Pemandangan menakjubkan terbentang di depan mata saat Kami berkunjung ke kebun itu. Dengan percabangan membentang jauh, deretan pohon durian sarat buah seakan ramah menyapa.
Didukung keteraturan jarak tanam dan perawatan intensif, suasana kebun itu benar-benar menarik dipandang mata. Selama 2 jam tak bosan Kami menyusurinya.
Menyusuri kebun durian di kaki Genting Highland itu sungguh mengasyikkan. Udara terasa sejuk di antara pohon rindang. Saat Kami tiba di lokasi Jumat siang itu, kebun tampak lengang. Maklum, seluruh pekerja sedang menjalankan ibadah sholat Jumat.
Meski begitu, siapa pun yang berkunjung ke sana pasti berdecak kagum. Bayangkan saja, ratusan pohon setinggi lebih dari 10 m berbaris rapi. Meski percabangan tumbuh melebar dengan bentangan 5 m, tak satu pun saling bersinggungan.
Saat berkunjung akhir September, puluhan buah bergelantungan hampir di setiap cabang. Dari sudut mana pun dipandang, kebun tetap memancarkan kesan cantik. Rumput-rumput yang dibiarkan tumbuh di bawah pepohonan memberi warna lain di kebun itu.
Setiap tahun minimal 50.000 buah durian keluar dari kebun itu. Tak heran jika kebun seluas 3 ha itu menjadi salah satu mesin pencetak ringgit bagi Azis Mohammad Nur, pemiliknya. Dari hasil panen, setiap tahun sedikitnya 250.000 ringgit mengalir ke kantungnya.
Kebun itu terletak di Kampung Sentosa, Batangkah, Bukit Tamu, Genting Highland, Malaysia. Tak sulit menemukan lokasi berjarak sekitar 80 km dari Kualalumpur itu. Dengan kendaraan pribadi dapat ditempuh dalam waktu 1 jam 15 menit.
Di sana memang cocok untuk durian. Berada pada ketinggian sekitar 300 m dpi,curah hujan 1.500 sampai 2.000 m dpi, dan jenis tanah podsolik merah kuning. Topografi lahan berbukit membuat sistem drainase berjalan baik.
Pasar terbentang menjadi alasan Azis mengebunkan durian sejak 1984. “Ketika itu Kementerian Pertanian sedang menggalakkan penanaman durian untuk pasar ekspor,” tutur pria 52 tahun itu. Apalagi kala itu kebun pesaing belum banyak di sana. Tiga hektar lahan miliknya langsung disulap jadi kebun durian komersial.
[caption id="attachment_3424" align="aligncenter" width="545"]
D99 ditanam sebagai penunjang[/caption]
Ia pun tak sembarangan memilih jenis yang ditanam. Hanya durian-durian terbaik saja yang dipesan. Varietas D24 kegemaran konsumen menjadi andalan. Dari populasi sekitar 300 pohon, D24 mendominasi 60% di antaranya. Sisanya diisi D99, D101, D10, D168, D2, dan monthong.
Menurut Azis, meski hanya berbobot 1,2 sampai 1,6 kg/buah, harga D24 paling tinggi di pasaran. Per kilo mencapai RM 12 atau setara Rp27.000. Jenis lain paling banter hanya 7 sampai 8 ringgit. Meski begitu, semua tetap ditanam. Maklum, D24 butuh pollen durian unggul lain agar berbuah karena tidak bisa menyerbuki sendiri. Lagipula jenis lain pun cukup laku di pasar.
Tak sulit bagi Azis mendapatkan klon-klon unggul itu. Malaysian of Agriculture Research and Development Institute (MARDI) tempat ia bekerja gudangnya durian-durian unggul itu. Dari sana pula beragam teknologi budidaya terbaik diserapnya.
Sosok tanaman di kebun Azis sama saja dengan durian lokal Indonesia. Kecuali monthong yang bertajuk kompak, jenis lain bertajuk lebar dengan percabangan menyebar ke berbagai arah. Pohon-pohon itu pun tumbuh menjulang, mencapai 15 m. Namun, secara umum tampak jelas kebun dirawat intensif.
