Hadapi White Spot Tebar Vannamei

Gara-gara serangan white spot banyak tambak di Lampung Selatan, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat nyaris tak beroperasi lagi. Keterpurukan ribuan tambak terjadi pula di Sulawesi Selatan pada Januari 2003. Kerugian yang ditimbulkan mencapai miliaran rupiah.

Namun, kini suara kincir sayup-sayup terdengar lagi begitu memasuki lokasi-lokasi tambak di sana. Petak-petak tambak berukuran 100 m x 50 m sudah tidak lagi kering. Sekitar 90% petambak sudah kembali menebar benur. Yang dipilih benur vannamei. Anggota crustaceae itu lebih tahan white spot. “Pada tingkatan serangan yang sama, vannamei masih mampu bergerak, sementara windu menemui ajal,” ucap Murdjani.

Vannamei sebetulnya pernah dicoba di Jawa Timur pada 1999. Petambak sudah merasakan manisnya panen si bongkok putih itu. Hasilnya jauh lebih baik dibanding ketika menebar windu. Meski demikian untuk mendapatkan hasil optimal perlu diketahui seluk-beluk budidayanya.

Daerah pantai


[caption id="attachment_798" align="alignleft" width="366"]Kincir air tambak Kincir air mutlak diperlukan untuk meningkatkan DO[/caption]

Lokasi sangat penting untuk keberhasilan budidaya vannamei. Udang itu cocok diusahakan di daerah pantai dengan fluktuasi air pasang-surut sekitar 2 sampai 3 meter. Pilih tanah liat berpasir dengan green-belt berupa hutan mangrove di antara lokasi tambak dan pantai. Sumber air tawar dengan debit besar perlu ada sebagai campuran air. Vannamei tumbuh optimal pada salinitas 15 sampai 20 ppt.

Konstruksi tambak vannamei sama seperti windu. Namun, disarankan petak berbentuk bujur sangkar berkedalaman 150 sampai 180 cm. Saluran air masuk (inlet) dibuat terpisah dari saluran keluar (outlet). Kemiringan dasar tambak dirancang 5 sampai 10% ke arah outlet. Kincir air dipasang sedemikian rupa sehingga kotoran dan sisa pakan terkumpul di saluran pembuangan.

Petambak perlu cermat memilih benur. Benur vannamei yang dipakai minimal berumur post larva 10. Ia lebih adaptif dengan lingkungan. Benur boleh berasal dari induk impor F1 atau F2. Kedua jenis benur itu dapat tumbuh baik di tambak. Kendati benur yang berasal dari F2 terjadi penurunan kualitas. Itu disinyalir karena inbreeding.

Benur yang baik bertubuh transparan, tingkat keseragaman ukuran 80%, aktif bergerak, dan hepatopankreas terlihat jelas. Jika benur dimasukkan ke dalam baskom kecil dan air baskom diputar, benur akan berenang melawan arah arus air. Yang penting lagi benur lulus uji virus melalui PCR. Benih saat ditebar segera menyelam ke dasar petakan. Selang 10 sampai 15 hari mereka tampak berenang beriringan.

Benur dapat ditebar dengan kepadatan tinggi melampaui windu, 100 sampai 125 ekor/ m2. Itu disebabkan vannamei mampu memanfaatkan badan atau kolom air pada petak tambak. Berbeda dengan windu yang hanya mengandalkan dasar tambak. Dengan begitu produktivitas tambak lebih tinggi.

Frekuensi Pemberian pakan 4 sampai 6 kali


yang tepat sangat mendukung pertumbuhan udang. Pakan diberikan sejak benur ditebar. Ukuran pelet disesuaikan besar udang. Tujuannya menghindari kekurangan pakan (underfeeding) atau kelebihan pakan (overfeeding). Kekurangan pakan menyebabkan anggota crustaceae itu lambat tumbuh, ukuran tidak seragam, dan keropos. Sebaliknya, kelebihan pakan berakibat kualitas air turun. Contoh post larva ukuran 30 sampai 40 perlu diberi sebanyak 400 sampai 500 g/100.000 benur/hari.

