Kriiing. ..kriing..dering telepon di atas meja kayu ruang tamu mengema nyaring sore itu. Tak lama berselang terdengar percakapan singkat, "Ya nanti saya siapkan, lusa bisa diangkut." Berbekal buku kecil, ember, dan jala, kakinya bergegas melangkah menyusuri jalan setapak menuju kolam.
Tujuannya memastikan jumlah kolam yang dipanen untuk memenuhi permintaan 4,5 ton.
Keesokan hari aktivitas Yanuar demikian nama pria itu dimulai sejak pukul 06.00 pagi. Ditemani 4 karyawan ia ikut turun bedol petak alias panen kolam.
Sebuah mesin penyedot 5 PK menggerung nyaring membuang air di petak seluas 400 m2. Saat tinggi air tinggal 30 cm panen lele mulai dilakukan. Ketika air habis, lele sudah terangkat semua.
Hasil panen kemudian disortir sebelum dipanggul memakai jerigen ke tempat penimbangan 200 m dari kolam. Kegiatan itu terus berlangsung dari satu petak ke petak lain sampai pesanan terpenuhi.
Menjelang tengah hari, sebuah colt pick-up berplat Bandung sudah menanti. Beberapa jerigen plastik berisi lele yang sudah ditimbang segera dituang ke atas bak mobil beralas terpal yang diberi air sebelumnya.
Saat mobil pengangkut itu beranjak pergi ke Bandung, tangan suami Darsini yang bercemong lumpur itu meraih secangkir kopi yang tersaji. "Ini mah belum selesai, masih harus kontrol ke petak lain lagi," ucapnya sambil menghembuskan kepulan asap rokok.
Ia menyudahi kegiatan hari itu ketika matahari terbenam. Rutinitas ini hampir berlangsung setiap hari tidak mengenal libur. Saking sibuknya, "Nggak ada waktu untuk rekreasi keluarga," tuturnya.
[caption id="attachment_1938" align="aligncenter" width="489"]
Hektaran kolam lele milik mayarakat[/caption]
Permintaan lele yang terus mengalir memang tidak mampu dipenuhi oleh 5 hektar lahan sewa miliknya. Untuk pelanggan tetap saja 4,5 ton lele/minggu harus dilayani. Itu belum pasokan 1,5 ton lele/hari untuk memenuhi order dari Tasikmalaya, Cirebon, dan Indramayu.
Agar pasokan lancar ia bermitra. "Sekarang total lahan mencapai 23 hektar dan pasokan selalu terjamin," jelas ayah Walimah dan Sukmawan itu. Jabatan ketua kelompok Mina Asih kini melekat lebih karena ia menguasai budidaya dan pasar lele. Tugasnya bertambah lagi karena harus mengurusi kebutuhan anggota dan mengontrol lahan petani mitra.
Yanuar hanya mengambil untung bersih Rp75 sampai Rp100/kg dari penjualan petani mitra. Keuntungan itu masih ditambah Rp200/kg dari harga lele yang dilepas ke pedagang. Jika sepekan ia memasarkan 14 ton setidaknya Rp3.850.000 masuk koceknya. Sebanyak Rp 1.050.000 dari plasma dan Rp2.850.000 dari pedagang.
Keuntungan itu tidak seberapa dengan resiko yang ditanggung. Pasalnya, bila ada petani mitra berhenti ia wajib meneruskan pengelolaan kolam. Begitu pula bila harga pasaran jatuh, ia harus menanggung selisih harga. Oleh karena itu pada 1999 ia pernah rugi Rp18-juta akibat stok petani mitra melimpah dan tidak terjual.
[caption id="attachment_1939" align="aligncenter" width="506"]
pemanenan dan penyortiran lele[/caption]
Bagi Yanuar mengusahakan lele hanya kebetulan belaka saja. Pada 2003 jeratan utang sebesar Rp15-juta karena usaha kerupuk udang menjadi biang keladi.
Derita bertambah karena selalu dicari penagih utang dan menerima cibiran tetangga. Sebuah gubuk dengan kolam kecil di pojok desa menjadi tempat pelarian. "Sekedar menghilangkan rasa penat, 19 ekor lele dipelihara," kenang pria ayah 3 anak itu.
Setahun berlalu jumlah lelenya masih tetap saja. Ia mencoba memijahkan, sayang upayanya selalu gagal. Saking kesal pria asli Indramayu itu mencoba peruntungan mendatangkan pakar pemijahan dari Jatibarang. "Dibayar Rp300.000 dengan mencicil untuk mijahin 3 pasang lele, eh nggak berhasil juga," ucap mantan pelayan toko kue itu. Namun sekelumit cara yang ditularkan sang pakar itu kemudian ditekuninya.
Dua tahun kemudian, 2 kolam ukuran 3 x 4 m dibuat menandai keberhasilannya memijahkan lele. Sejak 1985 bisnis bibit lelenya mulai maju. Dari 2 bak berkembang sampai 47 bak. Bahkan semua utang terlunasi hanya dalam tempo 1,5 tahun. Tetangga yang dahulu mencibir malah mulai ikut-ikutan berguru pada Yanuar.
Tidak puas dengan bisnis benih, Budidaya Pembesaran Ikan Lele pun dilirik. Pasalnya biaya pakan praktis nol karena banyak limbah ikan untuk kerupuk yang bisa dimanfaatkan. "Tapi sejak 2 tahun belakangan ini limbah sulit didapat sehingga pakan pabrik dilirik menjadi alternatif," tutur Yanuar.
