Perbanyakan Entuyut (Nepenthes) Lewat Kultur Jaringan


Mereka tinggal di kota-kota yang dilindungi bangunan mirip gelembung udara raksasa. Maklum kalau langsung bersentuhan dengan atmosfer Mars, tubuh bisa melepuh. Mirip dengan itu, bibit nepenthes hasil perbanyakan kultur jaringan pun perlu diadaptasikan dulu. Itu agar kantong semar selamat menjadi tanaman dewasa.

Hari itu kesibukan terlihat kentara di halaman samping kediaman M Apriza Suska di Bogor. Alumnus Fakultas Pertanian Intitut Pertanian Bogor itu sibuk menyobek berpuluh bungkusan plastik.

Dengan cekatan, tangan pria yang pernah memperdalam ilmu pertanian di Amerika Serikat itu memisahkan satu per satu anakan nepenthes di dalam kantong. Kemudian dengan cepat, jemarinya membuat lubang di tengah-tengah pot-pot berdiameter 3 sampai 4 inci.

Bles, anakan entuyut sampai nama nepenthes di Kalimantan Barat sampai pun dimasukkan di tengah-tengah pot. Pot-pot yang sudah terisi tanaman lantas disimpan di tempat teduh.

Begitulah cara Apriza memperlakukan anakan nepenthes hasil perbanyakan kultur jaringan. Tanaman-tanaman muda itu tidak langsung ditanam di tempat terbuka.

Nepenthes diletakkan di bawah naungan shading net dan plastik UV agar tidak terkena sinar matahari langsung. Kalau tidak, daun bisa terbakar. Alih-alih tumbuh membesar, entuyut malah mati.

Penanganan selama pengangkutan pun istimewa. Anakan-anakan nepenthes dikemas dalam plastik tertutup rapat. Lalu disimpan dalam styrofoam. Anakan yang lebih besar diselimuti sphagnum moss dan plastik pada bagian akar.

Itu untuk menjaga kelembapan akar. Dengan begitu, anakan tahan simpan 2 minggu sebelum dipotkan. Setelah dikemas rapi dalam plastik, anakan nepenthes disusun dalam boks tertutup  rapat. Selama penyimpanan tidak boleh terkena sinar matahari.

“Bila ada sinar matahari, otomatis tanaman melakukan proses fotosintesis. Bila nantinya ketersediaan oksigen lebih banyak daripada karbondioksida, tanaman lemas karena tak bisa napas,” ujar Apriza.

Waktu memindahkan dari kemasan ke pot pun perlu dilakukan lebih hati-hati. Misal, waktu menanam tanaman tidak boleh ditekan. Media yang digunakan pun tanpa pupuk. “Ibarat bayi, anakan nepenthes belum perlu banyak makanan,” kata Apriza. Nah, supaya anakan nepenthes asal kultur jaringan selamat, inilah tahapan mengepotkan ala Apriza.

Kurangi stres

Pertama, siapkan pot berbagai ukuran sebagai wadah tumbuh nepenthes. Untuk anakan kecil sampai kira-kira setinggi 4 sampai 5 cm gunakan pot berdiameter 3 sampai 4 inci. Sedangkan anakan lebih besar, pakai pot berdiameter 10 inci.

Isi pot dengan media berupa campuran cocopeat dan arang sekam dengan komposisi 1:1. Sebelum ditanami, siram media hingga basah. Tujuannya agar media dalm kondisi lembap. “Itu untuk mengurangi stres,” papar Apriza.

Sembari itu, keluarkan anakan dari plastik kemasan. Plastik yang membebat moss pelindung akar pada anakan lebih besar dibuang dengan cara digunting atau disayat pisau. Tanaman siap ditanam.

Cara menanam, lubangi bagian tengah media menggunakan jari hingga nyaris mencapai dasar pot. Lalu benamkan tanaman perlahan. Kemudian siram hingga daun dan media basah. Penyiraman berikutnya dilakukan sesering mungkin. Menurut Apriza, nepenthes lebih suka kelebihan air daripada kekeringan.

Pada cuaca hujan, penyiraman 2 kali sehari. Saat kemarau, frekuensi lebih sering. “Lima menit sekali pun ngga masalah,” kata pria yang kerap keluar-masuk hutan melakukan eksplorasi nepenthes itu. Tujuan penyiraman agar kelembapan mencapai 70% sampai kondisi diinginkan kantong semar.

Minggu kedua frekuensi penyiraman dikurangi hingga tinggal 1/10 sampai 1/2. Angka itu tergantung media yang digunakan, cuaca, dan jenis nepenthes yang ditanam. Bila media berupa cocopeat dan sekam bakar, kurangi hingga %.

Kalau yang digunakan sphagnum moss kurangi hingga 1/8. Sedangkan bila yang dipakai pasir, cukup kurangi ‘A-nya. Frekunesi penyiraman dikurangi untuk merangsang pertumbuhan akar. “Kalau lembap terus, akar sulit muncul,” lanjut Apriza. Frekuensi penyiraman selanjutnya stabil.

Sungkup

Agar anakan cepat dewasa, Apriza menyemprotkan campuran pupuk KNO3, CaNO3, dan MKP dengan perbandingan 1:2:0,5. Encerkan 1 gram campuran pupuk itu ke dalam 1 liter air. Frekuensi pemberian 1 minggu sekali. Pemupukan itu mesti dibarengi dengan penyiraman rutin. Maklum akar periuk kera tidak suka terkena pupuk lama-lama.

Pupuk yang terserap pun paling hanya 20%. “Makanya sisa pupuk di media harus dicuci dengan cara penyiraman rutin,” papar Apriza. Buat hobiis yang tidak telaten, pria berkaca mata itu menganjurkan penggunaan pupuk lambat urai dengan dosis 1 butir per inci diameter pot. Pemupukan dilakukan pada sore hari agar reaksi pupuk tidak membuat daun terbakar.

Selama aklimatisasi, letakkan pot-pot berisi anakan nepenthes di bawah naungan plastik UV 30% dan shading net 70%. Masa adaptasi pada tanaman hasil kultur jaringan berlangsung sekitar 6 minggu.

Penangkar lain biasanya melakukan penyungkupan agar kelembapan di sekitar tanaman tinggi. Maklum sebelumnya anakan “hidup” dalam botol dengan kelembapan 100%. Bila cara itu yang dilakukan, tanaman tidak perlu disiram selama disungkup.

Setelah tanaman beradaptasi dengan lingkungan baru, shading net dilepas. Itu supaya entuyut mendapat cukup cahaya matahari agar kantong cepat keluar.

[gallery link=”file” size=”medium” ids=”2144,2145,2146,2148,2147,2149”]

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus