Seorang pekebun di Cisereh, Jonggol, Bogor, hanya bisa mengelus dada. Ia mesti merelakan 70 pohon durian berumur 7 tahun mati lantaran kekeringan akibat kemarau panjang pada 2017. Sungai kecil di dekat kebun yang selama ini jadi andalan untuk menyiram kering kerontang. Impian mendulang rupiah dari panen mendatang pun sirna.
Nun di Cianjur sana Bernard Sadhani menebangi ratusan pohon di kebun seluas 5 ha. Saat membeli bibit ia memesan monthong. Setelah berbuah baru ketahuan jenisnya bermacam-macam. Nasib serupa dialami Soewarso Pawaka, pekebun di Bogor.
Sepertiga dari 300 tanaman ditebang akibat sembarang memilih bibit. Salah memilih lokasi dan bibit kerap jadi batu sandungan para pekebun senior. Maklum saja saat memulai pengetahuan mereka tentang berkebun durian sama sekali nol. Agar tak bernasib sama ada baiknya calon-calon pekebun baru belajar dari pengalaman mereka.
[caption id="attachment_1335" align="aligncenter" width="390"]
Lokasi lahan Yang cukup kering bukan menjadi masalah[/caption]
Memilih lokasi tepat salah satu kunci sukses berkebun durian. Keberadaan pohon lokal bisa jadi patokan. Menurut Umar, pekebun di Lampung, itu pertanda lokasi cocok untuk durian. Wajar jika banyak kebun baru bermunculan di sekitar Jonggol yang terkenal sebagai sentra durian lokal.
Pertimbangan lain, "Pilih lokasi kering tetapi mudah mendapatkan air," ujar Moh. Reza Tirtawinata, MS. Daerah dengan curah hujan tinggi seperti Bogor bukan prioritas Jonggol masih memungkinkan karena lebih jarang hujan. Semakin panjang kemarau di suatu lokasi semakin bagus.
"Yang dicari dari daerah kering sebenarnya intensitas cahaya matahari," tutur Ir Midian Simanjuntak, MBA, pekebun di Cariu, Jonggol. Kekurangan sinar matahari salah satu penyebab durian tidak matang dan rasa kurang manis.
Subang dan Karawang di Jawa Barat, sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta Nusa Tenggara layak jadi pilihan. "Asal air tersedia," Reza menegaskan. Durian butuh perawatan intensif terutama pengairan saat masih muda. "Waktu itu perakaran belum menyebar sehingga harus dibantu penyiraman," kata H. Ramin, penangkar bibit di Bogor.
Jenis tanah di lokasi kebun pun perlu diperhatikan. Durian lebih cocok ditanam pada tanah berporositas tinggi seperti tanah merah. Penanaman pada jenis tanah itu menghasilkan buah lebih manis. Drainase juga harus baik karena durian tidak tahan tergenang.
Agar tak mengalami kerugian seperti Bernard atau Suwarso, pekebun pemula mesti hati-hati membeli bibit. Pilihlah penangkar yang sudah dikenal dan bisa dipercaya. Kalau perlu, cari yang berani memberi jaminan kalau sampai salah bibit.
Namun, solusi terbaik pekebun membibitkan sendiri. Ini bisa dilakukan kalau pekebun sudah memiliki pohon induk terpilih. "Untuk batang bawah lokal sembarang jenis tapi adaptif dengan kondisi kebun," kata Midian. Baru disambung dengan monthong atau jenis lain yang diinginkan.
Menggunakan bibit besar pun tak menjamin pertumbuhan lebih bagus. Bibit setinggi 2 m dalam tong di kebun Lai Dji Fu di Jonggol pertumbuhannya tertinggal dari yang 1 m. Tanaman terlalu besar sehingga akar sudah melingkar dan tidak efektif menyerap unsur hara. Padahal, "Bibit setinggi 60 sampai 70 cm sudah siap tanam," ujar H. Ramin.
Belakangan banyak yang memesan bibit 80 sampai 100 cm ke kebunnya. Alasannya bibit lebih tahan penyakit, perakaran sudah kuat, dan berbuah lebih cepat. Reza pernah menanam bibit setinggi 40 cm lantaran yang di atas 60 cm sulit didapat. Tanaman bisa tumbuh bagus tapi harus ada pekerjaan ekstra, misal kala panas bibit butuh naungan.
[caption id="attachment_1336" align="aligncenter" width="495"]
Berikan peneduh/perlindungan terhadap panas[/caption]
Persiapan maksimal toh belum menjamin sukses. Pekebun masih harus "bertarung" dengan alam. Kendala iklim seperti angin kencang, kemarau panjang, atau hujan deras kerap menghantui. Puluhan pohon di kebun Bernard Sadhani tumbang dihantam angin kencang pada akhir 2020. Padahal pohon-pohon itu sarat buah siap panen.
Angin kencang yang bertiup dari Selat Sunda jadi masalah di kebun Darwono Adjisurya di Pandeglang. Untuk meminimalkan kerusakan pensiunan Pertamina itu memilih jarak tanam rapat. Reza mengingatkan arah angin perlu pertimbangan saat memilih lokasi.
Midian Simanjuntak gagal menyelamatkan 1.000 bibit yang baru ditanam saat kemarau panjang 1997. Sumber air sama sekali surut. Hujan pun jadi bencana tatkala turun di saat durian mulai berbunga. Begitu bunga rontok alamat tak ada panen. Dari 630 hepe milik Mushadi di Jonggol tahun ini hanya 15 pohon berbuah. Kalau sudah begitu tak ada yang bisa dilakukan pekebun untuk mengatasi. Mereka hanya bisa berharap tahun depan alam lebih bersahabat. (Evy Syariefa/Peliput: Syah Angkasa dan Nyuwan SB)
Nun di Cianjur sana Bernard Sadhani menebangi ratusan pohon di kebun seluas 5 ha. Saat membeli bibit ia memesan monthong. Setelah berbuah baru ketahuan jenisnya bermacam-macam. Nasib serupa dialami Soewarso Pawaka, pekebun di Bogor.
Sepertiga dari 300 tanaman ditebang akibat sembarang memilih bibit. Salah memilih lokasi dan bibit kerap jadi batu sandungan para pekebun senior. Maklum saja saat memulai pengetahuan mereka tentang berkebun durian sama sekali nol. Agar tak bernasib sama ada baiknya calon-calon pekebun baru belajar dari pengalaman mereka.
Makin kering makin bagus
[caption id="attachment_1335" align="aligncenter" width="390"]

Memilih lokasi tepat salah satu kunci sukses berkebun durian. Keberadaan pohon lokal bisa jadi patokan. Menurut Umar, pekebun di Lampung, itu pertanda lokasi cocok untuk durian. Wajar jika banyak kebun baru bermunculan di sekitar Jonggol yang terkenal sebagai sentra durian lokal.
Pertimbangan lain, "Pilih lokasi kering tetapi mudah mendapatkan air," ujar Moh. Reza Tirtawinata, MS. Daerah dengan curah hujan tinggi seperti Bogor bukan prioritas Jonggol masih memungkinkan karena lebih jarang hujan. Semakin panjang kemarau di suatu lokasi semakin bagus.
"Yang dicari dari daerah kering sebenarnya intensitas cahaya matahari," tutur Ir Midian Simanjuntak, MBA, pekebun di Cariu, Jonggol. Kekurangan sinar matahari salah satu penyebab durian tidak matang dan rasa kurang manis.
Subang dan Karawang di Jawa Barat, sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta Nusa Tenggara layak jadi pilihan. "Asal air tersedia," Reza menegaskan. Durian butuh perawatan intensif terutama pengairan saat masih muda. "Waktu itu perakaran belum menyebar sehingga harus dibantu penyiraman," kata H. Ramin, penangkar bibit di Bogor.
Jenis tanah di lokasi kebun pun perlu diperhatikan. Durian lebih cocok ditanam pada tanah berporositas tinggi seperti tanah merah. Penanaman pada jenis tanah itu menghasilkan buah lebih manis. Drainase juga harus baik karena durian tidak tahan tergenang.
Pembibitan dilakukan sendiri

Namun, solusi terbaik pekebun membibitkan sendiri. Ini bisa dilakukan kalau pekebun sudah memiliki pohon induk terpilih. "Untuk batang bawah lokal sembarang jenis tapi adaptif dengan kondisi kebun," kata Midian. Baru disambung dengan monthong atau jenis lain yang diinginkan.
Menggunakan bibit besar pun tak menjamin pertumbuhan lebih bagus. Bibit setinggi 2 m dalam tong di kebun Lai Dji Fu di Jonggol pertumbuhannya tertinggal dari yang 1 m. Tanaman terlalu besar sehingga akar sudah melingkar dan tidak efektif menyerap unsur hara. Padahal, "Bibit setinggi 60 sampai 70 cm sudah siap tanam," ujar H. Ramin.
Belakangan banyak yang memesan bibit 80 sampai 100 cm ke kebunnya. Alasannya bibit lebih tahan penyakit, perakaran sudah kuat, dan berbuah lebih cepat. Reza pernah menanam bibit setinggi 40 cm lantaran yang di atas 60 cm sulit didapat. Tanaman bisa tumbuh bagus tapi harus ada pekerjaan ekstra, misal kala panas bibit butuh naungan.
Sering Kendala iklim
[caption id="attachment_1336" align="aligncenter" width="495"]

Persiapan maksimal toh belum menjamin sukses. Pekebun masih harus "bertarung" dengan alam. Kendala iklim seperti angin kencang, kemarau panjang, atau hujan deras kerap menghantui. Puluhan pohon di kebun Bernard Sadhani tumbang dihantam angin kencang pada akhir 2020. Padahal pohon-pohon itu sarat buah siap panen.
Angin kencang yang bertiup dari Selat Sunda jadi masalah di kebun Darwono Adjisurya di Pandeglang. Untuk meminimalkan kerusakan pensiunan Pertamina itu memilih jarak tanam rapat. Reza mengingatkan arah angin perlu pertimbangan saat memilih lokasi.
Midian Simanjuntak gagal menyelamatkan 1.000 bibit yang baru ditanam saat kemarau panjang 1997. Sumber air sama sekali surut. Hujan pun jadi bencana tatkala turun di saat durian mulai berbunga. Begitu bunga rontok alamat tak ada panen. Dari 630 hepe milik Mushadi di Jonggol tahun ini hanya 15 pohon berbuah. Kalau sudah begitu tak ada yang bisa dilakukan pekebun untuk mengatasi. Mereka hanya bisa berharap tahun depan alam lebih bersahabat. (Evy Syariefa/Peliput: Syah Angkasa dan Nyuwan SB)