Setengah Pekan di Sarang Ranchu

Setengah Pekan di Sarang Ranchu

Lima tahun silam peternak ranchu Thailand harus belajar pembiakan dari Jepang. Indukan berkualitas didatangkan dari negeri leluhur ranchu. Kini buah jerih payah itu tampak nyata.

Ranchu bermutu keluaran negeri Siam itu mengisi pasar ikan hias di berbagai negara, termasuk Indonesia. Inilah penelusuran wartawan BudidayaTani, Karjono, selama 3,5 hari di farm-farm ranchu negeri jiran.

Bangkok pagi hari di akhir Juli. Udara tak seperti biasanya panas menyengat. Hari itu agak sejuk karena matahari tertutup awan. Sesekali di beberapa kota memang turun hujan, bahkan sampai menggenangi jalan-jalan protokol. Perjalanan kami semakin tersendat karena padatnya arus lalu lintas yang setiap hari menimbulkan kemacetan. All Japan Ranchu yang mestinya ditempuh 1 jam dari Bangkok Palace Hotel, tempat BudidayaTani menginap, molor menjadi 2 jam.

Kami datang agak terlambat. Namun, Anuchart Sutabhaha terlihat senang menerima kami. Dengan kedua tangan dirangkapkan di dada ia memberi salam, sembari membungkukkan tubuh. “Swasdi, krap, (selamat datang, red),” ujarnya seraya mempersilakan masuk. Dialah pemilik All Japan Ranchu Farm, orang nomor satu untuk urusan ranchu. Harap mafhum jabatan Ketua Club Ranchu Thailand dipegangnya.

Pasar Goldfish

Pasar Goldfish Terbesar di Thailand

Ada musimnya

Di Thailand, All Japan Ranchu begitu populer. Ranchu-ranchu hasil temakannya acap kali menyabet gelar juara. “Saya melakukan seleksi ketat, sehingga tidak banyak ranchu yang diproduksi,” ujar Anuchart. Tampak di pinggir kolam ranchu apkir ditempatkan di akuarium.

All Japan Ranchu bukan yang terbesar. Namun, untuk soal mutu tak perlu disanksikan. Kolam-kolam berderet rapi di samping rumah. Ada 43 kolam berbagai ukuran, mulai dari 1 m x 1 m hingga kolam massal 2 m x 10 m. Di kolam paling besar berisi ranchu siap jual ukuran 4-5 cm; indukan dan burayak menempati kolam 1 m x 1 m. Populasi setiap kolam 5-10 ekor.

Beberapa kolam tampak kosong. Pada Mei-Juli cuaca kurang mendukung. Fluktuasi suhu terlalu tinggi berdampak ikan sulit memijah. Kalau pun bisa, hasilnya sedikit dan banyak yang mati. Musim dingin, Oktober-Desember.

Sudah 11 tahun Anuchart beternak ranchu dan menjadikannya mata pencaharian utama. Ia mengaku senang menekuni pekerjaan itu karena selain mendatangkan uang, juga kepuasan. Dari penjualan ranchu rata-rata setiap bulan Rp40-juta masuk kantung. “Setiap bulan pendapatan tidak sama, tergantung banyak sedikitnya produksi,” ungkapnya.

Ranchu sudah bisa dijual ketika berumur 1,5 bulan, tapi sebagian besar pada umur 3-4 bulan, berukuran 5 cm. Anuchart mematok harga berdasarkan kualitas. Untuk yang berukuran 5 cm dan berkualias baik Rp200.000-Rp600.000/ ekor. Apkir dijual murah, Rp 20.000- Rp 100.000.

### Beternak ranchu Skala rumahan

Tak terasa, satu setengah jairi waktu berlalu di All Japan Ranchu. Peter Pipatjarat yang menemani BudidayaTani mengajak berkeliling ke farm lain. Kebetulan lokasi SB Farm, Show Ranchu, dan Pomthip Farm berdekatan dengan Ali Japan Ranchu. Malah SB Farm dan Show Ranchu sekompleks dengan All Japan Ranchu di Maneeya Village, Bangkok. Pomthip Farm di Wararak Village hanya memakan waktu 15 menit perjalanan.

Sama seperti farm sebelumnya, ketiga farm itu tidak besar. Wiyada, pemilik SB Farm hanya memanfaatkan halaman depan rumah yang sempit. Ada 13 bak beton 1 m x 1 m terlihat kurang terawat. Sebagian bak berisi 2-4 ranchu, sebagian lagi cuma seekor dan kosong. “Bapak sibuk di kantor, jadi kolam kurang terurus,” ucap kerabatnya, sambil mempersilakan BudidayaTani melihat-lihat kolam lebih dekat.