Frekuensi pemberian pakan 4 sampai 6 kali/ hari. Waktu pemberian pukul 04.00,08.00, 12.00, 16.00,20.00, dan 24.00. Pada saat pemberian pakan, kincir air perlu dimatikan sesaat untuk menghindari terbawanya pelet oleh arus air.

Selain pakan, kualitas air perlu diperhatikan. Kualitas air yang baik mendukung udang tumbuh optimal. Jika diabaikan, perubahan kualitas air menyebabkan udang stres. Sebab itu beberapa parameter kualitas air wajib dipantau seperti suhu 24 sampai 32°C, salinitas 15 sampai 20 ppt, pH 7 sampai 8,5, dan kandungan oksigen terlarut (DO) 0,08 ppm.

Pada suhu kurang dari 25°C pada Juni sampai Agustus, udang kurang aktif mencari pakan. Jika itu terjadi segera kurangi pemberian pakan agar terhindar overfeeding. Untuk meningkatkan ketahanan tubuh udang dapat ditambahkan atraktan seperti minyak ikan dan minyak cumi. Termasuk imunostimulan seperti vitamin C dan peptidoglikan.

Kandungan oksigen terlarut (DO) berpengaruh terhadap metabolisme. Pada malam hari DO menukik tajam, tapi diusahakan tidak kurang dari 3 ppm. Tanda-tanda air kekurangan DO, udang berenang di permukaan air atau bergerombol di inlet tambak. Pemakaian kincir merupakan salah satu cara pemecahan masalah DO rendah. Idealnya lahan seluas 0,25 hektar perlu 4 sampai 6 unit kincir air.

Masa panen 3,5 Bulan


Berbagai penyakit yang bersumber pada kualitas air dapat menyerang vannamei. Jumlah bakteri Vibrio patogen seyogyanya selalu terpantau untuk mencegah timbulnya vibriosis. Demikian pula virus, menjadi ancaman serius. Ia dapat menyebabkan kematian massal dalam waktu singkat.

Beberapa virus yang perlu diwaspadai adalah WSSV (White Spot Syndrome Virus), TSV (Taura Syndrome Virus), dan IHHNV (Infectious Hypodermal Hematopoetic Necrosis Virus). WSSV dan TSV dapat menyebabkan kematian udang. Serangan TSV ditandai bintik merah dan hitam di ekor. Virus IHHNV menyebabkan kelainan tubuh udang (Runt Deformity Syndrome, RDS) seperti udang kerdil dan bentuk punggung tidak sempurna.

Panen vannamei dapat dilakukan setelah 3,5 bulan tebar. Untuk size 70 bisa dicapai 70 hari. Size 66 ketika berumur 90 hari dengan SR (Survival Rate) 75 sampai 90% dan FCR (Feed Convertion Ratio) 1,1 sampai 1,4. Produktivitas rata-rata vannamai per ha mencapai 15 sampai 20 ton. Yang menarik persentase daging vannamei mencapai 66 sampai 68%, lebih tinggi dibanding windu yang hanya 62%. (Ir Rubiyanto W Haliman, MBA, PT Tirtamutiara Makmur di Sitobondo)

 

Parameter Kualitas Air untuk Budidaya Vannamei





























































Parameter


Fisika:


Metode/alat ujiWaktu ujiAngka referensi
* SuhuTermometerPagi & sore26 30°C
* pHpH-meter, kertas pHPagi & sore7,5 8,5
* SalinitasRefraktometerPagi & sore15 30 ppt
* Oksigen terlarutDO-meter02.00 05.00> 3ppm
* Kecerahan KimiaSeicchi diskSiang/sore< 30 cm
* NitritTest-kit

Siang/sore,


2 3 hari sekali


< 0,1 ppm
* FosfatTest-kitSiang/sore, seminggu sekali1 3 ppm
* AlkalinitasTitrasi asam-basaSiang/sore,> 150ppm

 



Sánchez-Paz, Arturo. “White Spot Syndrome Virus: an Overview on an Emergent Concern.” Veterinary Research, EDP Sciences, 2010, www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2855118/.
Lebih baru Lebih lama