Kini kerja keras Yanuar membangun bisnis lele itu berbuah manis. Selain menjadi lokasi proyek percontohan lele oleh Dinas Perikanan Kabupaten Indramayu, kelompok tani yang dipimpinnya meraih juara 2 lomba kelompok tani agribisnis bidang perikanan Propinsi Jawa Barat pada 2020
Tujuannya memastikan jumlah kolam yang dipanen untuk memenuhi permintaan 4,5 ton.
Keesokan hari aktivitas Yanuar demikian nama pria itu dimulai sejak pukul 06.00 pagi. Ditemani 4 karyawan ia ikut turun bedol petak alias panen kolam.
Sebuah mesin penyedot 5 PK menggerung nyaring membuang air di petak seluas 400 m2. Saat tinggi air tinggal 30 cm panen lele mulai dilakukan. Ketika air habis, lele sudah terangkat semua.
Hasil panen kemudian disortir sebelum dipanggul memakai jerigen ke tempat penimbangan 200 m dari kolam. Kegiatan itu terus berlangsung dari satu petak ke petak lain sampai pesanan terpenuhi.
Menjelang tengah hari, sebuah colt pick-up berplat Bandung sudah menanti. Beberapa jerigen plastik berisi lele yang sudah ditimbang segera dituang ke atas bak mobil beralas terpal yang diberi air sebelumnya.
Saat mobil pengangkut itu beranjak pergi ke Bandung, tangan suami Darsini yang bercemong lumpur itu meraih secangkir kopi yang tersaji. "Ini mah belum selesai, masih harus kontrol ke petak lain lagi," ucapnya sambil menghembuskan kepulan asap rokok.
Ia menyudahi kegiatan hari itu ketika matahari terbenam. Rutinitas ini hampir berlangsung setiap hari tidak mengenal libur. Saking sibuknya, "Nggak ada waktu untuk rekreasi keluarga," tuturnya.
Kolam lele seluas 23 hektar
[caption id="attachment_1938" align="aligncenter" width="489"]

Permintaan lele yang terus mengalir memang tidak mampu dipenuhi oleh 5 hektar lahan sewa miliknya. Untuk pelanggan tetap saja 4,5 ton lele/minggu harus dilayani. Itu belum pasokan 1,5 ton lele/hari untuk memenuhi order dari Tasikmalaya, Cirebon, dan Indramayu.
Agar pasokan lancar ia bermitra. "Sekarang total lahan mencapai 23 hektar dan pasokan selalu terjamin," jelas ayah Walimah dan Sukmawan itu. Jabatan ketua kelompok Mina Asih kini melekat lebih karena ia menguasai budidaya dan pasar lele. Tugasnya bertambah lagi karena harus mengurusi kebutuhan anggota dan mengontrol lahan petani mitra.
Yanuar hanya mengambil untung bersih Rp75 sampai Rp100/kg dari penjualan petani mitra. Keuntungan itu masih ditambah Rp200/kg dari harga lele yang dilepas ke pedagang. Jika sepekan ia memasarkan 14 ton setidaknya Rp3.850.000 masuk koceknya. Sebanyak Rp 1.050.000 dari plasma dan Rp2.850.000 dari pedagang.
Keuntungan itu tidak seberapa dengan resiko yang ditanggung. Pasalnya, bila ada petani mitra berhenti ia wajib meneruskan pengelolaan kolam. Begitu pula bila harga pasaran jatuh, ia harus menanggung selisih harga. Oleh karena itu pada 1999 ia pernah rugi Rp18-juta akibat stok petani mitra melimpah dan tidak terjual.
Ternak lele Akibat terjerat Lilitan utang
[caption id="attachment_1939" align="aligncenter" width="506"]

Bagi Yanuar mengusahakan lele hanya kebetulan belaka saja. Pada 2003 jeratan utang sebesar Rp15-juta karena usaha kerupuk udang menjadi biang keladi.
Derita bertambah karena selalu dicari penagih utang dan menerima cibiran tetangga. Sebuah gubuk dengan kolam kecil di pojok desa menjadi tempat pelarian. "Sekedar menghilangkan rasa penat, 19 ekor lele dipelihara," kenang pria ayah 3 anak itu.
Setahun berlalu jumlah lelenya masih tetap saja. Ia mencoba memijahkan, sayang upayanya selalu gagal. Saking kesal pria asli Indramayu itu mencoba peruntungan mendatangkan pakar pemijahan dari Jatibarang. "Dibayar Rp300.000 dengan mencicil untuk mijahin 3 pasang lele, eh nggak berhasil juga," ucap mantan pelayan toko kue itu. Namun sekelumit cara yang ditularkan sang pakar itu kemudian ditekuninya.
Dua tahun kemudian, 2 kolam ukuran 3 x 4 m dibuat menandai keberhasilannya memijahkan lele. Sejak 1985 bisnis bibit lelenya mulai maju. Dari 2 bak berkembang sampai 47 bak. Bahkan semua utang terlunasi hanya dalam tempo 1,5 tahun. Tetangga yang dahulu mencibir malah mulai ikut-ikutan berguru pada Yanuar.
Tidak puas dengan bisnis benih, Budidaya Pembesaran Ikan Lele pun dilirik. Pasalnya biaya pakan praktis nol karena banyak limbah ikan untuk kerupuk yang bisa dimanfaatkan. "Tapi sejak 2 tahun belakangan ini limbah sulit didapat sehingga pakan pabrik dilirik menjadi alternatif," tutur Yanuar.
Kini kerja keras Yanuar membangun bisnis lele itu berbuah manis. Selain menjadi lokasi proyek percontohan lele oleh Dinas Perikanan Kabupaten Indramayu, kelompok tani yang dipimpinnya meraih juara 2 lomba kelompok tani agribisnis bidang perikanan Propinsi Jawa Barat pada 2020