Lima lou han Jawara di Tangan Sinatra Liman

Mentari baru saja memancarkan sinar lembut di ufuk timur. Seusai berolahraga ringan, Sinatra Liman menyambangi 3 akuarium di dekat garasi. Diketukkan pelan kaca bagian depan. Seekor perfect harmony berwarna cerah segera berenang mendekati. Begitu tangan Sinatra bergerak sang kelangenan mengikuti.

Puas bermain dengan lou han kesayangan, barulah pria perlente itu bersiap berangkat bekerja. Hari itu Mercy ungu mengkilap miliknya meluncur ke perkantoran di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Di sana sudah menanti setumpuk tugas sebagai Head of Land Purchasing Departmen Grup Pondok Indah yang mengurusi real estate dan properti itu.

Biasanya hanya beberapa jam ia di sana. Sisa waktu berikutnya dihabiskan untuk bertemu dengan klien di luar kantor. Besok, kelahiran Kudus 52 tahun silam itu mungkin sudah terbang ke Batam, Semarang, atau Bali. Maklum, setidaknya ada 5 bisnis lain yang juga membutuhkan perhatian. Tak heran 3 telepon genggam di tangan pun tak putus berdering.

Kesibukan luar biasa itu tak menyurutkan langkah Sinatra Liman untuk menekuni hobi memelihara lou han. Lihat saja 10 rajah cichlasoma ukuran jumbo yang ia koleksi. Itu bukan sembarang lou han. Mereka kerap menyabet gelar di berbagai ajang kontes.

Sebut saja cinhua perebut grand champion Piala Siliwangi di Bandung. Atau cencu merah bemongnong jumbo juara ke-1 Kapolri Cup di Semarang yang jadi favorit sang kapolri. Ada juga cinhua beijuluk perfect harmony jawara kontes di Plaza Gajahmada, Jakarta. Lou han berwarna merah cerah itu kesayangan Sinatra. Meski nongnong tidak terlalu besar, komposisi tubuh ideal sempurna.

Bersama para kesayangannya itulah Sinatra menghabiskan hari libur di rumah. Sekadar menikmati keindahan warna-warni sisik. Atau mengelus nongnong sang ikan sambil diajak bermain-main. Kalau sudah begitu hilanglah kepenatan selepas bekerja. Bila sedang jauh dari rumah pun ingin cepat kembali berkumpul dengan sang kelangenan.

perfect harmony
sinatra bersama perfect harmony kesayangannya

Hanya Mengoleksi ikan jawara

Gara-gara melihat sebuah tayangan televisi pada 2002 suami Betty Sinatra itu jatuh cinta pada si ikan keberuntungan. “Waktu itu disebut-sebut ia sedang ngetren di Malaysia. Namanya lou han,” kisah Sinatra. Meski kagum melihat warna-warni ikan bertato, ia belum tertarik memelihara. Maklum sudah ada koi dan arwana di rumah.

Ia akhirnya kepincut waktu melihat langsung di pusat perdagangan ikan hias di Jakarta Pusat. Dua cencu seukuran 12 cm jadi koleksi perdana. Dari sana mulailah Sinatra memburu lou han. Kerap kali saat didengar ada jenis baru yang hendak dijual, ia “menghilang” sebentar dari kantor. “Bisa pagi, saat makan siang, atau pas mau pulang. Tergantung waktu luang,” ujar ayah Joceline, Johannes, dan Jonathan Liman itu.

Hampir semua sentra penjualan dan gerai importir di tanah air disambangi. “Tapi ngga mesti selalu beli. Kalau begitu melihat ada perasaan serr...baru dilirik. Lalu diamati dulu kondisi mata, ekor, nongnong, bentuk tubuh, dan gaya berenang. Kalau cocok, baru dibeli,” lanjutnya.

Bila semula sekadar memiliki, lama kelamaan hanya lou han berkualitas calon jawara yang ia beli. Banyak ikan-ikan generasi awal yang akhirnya dihibahkan ke teman karena kalah bersaing dengan para pendatang baru. “Kalau sudah hobi saya memang tak mau tanggung-tanggung,” tutur penggemar fotografi itu. Di kediaman pribadi pun cuma ada rajah cichlasoma berukuran jumbo di atas 18 cm. Lou han-lou han berukuran mini dititipkan pada perawat khusus. Kelak ketika ikan sudah cukup besar dan bisa dinikmati keindahannya, baru diboyong pulang.

perfect harmony
sinatra bersama perfect harmony kesayangannya

Ke Malaysia

Demi mendapatkan lou han idaman Sinatra rela terbang ke Malaysia. Cinhua awara di Bandung dibeli dalam sebuah simeran di Penang pada 2002. Pun perfect Harmony kesayangan. Ia didapat setelah ?erjuangan selama 3 minggu merayu nobiis negeri jiran agar melepas sang ikan. Sinatra jatuh cinta pada pandangan rertama waktu melihat foto sang lou han falam sebuah majalah lokal. Setelah dilacak ternyata ikan idaman sudah jadi milik penggemar di Malaysia. Meski perlu merogoh kantung agak dalam akhirya *ajah cichlasoma itu jadi miliknya.

Kalau sekarang ia mengerem pembelian lou han bukan karena sudah bosan. Mencari ikan berkualitas sekarang mi bukan perkara gampang—bahkan di Malaysia sekalipun. Maklum nyaris seluruh lou han istimewa sudah hijrah ke tangan kolektor di Indonesia. Malah koleksi miliknya kini justru diincar para hobiis lain.

Pengorbanan berburu hingga ke negara asal lou han tak sia-sia. Semua koleksi Sinatra istimewa. Tak heran setiap kali turun kontes gelar juara acap digenggam. “Sampai-sampai sudah bosan menang terus,” kata pria yang hijrah ke Jakarta pada 1971 itu tanpa bermaksud menyombong.

Meski terbilang getol mengikuti kontes, tak semua ajang diikuti. Kesiapan ikan dan kondisi air saat lomba jadi pertimbangan. Untuk kontes di tempat jauh hanya ikan bermental istimewa yang dibawa. Sebelum ikan diturunkan pun seorang pegawai diutus untuk mengecek kualitas air. “Eman-eman (sayang, Red) kalau lou han mati karena stres atau sakit gara-gara ikut kontes. Jangan sampai nyesel deh," tutur pria yang hafal satu per satu sifat kelangenannya itu.

Kini di tangannya ada 5 grand champion di berbagai arena lomba. Sebagai kenang-kenangan ke-5 jawara itu diabadikan dalam sebuah lukisan cat minyak berukuran 2 m x 1,5 m yang baru selesai 2 bulan silam. Maklum sang kesayangan paling lama hanya bisa dinikmati 2—3 tahun sebelum akhirnya mati.

Sang pelukis butuh waktu 3 bulan sebelum Sinatra puas dengan hasil sekarang. Seniman yang sesama hobiis burung kicauan itu perlu berkali-kali memelototi para model supaya lukisan persis wujud asli. Setidaknya 3 kali pula lukisan itu dipoles ulang lantaran menurut Sinatra sifat ikan belum menjelma. Kecerewetan hobiis mobil mewah itu terbayar begitu karya seni itu tampil memuaskan.

Lebih baru Lebih lama