagai industri rumah tangga, maupun industri pengalengan yang padat modal dengan teknologi canggih-tidak serta merta mendatangkan kemakmuran.
informasi lengkap mengenai jamur

Pertanyaan kita sekarang, di mana dapat memperoleh informasi lengkap mengenai jamur? Bagaimana dan apa syarat-syarat sukses berbisnis jamur?
Mush World adalah portal paling populer untuk mendalami dunia jamur. Pengelolanya para ilmuwan dan pelaku bisnis jamur di Korea Selatan. Dalam waktu singkat, situs ini diakses lebih dari 100.000 klik dan memiliki 3.000 anggota dari 110 negara. Sayang, justru para pebisnis dan ilmuwan jamur Indonesia belum pernah unjuk informasi di sana.
Mush World memberikan layanan arsip maupun perencanaan kegiatan seputar jamur. Misalnya menyongsong kongres internasional jamur makanan dan obat-obatan ke-16 yang akan diadakan di Florida, AS, Maret 2004 mendatang. Situs itu menawarkan resep budidaya jamur paling mudah, seperti jamur tiram (oyster mushroom), hingga peta perdagangan ekspor-impor jamur di berbagai belahan dunia.
Kesimpulannya, bisnis jamur memerlukan kepekaan, keterbukaan, dan teristimewa kerendahan hati. Desain teknologi yang tepat sangat diperlukan dalam mengolah dan memperdagangkan jamur. Saya mendengar beberapa pabrik jamur sangat ketat mencegah karyawan mengkonsumsi hasil produksinya sendiri. Jadi, karena 100% dimaksudkan untuk ekspor, tak secuil pun boleh tercecer di dalam negeri. Kalau ada yang mencicipinya, langsung ditangkap polisi. Akibatnya, bila terjadi perubahan orientasi pasar, pabrik-pabrik demikian yang pertama kali gulung tikar.
Berdasarkan pengalaman di masa kecil, ada semacam keajaiban dalam kaitan jamur dan manusia. Ayah saya mengajarkan mantera, minimal seruan tertentu pada saat kita mencabut atau memanen jamur.