Panen Rezeki dari Jambu Biji Bangkok

Setiap tahun 60 ton jambu biji bangkok dituai dari 300 pohon berumur 7 tahun di tahan seluas 3.000 m2. Dengan harga Rp2.000 di kebun, Nurdin-sang pemilik memperoleh pendapatan Rp120-juta per tahun. Setelah dikurangi biaya operasional sekitar Rp24-juta ia masih mengantungi keuntungan Rp96-juta.

Keuntungan ayah 3 anak itu berlipat bila 50 pohon jambu batu berdaging merah sudah panen maksimal. Sekarang tanaman berumur 1 tahun itu baru menghasilkan 50 kg per pohon per tahun.

Dari panen setiap 3 hari pekebun di Jembatan tiga, Cilebut, Bogor, itu masih mengantungi tambahan Rp 12,5-juta per tahun.

Harga klutuk daging merah memang lebih mahal, di tingkat petani Rp5.000 per kg, bahkan Rp7.000-Rp8.000 saat pasokan seret.

Itulah yang dinikmati Suhandi. Pekebun khusus jambu klutuk merah itu menuai 150 kg setiap 2 bulan. Dengan harga Rp8.000 per kg pendapatan Rp1,2-juta per 2 bulan mengalir ke kocek pemilik 50 pohon itu.
jambu klutuk

Pemeliharaan ringan


Berkebun jambu batu memang mata pencaharian utama sebagian besar penduduk di Cilebut dan Bojonggede-2 sentra penanaman di Bogor. Kepemilikan per orang bervariasi 50-500 pohon. “Jambu batu menguntungkan, sekali tanam bisa panen terus-menerus sementara pemeliharaan ringan,” tutur Nurdin. Paling lama ia berhenti memanen 1 bulan dalam setahun.

Setiap tahun sulung dari 2 bersaudara itu hanya perlu menambah pupuk kandang 1 karung setara 30 kg per pohon setiap 3 bulan sekali. Harga pupuk kandang Rp4.000 per karung sudah diantar ke kebun.

Sehingga total biaya pemupukan untuk 300 pohon Rp4,8-juta. Petani jambu batu sejak 15 tahun lalu itu enggan menggunakan pupuk kimia. Alasannya, “Tanaman memang cepat berbuah tetapi mudah mati karena terlalu diforsir untuk berproduksi.”

Serangan lalat buah yang kerap jadi masalah diatasi dengan menyemprotkan Decis dan Dursban secara periodik. Untuk itu ia mesti merogoh kocek Rp 1-juta per tahun.

Biaya terbesar justru untuk membungkus buah yang mencapai Rp 18-juta. Toh, setiap tahun Nurdin masih mengantungi keuntungan Rp96-juta.

Itu dari hasil penjualan 60 ton jambu batu kepada pengepul seharga Rp2.000 per kg. Nilai penjualan lebih tinggi, Rp3.000 per kg, diterima saat memasok langsung pasar swalayan. Sayang, sejak 2 tahun lalu pengiriman terhenti lantaran pria separuh baya itu tak sanggup memasok kontinu.

Lantaran menguntungkan Muhammad tetap mempertahankan 20-an pohon jambu klutuk daging putih di sekeliling rumah di Pabuaran, Citayam. “Dulu daerah ini sentra jambu, tapi sekarang banyak lahan beralih menjadi perumahan,” katanya. Saat panen raya setiap 2 hari ia bisa menyetor 100 buah ke pasar buah Citayam.

Harga diterima Rp500 per butir dengan kualitas beragam. Artinya, tambahan penghasilan Rp750.000 per bulan masuk ke kantung pengojek itu. Beberapa tetangganya pun mulai menanam kembali pohon jambu klutuk merah lantaran harganya paling tinggi di antara jenis lain.
Pemeliharaan yang minim

Dikejar pembeli


Pemasaran tak jadi masalah. Setiap minggu seorang pengepul mendatangi kebun Nurdin. Ia tak perlu repot-repot memanen lantaran si pembeli membawa tenaga kerja sendiri. Memasarkan langsung ke pasar buah Citayam pun bisa dilakoni. “Ngga susah kok, malah kita yang dikejar-kejar pembeli,” kata Muhammad.