Pria berkulit putih itu menggunakan jarak tanam 10 m x 10 m supaya cabang tidak bersinggungan. Untuk menjamin pertumbuhan tanaman, ia rutin melakukan pemupukan sejak awal tanam. Sebanyak 30 kg pupuk kandang dan 300 g fosfat alam berupa Christmas Island Rock Phosphate dibenamkan ke setiap lubang tanam pada awal penanaman.
Setiap 3 bulan sampai umur 3 tahun tanaman dipupuk NPK Green 15-15-15 dengan dosis meningkat sesuai umur tanaman. Lalu dilanjutkan dengan NPK Blue Special berkomposisi 12-12-17-2 +TE. Pada umur hampir 20 tahun saat ini pun, NPK Blue Special masih tetap diberikan. Pemberian pupuk kandang diulang setiap tahun. Tak ketinggalan penyemprotan zat perangsang tumbuh berbahan aktif paklobutrazol agar tanaman berbunga lebat. Sebuah kolam penampungan dibangun di tengah kebun untuk menjamin kebutuhan 50 liter/ tanaman/hari.
[caption id="attachment_3425" align="aligncenter" width="684"]
Didominasi durian D24[/caption]
Dengan perawatan intensif seperti itu wajar jika pada umur 5 tahun tanaman sudah berproduksi. Padahal, seperti durian lokal Indonesia lainnya, klon-klon unggul Malaysia biasanya baru berbuah pada usia 7 sampai 8 tahun.
Waktu itu produksi memang tak banyak. “Paling-paling hanya 10 sampai 15 buah/pohon,” ungkap Azis. Seiring bertambahnya umur tanaman produksi pun meningkat. Pada umur 7 sampai 8 tahun produksi sudah mencapai 100 buah/pohon. Saat ini durian berumur 19 tahun di kebun itu berproduksi 150 sampai 200 buah/pohon. Beberapa pohon bahkan bisa berbuah 2 kali dalam setahun.
Azis tak kesulitan memasarkan. Beberapa pedagang menjemput langsung di kebun. Selain itu, sudah ada pasar swalayan langganan siap menampung. Itu tanda durian asal kebun itu berkualitas istimewa. Bahkan, Mahathir Mohamad, perdana menteri Malaysia yang akan melepaskan jabatan dalam waktu dekat pernah mencicipinya. Kalau bukan karena kualitas, tak mungkin durian dari kaki Genting Highland itu mampu menembus konsumen kelas atas.
Didukung keteraturan jarak tanam dan perawatan intensif, suasana kebun itu benar-benar menarik dipandang mata. Selama 2 jam tak bosan Kami menyusurinya.
Menyusuri kebun durian di kaki Genting Highland itu sungguh mengasyikkan. Udara terasa sejuk di antara pohon rindang. Saat Kami tiba di lokasi Jumat siang itu, kebun tampak lengang. Maklum, seluruh pekerja sedang menjalankan ibadah sholat Jumat.
Meski begitu, siapa pun yang berkunjung ke sana pasti berdecak kagum. Bayangkan saja, ratusan pohon setinggi lebih dari 10 m berbaris rapi. Meski percabangan tumbuh melebar dengan bentangan 5 m, tak satu pun saling bersinggungan.
Saat berkunjung akhir September, puluhan buah bergelantungan hampir di setiap cabang. Dari sudut mana pun dipandang, kebun tetap memancarkan kesan cantik. Rumput-rumput yang dibiarkan tumbuh di bawah pepohonan memberi warna lain di kebun itu.
Setiap tahun minimal 50.000 buah durian keluar dari kebun itu. Tak heran jika kebun seluas 3 ha itu menjadi salah satu mesin pencetak ringgit bagi Azis Mohammad Nur, pemiliknya. Dari hasil panen, setiap tahun sedikitnya 250.000 ringgit mengalir ke kantungnya.
Sejak 1984
Kebun itu terletak di Kampung Sentosa, Batangkah, Bukit Tamu, Genting Highland, Malaysia. Tak sulit menemukan lokasi berjarak sekitar 80 km dari Kualalumpur itu. Dengan kendaraan pribadi dapat ditempuh dalam waktu 1 jam 15 menit.
Di sana memang cocok untuk durian. Berada pada ketinggian sekitar 300 m dpi,curah hujan 1.500 sampai 2.000 m dpi, dan jenis tanah podsolik merah kuning. Topografi lahan berbukit membuat sistem drainase berjalan baik.
Pasar terbentang menjadi alasan Azis mengebunkan durian sejak 1984. “Ketika itu Kementerian Pertanian sedang menggalakkan penanaman durian untuk pasar ekspor,” tutur pria 52 tahun itu. Apalagi kala itu kebun pesaing belum banyak di sana. Tiga hektar lahan miliknya langsung disulap jadi kebun durian komersial.
Dominasi D24
[caption id="attachment_3424" align="aligncenter" width="545"]

Ia pun tak sembarangan memilih jenis yang ditanam. Hanya durian-durian terbaik saja yang dipesan. Varietas D24 kegemaran konsumen menjadi andalan. Dari populasi sekitar 300 pohon, D24 mendominasi 60% di antaranya. Sisanya diisi D99, D101, D10, D168, D2, dan monthong.
Menurut Azis, meski hanya berbobot 1,2 sampai 1,6 kg/buah, harga D24 paling tinggi di pasaran. Per kilo mencapai RM 12 atau setara Rp27.000. Jenis lain paling banter hanya 7 sampai 8 ringgit. Meski begitu, semua tetap ditanam. Maklum, D24 butuh pollen durian unggul lain agar berbuah karena tidak bisa menyerbuki sendiri. Lagipula jenis lain pun cukup laku di pasar.
Tak sulit bagi Azis mendapatkan klon-klon unggul itu. Malaysian of Agriculture Research and Development Institute (MARDI) tempat ia bekerja gudangnya durian-durian unggul itu. Dari sana pula beragam teknologi budidaya terbaik diserapnya.
Rawat intensif
Sosok tanaman di kebun Azis sama saja dengan durian lokal Indonesia. Kecuali monthong yang bertajuk kompak, jenis lain bertajuk lebar dengan percabangan menyebar ke berbagai arah. Pohon-pohon itu pun tumbuh menjulang, mencapai 15 m. Namun, secara umum tampak jelas kebun dirawat intensif.
Pria berkulit putih itu menggunakan jarak tanam 10 m x 10 m supaya cabang tidak bersinggungan. Untuk menjamin pertumbuhan tanaman, ia rutin melakukan pemupukan sejak awal tanam. Sebanyak 30 kg pupuk kandang dan 300 g fosfat alam berupa Christmas Island Rock Phosphate dibenamkan ke setiap lubang tanam pada awal penanaman.
Setiap 3 bulan sampai umur 3 tahun tanaman dipupuk NPK Green 15-15-15 dengan dosis meningkat sesuai umur tanaman. Lalu dilanjutkan dengan NPK Blue Special berkomposisi 12-12-17-2 +TE. Pada umur hampir 20 tahun saat ini pun, NPK Blue Special masih tetap diberikan. Pemberian pupuk kandang diulang setiap tahun. Tak ketinggalan penyemprotan zat perangsang tumbuh berbahan aktif paklobutrazol agar tanaman berbunga lebat. Sebuah kolam penampungan dibangun di tengah kebun untuk menjamin kebutuhan 50 liter/ tanaman/hari.
Durian Kelas atas
[caption id="attachment_3425" align="aligncenter" width="684"]

Dengan perawatan intensif seperti itu wajar jika pada umur 5 tahun tanaman sudah berproduksi. Padahal, seperti durian lokal Indonesia lainnya, klon-klon unggul Malaysia biasanya baru berbuah pada usia 7 sampai 8 tahun.
Waktu itu produksi memang tak banyak. “Paling-paling hanya 10 sampai 15 buah/pohon,” ungkap Azis. Seiring bertambahnya umur tanaman produksi pun meningkat. Pada umur 7 sampai 8 tahun produksi sudah mencapai 100 buah/pohon. Saat ini durian berumur 19 tahun di kebun itu berproduksi 150 sampai 200 buah/pohon. Beberapa pohon bahkan bisa berbuah 2 kali dalam setahun.
Azis tak kesulitan memasarkan. Beberapa pedagang menjemput langsung di kebun. Selain itu, sudah ada pasar swalayan langganan siap menampung. Itu tanda durian asal kebun itu berkualitas istimewa. Bahkan, Mahathir Mohamad, perdana menteri Malaysia yang akan melepaskan jabatan dalam waktu dekat pernah mencicipinya. Kalau bukan karena kualitas, tak mungkin durian dari kaki Genting Highland itu mampu menembus konsumen kelas atas.