Penyiraman salah satu titik krusial bagi pekebun kentang. Wildan Mustofa, pekebun yang mengelola 60 ha di Pengalengan, Bandung, memanfaatkan mata nosel 12 mm. Sprinkler itu mampu menyemburkan air hingga radius 25 m. Sejak pukul 08.00 sampai 18.00 ia sanggup menyiram 15 ha. Cara yang efisien dan hemat.
Tanaman kentang berumur 1 bulan itu menghampar. Tangan Amir dan Hasan cekatan, membentangkan pipa PVC 32 m mengikuti baris tanaman. Setelah itu 2 sprinkler bemosel 12 mm setinggi 60 cm dipasang di tengah dan ujung pipa PVC. Ujung pipa yang lain dihubungkan dengan pipa induk. Pipa yang tertanam horizontal dalam tanah sebagai jalan bagi pasokan air. Sumber air diambil dari mata air yang berjarak 10 km.
Semenit kemudian air menyembur secara otomatis begitu keran sprinkler dibuka. Kegiatan bongkar-pasang itu hanya butuh waktu 10 menit. Dengan tekanan 3 bar, setiap sprinkler mampu menyemburkan air dengan radius 25 m. Setelah 1 jam, instalasi itu dibongkar dan dipindahkan 40 km dari tempat semula. Begitu seterusnya. Repot? Tidak juga. Buktinya setiap hari kedua karyawan itu mampu menyiram 15 ha.
“Penyiraman dengan sprinkler bemosel 12 mm lebih merata dan efisien,” ujar Wildan Mustofa, pemilik kebun seluas 60 ha itu. Ia bisa membandingkan karena menggunakan mini sprinkler sejak 5 tahun lalu. Sumber air berasal dari mata air dan selokan kecil. Uniknya-Wildan tidak menggunakan pompa untuk menyedot air. Ia memanfaatkan tekanan gravitasi alam.
Waktu Kami mendekat ke mata air, berjarak 10 km dari kebun, tidak ada pompa di sana. Yang tampak hanya onggokan ijuk berwarna hitam. Setelah disibak tampak pipa PVC panjang membujur. Pipa itu berlubang ditutupi ijuk, kerikil, dan tanah. Tujuannya agar air yang mengalir bersih. Dari sana air mengalir ke pipa-pipa induk.
Setiap 40 m dipasang jalur induk. Jalur itu sengaja dibuat di pinggir lahan supaya tidak terkena cangkul. Dari jalur induk dipasang pipa sekunder bongkar-pasang sebagai jalan air menuju tanaman. Jika hendak menyiram tinggal membuka keran jalur induk dan sprinkler.
Ukuran mata nosel pada sprinkler disesuaikan dengan umur tanaman. Saat pembenihan hingga tanaman berumur 1 bulan gunakan nosel berukuran 12 mm. Bulan berikutnya hingga panen diganti nosel berukuran 14 mm. Namun, saat musim kemarau gunakan mata nosel yang lebih besar, 16 mm. Lebih besar dari itu tanaman bisa rebah.
Sprinkler bernosel besar bisanya digunakan untuk penyiraman tanaman sawit seperti diterapkan di Australia. Ukuran mata nosel mencapai 30 mm. Wajar, karena sosok tanaman itu besar. Cara itu yang diadopsi Wildan untuk penyiraman kentang. Namun, tidak serta-merta model itu diterapkan. Selama 3 bulan alumnus Institut Pertanian Bogor itu memodifikasi alat hingga lebih praktis.
Harga kepraktisan itu harus dibayar mahal. Untuk memasang instalasi pengairan baru, ayah 4 anak itu menghabiskan dana lebih dari Rp200-juta. Biaya terbesar pada pemasangan pipa, mencapai 60% dari total biaya. Tahun berikutnya biaya rutin bulanan untuk mengganti keran, pipa, dan mata nosel sebesar Rp 10-juta. Toh, dengan harga jual kentang Rp4.000/kg dan panen 30 ton/ha per musim, selama 4 tahun modal yang dikeluarkannya kembali. Selain itu ia bisa menekan biaya tenaga kerja hingga Rp 1,5-juta/bulan; biasanya Rp5-juta.
Menggunakan nosel bermata besar tak lantas luput dari batu sandungan. Kendala yang kerap dihadapi adalah masuknya kerikil atau ranting kecil ke nosel. Dampaknya diameter mata yang terbuat dari plastik gampang membesar. Oleh karena itu setiap bulan sekali mata nosel harus diganti. Nosel dari kuningan awet, 2 sampai 3 tahun, tapi mudah berkarat karena air di sana mengandung belerang.
“Biaya mengganti mata nosel lebih murah ketimbang mengganti saringan,” ujar anak ke empat dari 14 bersaudara itu. Harga mata nosel sekitar Rp 1-juta. Lebih murah ketimbang mengganti saringan pipa yang mencapai Rp5-juta.
24 jam
Kini Wildan tidak lagi membersihkan dan memperbaiki saringan pipa dan mata nosel. Lima tahun lalu ketika menggunakan mata nosel 5 mm ia dan 10 karyawannya harus memeriksa mata nosel dan saringan. Keduanya acap tersumbat kerikil, pasir, dan ranting. Padahal mini sprinkler yang dipasang jumlahnya banyak. Maklum, setiap 4 tanaman di pasang 1 mini sprinkler.
Atau tengah malam di saat orang lain terlelap ia harus memeriksa pompa, karena kerap mati akibat kehabisan bahan bakar atau membeku. Celakanya baru siang hari pompa bisa berfungsi kembali. Idealnya pompa itu bekerja minimal 15 jam per hari. Sedangkan nosel berdiameter 12 mm dapat bekerja 24 jam.
Tanaman kentang berumur 1 bulan itu menghampar. Tangan Amir dan Hasan cekatan, membentangkan pipa PVC 32 m mengikuti baris tanaman. Setelah itu 2 sprinkler bemosel 12 mm setinggi 60 cm dipasang di tengah dan ujung pipa PVC. Ujung pipa yang lain dihubungkan dengan pipa induk. Pipa yang tertanam horizontal dalam tanah sebagai jalan bagi pasokan air. Sumber air diambil dari mata air yang berjarak 10 km.
Semenit kemudian air menyembur secara otomatis begitu keran sprinkler dibuka. Kegiatan bongkar-pasang itu hanya butuh waktu 10 menit. Dengan tekanan 3 bar, setiap sprinkler mampu menyemburkan air dengan radius 25 m. Setelah 1 jam, instalasi itu dibongkar dan dipindahkan 40 km dari tempat semula. Begitu seterusnya. Repot? Tidak juga. Buktinya setiap hari kedua karyawan itu mampu menyiram 15 ha.
“Penyiraman dengan sprinkler bemosel 12 mm lebih merata dan efisien,” ujar Wildan Mustofa, pemilik kebun seluas 60 ha itu. Ia bisa membandingkan karena menggunakan mini sprinkler sejak 5 tahun lalu. Sumber air berasal dari mata air dan selokan kecil. Uniknya-Wildan tidak menggunakan pompa untuk menyedot air. Ia memanfaatkan tekanan gravitasi alam.
Proses Penyiraman menjadi lebih Praktis

Setiap 40 m dipasang jalur induk. Jalur itu sengaja dibuat di pinggir lahan supaya tidak terkena cangkul. Dari jalur induk dipasang pipa sekunder bongkar-pasang sebagai jalan air menuju tanaman. Jika hendak menyiram tinggal membuka keran jalur induk dan sprinkler.
Ukuran mata nosel pada sprinkler disesuaikan dengan umur tanaman. Saat pembenihan hingga tanaman berumur 1 bulan gunakan nosel berukuran 12 mm. Bulan berikutnya hingga panen diganti nosel berukuran 14 mm. Namun, saat musim kemarau gunakan mata nosel yang lebih besar, 16 mm. Lebih besar dari itu tanaman bisa rebah.
Sprinkler bernosel besar bisanya digunakan untuk penyiraman tanaman sawit seperti diterapkan di Australia. Ukuran mata nosel mencapai 30 mm. Wajar, karena sosok tanaman itu besar. Cara itu yang diadopsi Wildan untuk penyiraman kentang. Namun, tidak serta-merta model itu diterapkan. Selama 3 bulan alumnus Institut Pertanian Bogor itu memodifikasi alat hingga lebih praktis.
Biaya instalasi pengairan baru

Menggunakan nosel bermata besar tak lantas luput dari batu sandungan. Kendala yang kerap dihadapi adalah masuknya kerikil atau ranting kecil ke nosel. Dampaknya diameter mata yang terbuat dari plastik gampang membesar. Oleh karena itu setiap bulan sekali mata nosel harus diganti. Nosel dari kuningan awet, 2 sampai 3 tahun, tapi mudah berkarat karena air di sana mengandung belerang.
“Biaya mengganti mata nosel lebih murah ketimbang mengganti saringan,” ujar anak ke empat dari 14 bersaudara itu. Harga mata nosel sekitar Rp 1-juta. Lebih murah ketimbang mengganti saringan pipa yang mencapai Rp5-juta.
24 jam
Kini Wildan tidak lagi membersihkan dan memperbaiki saringan pipa dan mata nosel. Lima tahun lalu ketika menggunakan mata nosel 5 mm ia dan 10 karyawannya harus memeriksa mata nosel dan saringan. Keduanya acap tersumbat kerikil, pasir, dan ranting. Padahal mini sprinkler yang dipasang jumlahnya banyak. Maklum, setiap 4 tanaman di pasang 1 mini sprinkler.
Atau tengah malam di saat orang lain terlelap ia harus memeriksa pompa, karena kerap mati akibat kehabisan bahan bakar atau membeku. Celakanya baru siang hari pompa bisa berfungsi kembali. Idealnya pompa itu bekerja minimal 15 jam per hari. Sedangkan nosel berdiameter 12 mm dapat bekerja 24 jam.