Sosoknya mirip rapi'ah yang banyak dikenal. Ciri khasnya ada garis pada buah yang membelahnya menjadi 2 bagian. Produktivitas aceh pelat, nama rambutan itu, 2—3 kali lipat lebih banyak daripada rapi'ah.
Musim rambutan baru saja berlalu. Meski bukan panen raya, buah menggunung di tepi jalan menunggu angkutan ke pasar. Yang paling banyak ditemui aceh lebak dan lebak bulus.
Ada juga binjai yang sedang naik daun. Meski jarang muncul, beberapa pedagang menjajakan simacan.
Silengkeng yang buruk rupa tapi sangat manis dan aceh kuning berambut kuning mulus juga tak ketinggalan. Pilihan lain, sinyonya yang enak di-’emut’ atau rapi’ah yang mahal harganya. Namun, di Bekasi dan Cileungsi aceh pelat yang sangat produktif-lah primadonanya.

Penampilan aceh pelat mirip rapi’ah. Ia punya ciri khas yang mudah dikenali, ada garis membelah bagian tengah buah. Makanya masyarakat Betawi menamainya ‘pelat’.
Rambut aceh pelat agak tebal dan pendek sehingga tidak mudah lusuh. Di bagian berpelat rambut hilang atau sangat pendek. Kulitnya agak tebal, tetapi mudah dikupas di bagian yang “gendut”, bukan di pelatnya. Terdengar bunyi “krrssk” yang nyaring, pertanda buah “garing”.
Permukaan daging buah terlihat “kencang” dengan tekstur kering yang memberi kesan renyah. Uniknya, pada daging buah terdapat lekuk akibat pelat pada kulit.
Buah hijau sudah terasa manis dan renyah, hanya daging buah masih tipis. Kulit biji yang kasar sama sekali tidak terbawa, sehingga terkesan seperti makan lengkeng.
Buah masak pohon berwarna merah jingga menyala berukuran cukup besar. Daging buah menjadi agak berair dan rasanya manis lekat (lengket di kerongkongan), bahkan kadang gigi sampai terasa ngilu.
Sayangnya, kulit biji jadi mudah lepas dan terbawa ke daging buah. Terlalu banyak memakannya bisa menimbulkan iritasi di kerongkongan dan sakit perut. Karena itu nikmatilah aceh pelat ketika kulit masih kuning-kehijauan.
[caption id="attachment_18512" align="aligncenter" width="300"]
penjaja rambutan aceh pelat[/caption]
Berbeda dengan rapi’ah yang kurang produktif, produktivitas aceh pelat tinggi. Pohon berumur 20-an tahun bisa panen hampir 2 kuintal atau 3 kali lipat produksi rapi’ah pada umur sama.
Produktivitas tinggi karena persentase buah-jadi (fruit-set) tinggi. Satu malai bunga menghasilkan 10—25 buah tersusun dalam tandan bercabang. Satu cabang dipadati 5—7 buah yang berhimpitan, sehingga buah menjadi agak kecil.
Ini “kesukaan” ulat penggerek buah. Ia bersarang di situ dan akhirnya masuk memakan daging buah.
Tahun ini telah diseleksi beberapa pohon induk berkarakter istimewa. Seperti berbuah lebat, ukuran buah besar, dan kadar gula tinggi walaupun buah masih hijau.
Namun, untuk sampai pada pelepasan varietas unggul nasional masih diperlukan pengamatan intensif karakter-karakter penunjang yang mempengaruhi produktivitas dan kualitas buah.
Apa daya, petani atau hobiis yarkg tergiur menanam bibit unggul aceh pelat harus menunggu beberapa tahun lagi. Sementara,silakan menikmati aceh pelat yang dijajakan di sepanjang jalan menuju Cileungsi.
Musim rambutan baru saja berlalu. Meski bukan panen raya, buah menggunung di tepi jalan menunggu angkutan ke pasar. Yang paling banyak ditemui aceh lebak dan lebak bulus.
Ada juga binjai yang sedang naik daun. Meski jarang muncul, beberapa pedagang menjajakan simacan.
Silengkeng yang buruk rupa tapi sangat manis dan aceh kuning berambut kuning mulus juga tak ketinggalan. Pilihan lain, sinyonya yang enak di-’emut’ atau rapi’ah yang mahal harganya. Namun, di Bekasi dan Cileungsi aceh pelat yang sangat produktif-lah primadonanya.

Aceh pelat Mirip rambutan rapi'ah
Penampilan aceh pelat mirip rapi’ah. Ia punya ciri khas yang mudah dikenali, ada garis membelah bagian tengah buah. Makanya masyarakat Betawi menamainya ‘pelat’.
Rambut aceh pelat agak tebal dan pendek sehingga tidak mudah lusuh. Di bagian berpelat rambut hilang atau sangat pendek. Kulitnya agak tebal, tetapi mudah dikupas di bagian yang “gendut”, bukan di pelatnya. Terdengar bunyi “krrssk” yang nyaring, pertanda buah “garing”.
Permukaan daging buah terlihat “kencang” dengan tekstur kering yang memberi kesan renyah. Uniknya, pada daging buah terdapat lekuk akibat pelat pada kulit.
Buah hijau sudah terasa manis dan renyah, hanya daging buah masih tipis. Kulit biji yang kasar sama sekali tidak terbawa, sehingga terkesan seperti makan lengkeng.
Buah masak pohon berwarna merah jingga menyala berukuran cukup besar. Daging buah menjadi agak berair dan rasanya manis lekat (lengket di kerongkongan), bahkan kadang gigi sampai terasa ngilu.
Sayangnya, kulit biji jadi mudah lepas dan terbawa ke daging buah. Terlalu banyak memakannya bisa menimbulkan iritasi di kerongkongan dan sakit perut. Karena itu nikmatilah aceh pelat ketika kulit masih kuning-kehijauan.
[caption id="attachment_18512" align="aligncenter" width="300"]

Termasuk buah unggulan
Berbeda dengan rapi’ah yang kurang produktif, produktivitas aceh pelat tinggi. Pohon berumur 20-an tahun bisa panen hampir 2 kuintal atau 3 kali lipat produksi rapi’ah pada umur sama.
Produktivitas tinggi karena persentase buah-jadi (fruit-set) tinggi. Satu malai bunga menghasilkan 10—25 buah tersusun dalam tandan bercabang. Satu cabang dipadati 5—7 buah yang berhimpitan, sehingga buah menjadi agak kecil.
Ini “kesukaan” ulat penggerek buah. Ia bersarang di situ dan akhirnya masuk memakan daging buah.
Tahun ini telah diseleksi beberapa pohon induk berkarakter istimewa. Seperti berbuah lebat, ukuran buah besar, dan kadar gula tinggi walaupun buah masih hijau.
Namun, untuk sampai pada pelepasan varietas unggul nasional masih diperlukan pengamatan intensif karakter-karakter penunjang yang mempengaruhi produktivitas dan kualitas buah.
Apa daya, petani atau hobiis yarkg tergiur menanam bibit unggul aceh pelat harus menunggu beberapa tahun lagi. Sementara,silakan menikmati aceh pelat yang dijajakan di sepanjang jalan menuju Cileungsi.