Berbeda dengan ranchu show, walau jumlah bak jauh lebih sedikit, hanya 7 buah, tapi terawat baik. Bak fiber 1 m x 1 m bercat biru ditempatkan di belakang rumah. Di dalam masing-masing bak 2-3 ranchu merah polos berenang ke sana-ke mari. “Saya baru 3 tahun mencoba beternak ranchu. Sebelumnya, sekadar hobi,” tutur Parus Boondumnem, si empunya ranchu.

Menurut Parus, ranchu usaha yang menjanjikan. Itu ia rasakan ketika ranchu yang dibeli seharga Rp500.000, lalu dibesarkan selama 2 bulan laku Rp2-juta. “Lusa, khun (tuan, red) Markus Ahadi dan khun Tony dari Indonesia akan datang ke sini lihat-lihat ranchu,” tambahnya. Markus Ahadi yang dimaksud adalah importir ranchu di Jakarta. Wajar jika Parus menargetkan lebih dari 100 rancu terjual setiap bulan.

Menurut Chalermchart, pemilik Pornthip Farm, keuntungan pembesaran minimal 20%. Pria 49 tahun itu memang spesialis membesarkan ranchu. Alasannya praktis, memijahkan sendiri persentase untuk mendapatkan yang berkualitas bagus sangat kecil. “Saya datangkan ranchu dari Jepang berbagai ukuran dan kualitas berharga Rp200.000-Rp8-juta/ekor,” tuturnya. Ranchu-ranchu itu dipelihara selama 2-3 bulan, atau lebih di bak-bak beton yang berderet rapi di samping kiri rumah. Di Pornthip Farm itulah keelokan ranchu terlihat. Ia lebih eksklusif dibanding ranchu cina yang biasa dilihat dari samping. Ranchu thailand mempunyai kepala lebih besar, tubuh kompak dan berotot, pola warna dinamis, serta ekor mengembang. Si kepala naga itu tampak seperti kapal selam yang tengah berlabuh jika dilongok dari atas.

### Ekspor ke Jepang

Anuchart utamakan kualitas

Ranchu lolos seleksi menghuni bak-bak pembesaran.

Di hari ke-2 giliran 24 K Goldfish Farm yang disambangi. Farm yang berlokasi di Phra Ram 3 Road, Bangphongphang, Yannawa, Bangkok, itu di sebut-sebut terbesar di Thailand. Luasnya 3.200 m2. Namun, tempat seluas itu tak hanya digunakan untuk pembesaran ranchu, melainkan beragam maskoki. “Ranchu hanya 10%,” ungkap Boonrak Chamchoengpichit.

Boonrak membesarkan ranchu dan maskoki jenis lain seperti tosa, mutiara, serta mata balon yang didatangkan dari Jepang semata untuk diekspor kembali ke Jepang, Amerika, dan Eropa. Amerika menyerap 40-50%, Eropa 20-30%, dan selebihnya Jepang. Kegiatan itu berlangsung sejak 4 tahun lalu. Lelaki, berbadan gempal itu menginvestasikan Rp3-miliar. Hasilnya kini bisa dinikmati dengan meraup omzef Rp850-juta per bulan.

Sayang, waktu BudidayaTani ke sana tidak tampak kesibukan berarti. “Belum musimnya, memelihara ranchu saat ini berisiko tinggi,” ujar Chaichana Chamchoengpichit, asisten manajer. Ranchu-ranchu berukuran 3-5 cm hanya mengisi separuh bak-bak beton yang berjumlah 128 buah. Bak-bak besar untuk membesarkan maskoki jenis lain pun kosong.

Pemandangan berbeda justru di Thaisuwan Inter 2000 Co. Ltd. Penyedia ranchu impor asal Jepang itu ramai dikunjungi hobiis. Ruang pamer nyaman dan ikannya berkualitas. “Kami mengutamakan kualitas bukan kuantitas,” ujar Nara t Suktinthai, managing director, setengah berpromosi.

Dua hari berkeliling puas melihat dari dekat farm-farm ranchu di Thailand. Beberapa hari berikutnya BudidayaTani masih mendatangi farm-farm lain dan pedagang. Ranchu tangkaran farm di Thailand sekualitas di Jepang. Itu berkat keberanian para peternak mendatangkan indukan dari negara moyangnya. Akhirnya penelusuran selama setengah pekan di sarang ranchu berbuah pertanyaan. Kenapa para peternak kita selalu ketinggalan?

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus