Di Sini Pengusir Tikus, di Mancanegara Dibuat parfum

Di dalam negeri, potensi rumput vetiver alias akar wangi belum sepenuhnya tergarap. Rumput tahunan itu kerap dimanfaatkan sebagai pengusir tikus atau ular, pencegah erosi, dan pakan ternak. Di mancanegara konsumen malah memperebutkan sulingan akar wangi.

Tidak berlebihan memang. Sebab, ia multikhasiat lantaran beragam industri membutuhkannya. Antara lain sebagai campuran membuat detergen,kosmetika, parfum, permen,pembasmi serangga, sabun, bahkan pakan ternak. Bila diurai, semakin panjang daftar manfaat akar wangi. Sementara ia tak dapat digantikan dengan bahan sintetis.

Dalam industri wewangian,minyak akar wangi berfungsi sebagai afixativ. Ia mengikat bahan parfum semacam minyak kenanga agar tidak cepat menguap. Sayangnya, jarang industri parfum dalam negeri yang memanfaatkannya. Itulah salah satu penyebab industri parfum kita tertinggal ketimbang Eropa.

Konsumen terbesar akar wangi adalah Amerika Serikat. Negara Paman Sam mengimpor 19,677 kg dengan nilai US$1.423.000 pada 1996. Setahun kemudian, impornya menurun menjadi 12.000 kg senilai US$766.000. Pemasok terbesar atsiri akar wangi adalah Haiti. Republik seluas 27.750 km2 di Laut Karibia itu menggenggam 68% pasar Amerika Serikat. Pangsa pasarnya masih menganga. Menurut International Trade Center kebutuhan dunia akan akar wangi 120 ton per tahun.

Indonesia menguntit di belakangnya walau wilayahnya lebih luas ketimbang Haiti. Padahal akar wangi dapat tumbuh di berbagai jenis tanah di dataran rendah hingga ketinggian 900 m dpi. Yang kandungan aluminiumnya tinggi sekalipun, bukan masalah. Tanaman yang diperbanyak dengan pemisahan anakan ini juga tahan banting. Tumbuh di suhu dingin atau panas, bukan masalah.

Pertumbuhan Tergantung cuaca


Walau gampang ditanam, tanaman bernama Latin Andropogon zizanioides dulu Vetiveria zizanioides itu agak rewel disuling. Sebab, "Kualitas minyak atsiri asal akar wangi juga dipengaruhi bahan sulingan," tutur Direktur Utama PT Sarana Bela Nusantara, T.R. Manurung. Curah hujan yang tinggi menyebabkan mutu bahan baku rendah. "Akibatnya harga pun anjlok," tutur Manurung kepada Trubus.

Di pasar dunia, minyak nilam Indonesia terdepan. Impor patchouli alias minyak nilam AS 77% dipasok Indonesia. Pada 1996 total imporn . a 302.992 kg senilai US$4.889.00 j. Setahun kemudian, volume dan nilai impor AS kian merambr Masing-masing 332.839 kg dar US$17.241.000. Masa depan nilam jelas sukar dibilang buram. Sebab . tak dapat disubstitusi dengan bahan sintetis.

Andalan ekspor


[caption id="attachment_924" align="aligncenter" width="445"]akar wangi super Daunnya bisa dimanfaatkan[/caption]

Selain patchouli, minyak cengkih juga jadi andalan ekspor. Produksi minyak cengkih Indonesia sempat turun saat tataniaga komoditas itu dipegang Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih. Ketika itu ribuan pohon cengkih di lahan 212.000 ha harus dimusnahkan. Konon lantaran produksinya berlebihan. "Kalau saja pekebun jeli, daunnya juga dapat dijadikan minyak atsiri," ujar Manajer Perdagangan PT Djasula Wangi, Mulyono.

Saat ini bahkan Djasula Wangi mengimpor daun cengkih dari Madagaskar. "Kadar eugenolnya lebih tinggi daripada daun cengkih dalam negeri," tutur Mulyono. Rata-rata kadar eugenol daun cengkih Madagaskar 82%. Karena itu minyaknya lebih murah Rp27.000,00/kg. Sedangkan daun cengkih kita cuma 76%. Selisih Rp3.000,00 ketimbang harga domestik.

Minyak atsiri masih berpeluang bagus pada masa mendatang. "Terutama akar wangi, cengkih, cendana, dan sereh wangi," kata Manurung. Industri penyedap yang terus tumbuh juga menyerap minyak atsiri. Sebab, konsumen kian meminati makanan alami.

Salah satu yang berpeluang dalam tren tersebut adalah minyak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia). Importir di Eropa sudah memesan dari PT Djasula Wangi. Jumlah yang diminta 300 kg sekali pengiriman. Harga daun jeruk yang telah dikeringanginkan Rp25.000,00 per kilo. "Menurut dugaan saya, itu bukan untuk disuling tapi untuk flavor," tutur Mulyono.
Lebih baru Lebih lama