Citayam salah satu pasar jambu di Bogor. Di sana berkumpul pengepul yang memasok para pedagang di Jakarta dan sekitarnya. Beberapa pedagang asal berbagai pasar, seperti Senen, Mayestik, Glodok, dan Blok M-semua di Jakarta-datang langsung.

Mamad, pengepul asal Citayam, setiap hari membutuhkan 6 koli jambu klutuk merah dan putih setara 3-3,6 kuintal. Itu diperoleh dari pekebun langganan di daerah Citayam, Bojonggede, dan Pondokterong, Depok, yang datang bergantian setiap hari. Jambu biji merah dibeli Rp6.000-Rp6.500 per kg; putih, Rp4.000-Rp4.500.

Jambu disetor kepada Sayuti di Pasarminggu, Jakarta Selatan pemasok beberapa pasar swalayan dengan mengutip keuntungan Rp 1.000-Rp3.000 per kg. “Itu karena saya masih harus menanggung biaya transportasi,” kata pria yang hijrah dari Tanjungbarat, Jakarta Selatan.

Menjelang Idul Fitri dan Idul Adha permintaannya meningkat 2 kali lipat. Itu untuk persediaan lantaran pekebun berhenti menyetor, sementara pasokan ke pasar swalayan harus kontinu.

Pasar olahan juga terbuka. Dua kali sebulan Mamad memasok 3-3,5 kuintal jambu klutuk merah pada sebuah pabrik pengolahan. Jambu untuk jus itu laku Rp8.500 per kg. Nurdin rutin mengirim 4 kuintal jambu bangkok asal pekebun mitra di Ciapus, Bogor, untuk produsen manisan di Jelambar, Jakarta Barat. Sayang kegiatan sejak 5 tahun terakhir itu dihentikan sementara karena pabrik berhenti beroperasi setelah musibah banjir besar melanda Jakarta awal 2002.

Jambu Bangkok Asal Medan


Jambu batu bangkok yang masuk ke Jakarta dari Medan merupakan pesaing utama pasokan asal sentra di Bogor. Penampilan fisiknya memang lebih menarik, kulit putih bersih, mulus, dan berukuran besar. Sayang rasanya kurang manis ketimbang jambu biji asal Cilebut atau Bojonggede. Toh, pasar tetap menerima.

Buktinya setiap hari 1-1,5 ton jambu biji bangkok asal Medan masuk ke gudang penyimpanan Marhasan di Tanjungbarat, Jakarta Selatan. “Saya lebih suka mengambil dari Medan karena produksi (di sana, red) banyak. Kalau dari seputaran Cilebut, Bojonggede, dan Citayam mencari 1 ton saja susah,” kata pria yang akrab disapa Bang Acan itu.

Setelah disortir buah siap dibawa oleh para pemasok ke beberapa pasar swalayan di Jakarta. Harga jambu diterima dari pengepul asal Medan Rp2.900 per kg. Dijual kepada pemasok Rp3.600, sampai di pasar swalayan Rp4.000-Rp4.250.

Belakangan Acan memasarkan jambu klutuk daging merah. “Pembeli langganan meminta barang karena banyak yang cari untuk obat demam berdarah,” tuturnya. Lantaran itu pula kini ia mulai mengebunkan jambu klutuk merah di kawasan Depok.

Sebuah perusahaan besar di Lampung Tengah pun berani mengembangkan jambu bangkok hingga 175 ha. Setengah dari hasil produksi diolah sendiri menjadi koktail. Sisanya dipasarkan segar melalui beberapa pasar swalayan di Jakarta.
Lebih baru Lebih lama