Penampilannya mirip granola, tapi sosoknya lebih kekar, padat, dan berukuran super. Superjohn, kentang andalan Kecamatan Modoinding Kabupaten Minahasa Selatan itu berproduksi 18-25 ton/ha, lebih tinggi dari rata-rata hasil panen kentang yang hanya 15-18 ton/ha.
Kentang yang diperkenalkan Dinas Pertanian dan Perkebunan Sulawesi Utara dalam arena Pameran Produksi Indonesia 2002 di Gelora Bung Karno, Jakarta itu kini banyak diincar konsumen. Malah, setidaknya 12.000 ton segar telah dipasarkan ke Filipina pada 2002.
Dalam 4 tahun terakhir Superjohn memang marak dikembangkan di sentra kentang Modoinding, Kabupaten Minahasa. “Dari sekitar 8.000 ha lahan kentang di sana, 5.000 ha diisi Superjohn,” papar Dr Ir Adolf Lucky Longdong MEd, wakil kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Sulawesi Utara.
Jones Kaseger, ketua Asosiasi Petani Kentang Industri Sulawesi Utara juga memastikan sebagian besar pekebun kini menggunakan varietas itu. “Ia ditanam oleh lebih dari 4.000 pekebun di kawasan agropolitan kentang Modoinding,” ungkap ketua Kelompok Tani Maju Bersama di Desa Pinasungkulan, Kecamatan Modoinding itu. Menurutnya, hanya 20-25% yang menanam jenis lain, seperti riverina, atlantik, dan carlena.
Tidak berlebihan jika Superjohn menarik minat pekebun. Sebab menurut Reiners Kuhu, salah satu pekebun, produktivitas Superjohn tergolong tinggi meski umur panen lebih panjang, mencapai 120 hari. Setiap tanaman menghasilkan 1-2 kg umbi. Sekitar 70% di antaranya berukuran super, 5-7 umbi/kg.
Mei lalu ia memanen 420 karung/ha setara 25 ton. Setiap karung berbobot 60 kg. “Itu tidak termasuk ukuran bibit di bawah 50 gram/umbi sebanyak 5-8 umbi/ tanaman,” tegasnya. Padahal, benih yang dipakai hanya hasil panen tanaman sebelumnya. Jika dihitung-hitung, benih telah lebih dari 14 generasi dipakai.

Izin Dari Dinas Pertanian dan Perkebunan
Menurut Lucky Longdong, sejak Superjohn ditemukan pada 1998,hampir tak ada lagi pekebun yang mendatangkan benih granola dari luar sentra. Semuanya memproduksi sendiri benih yang akan ditanam. Meski begitu, hampir tak terlihat degradasi kualitas dan kuantitas hasil panen.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Sulawesi Utara pun merestui penggunaan varietas itu. “Kenapa harus tanam kentang impor kalau ada varietas lokal berpotensi hasil tinggi?” papar Lucky Longdong. Produksi Superjohn tak kalah dengan varietas introduksi. Buktinya, produksi Superjohn tak pernah di bawah 20 ton. Padahal, “Benih telah dipakai turun-temurun sejak ditemukan 4 tahun lalu,” ujar Lucky, doktor Agriculture Extention dari University of Toronto, Kanada itu.
Karena keunggulan itu, Dinas Pertanian dan Perkebunan Sulut memasukkannya sebagai salah satu varietas rekomendasi untuk mendukung program Agropolitan Kentang 2003 yang dicanangkan pemerintah provinsi. Kentang salah satu dari 13 komoditas unggulan Sulut dalam program Gerakan Pengembangan Komoditas Unggulan Berbasis Agribisnis (Gerbang KUBA).
Agar kualitas benih tetap terjamin Balai Pengawasan Sertifikasi dan Produksi Benih (BPSPB) Provinsi Sulawesi Utara mengawasi produksi benih. Tak hanya itu, “Kami sedang melakukan identifikasi terhadap tanaman untuk menyusun deskripsi lengkap Superjohn,” papar Ir Hoyke Makarawung, kepala BPSPB Sulut. Jika deskripsi tanaman berbeda daripada varietas unggul yang telah ada, Superjohn akan diusulkan untuk dilepas sebagai varietas unggul.
Turunan granola?
Lucky memang tak menyangkal anggapan Superjohn klon unggul dari varietas granola yang tumbuh di Modoinding. Pasalnya, varietas itu pernah ditanam di daerah itu. Hanya saja, ia telah beradaptasi baik dengan kondisi lingkungan setempat. “Mungkin pula ia silangan alami antara granola dan varietas lokal yang ada di sana,” papar Lucky.
Adalah Joni, pekebun kentang di sana yang menemukan varietas itu. Ketika menanam kentang di lahannya, pekebun yang aktif berprofesi sebagai guru itu mendapati salah satu tanaman tumbuh sehat dan kekar hingga di atas 3 bulan. Padahal, tanaman lain mulai layu sejak umur 60-70 hari. Ketika dipanen, tanaman menghasilkan banyak umbi berukuran super. Bobot total di atas 2 kg.
Tertarik akan produktivitas tanaman, Joni lalu menanam kembali umbinya. Setelah dipanen pada usia 4 bulan, hasil produksi tetap tinggi dan persentase umbi besar di atas 70%. Dalam waktu singkat kabar kentang “unggul” temuan Joni tersebar. Penasaran terhadap produktivitas tanaman, beberapa pekebun lain tertarik mengembangkannya. Hasilnya, granola “lokal” itu kini menjadi varietas andalan. Sebagai ungkapan terima kasih kepada penemunya, kentang super baru itu pun dinamai Superjohn.
Batang Dibumbun, Benih Dituai

Benih kentang produksi petani terbukti cukup andal di Modoinding, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Kualitas kentang produksi pekebun di sana tetap prima meski benih dipakai diturunkan berulang-ulang sejak 4 tahun lalu. “Minimal benih telah mencapai F-14,” papar Jones Kaseger, pekebun di desa Pinasungkulan, Kecamatan Modoinding, Minahasa.
Benih yang dipakai di sana bukan umbi hasil sortiran kentang konsumsi. Pekebun pun tidak menanam di lahan khusus untuk produksi benih. “Dari tanaman konsumsi dapat dihasilkan benih tanpa mengurangi produksi kentang konsumsi,” ungkap Ir Hoyke Makarawung, kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Produksi Benih (BPSPB) Sulawesi Utara.
Teknik yang dipakai pekebun cukup sederhana. Saat mulai membentuk umbi di umur 21 hari, batang tanaman di atas permukaan bedengan dibumbun. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan pemupukan Urea dan KCI, masing-masing 200 kg dan 100 kg per ha. Dari batang itu nantinya muncul perakaran semu yang bakal berkembang menjadi umbi kecil, 25-50 gram. Umbi itulah yang dipakai sebagai benih. Setiap tanaman menghasilkan 5-8 umbi berpotensi benih. Sedangkan umbi di lingkungan perakaran sebenarnya tetap berkembang sebagai kentang konsumsi.
Teknik yang ditemukan Jones itulah yang diterapkan pekebun. “Empat tahun lalu pertanaman saya roboh terkena hujan. Untuk menyelamatkannya saya mencoba membumbun hingga batang,” ungkapnya. Ternyata setelah waktu panen, batang yang dibumbun menghasilkan umbi kecil. Karena ukurannya cocok untuk bibit, ia pun menanamnya. Hasilnya, tanaman tumbuh normal dan menghasilkan umbi berkualitas prima. Hingga saat ini semua pekebun melakukan hal serupa untuk memenuhi kebutuhan bibit sendiri.