Karena lengah setitik, rusak ranchu seakuarium. Itulah yang dialami Supri Handoyo, hobiis ranchu di Ciracas, Jakarta Timur. Ia amat bungah mendapat hadiah 2 ranchu merah putih dari kolega bisnisnya. Lantaran ingin lekas menikmati keindahannya pria 32 tahun itu mencemplungkan semua ranchu ke sebuah akuarium.
Celaka itu sulit ditepis ketika ranchu mengapung. Penyebabnya, ia alpa memasang filter.
Penyebabnya sepele? Boleh jadi, ya. Namun, dampaknya sangat fatal. Sang ratu maskoki nan elok itu memang tak sebandel lou han. Salah perawatan bakal memupus semua impian memelihara ranchu. Kasus yang menimpa ayah 1 putra itu mungkin juga dialami hobiis lain.
Filterisasi dalam akuarium memang tak bisa diabaikan. Ia berfungsi merombak .amonia hasil sekresi dan sisa pakan. Bila menumpuk amonia meracuni ikan seperti yang dialami ranchu milik Supri. Bayangkan, bila 1 kg pelet menghasilkan 37 g amonia. Jika sebuah akuarium 80 liter tanpa filter diberi 20 g pakan per hari, 2,9 g amonia atau 0,04 ppm siap mengancam. Ambang batas kadar amonia cuma 0,01 ppm.
Ranchu side view sebetulnya lebih resisten ketimbang top view asal Jepang dan Thailand. Namun ranchu tetap ranchu, ia perlu penanganan hati-hati. Jangankan pemula, yang berpengalaman pun seringkali terjerembap. Contoh Hariyantono, kolektor di Bintaro, Jakarta Selatan. Bertahun memelihara maskoki, puluhan ranchu impor yang didatangkan dari Jepang kurang dari 3 bulan dipelihara menyusut tinggal 4 ekor.
“Mereka (top view, red) lebih mudah sakit dan rentan penyakit,” ucap Hariyantono. Kerentanan itu berawal dari penangkaran. Maklum, inses alias perkawinan sedarah acap terjadi. Seekor ranchu top view lazim dijodohkan dengan orang tua, kakek, dan saudara kandung selubuk. Cara itu ditempuh semata-mata memperoleh kualitas yang bagus. Padahal upaya itu bagai bumerang lantaran secara genetik sifat adaptif melorot.
Misalnya, insang menjadi lemah. Begitu disambangi trematoda Dactylogyrus dan Gyrodactylus di stadium awal, insang ranchu sontak mampat. Tak bisa dibuka dan ditutup. Otomatis pergantian O, serta CO2 macet total. Pada tingkat serangan serupa, ranchu side view masih tampak gesit berenang ke sana-kemari.
Cara pemeliharaan pemilik sebelumnya juga berpengaruh. Sebagian besar ranchu top view dirawat di tempat tertutup dengan ruang gerak terbatas. Makanya, untuk menekan resiko amonia, “Harus-sering-sering ganti air,” tutur Fatono Wiredja, kolektor di Bintaro, Jakarta Selatan. Frekuensi penggantian minimal sekali sehari. Jika malas paling-paling mengandalkan filter.
Proses filterisasi sebenarnya agak rumit. Ia tidak sekali jalan seperti menyaring kopi. Air hasil filterisasi kembali ke dalam akuarium secara terus-menerus. Sebagai contoh akuarium berkapasitas 80 liter air dipasang pompa berdebit 20 liter/jam. Setidaknya dalam 1 jam terjadi 4 kali siklus penyaringan.
Jumlah itu semu lantaran air lama dan baru menyatu kembali. Dengan memperhitungkan turn over pompa, kerja filter memperoleh air baru dapat diperkirakan. Perhitungannya dengan asumsi kerja pompa 100% diperoleh koefisien turn over 9,2. Artinya waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh air baru adalah 9,2 x 80 1/20 1 = 36,8 jam. Sedikit lama tapi cukup efektif memangkas amonia. Jadi minimal kapasitas filter haruslah berdebit 20 liter/jam.
Ranchu side view memang banyak dipelihara di tempat terbuka berupa bak atau kolam. Sebab itu kehadiran air baru tidak terlalu dipermasalahkan. Justru air lama berwarna kehijauan lantaran mengandung alga sangat dinantikan.
Secara alami alga ikut mengurai amonia melalui kerja bakteri nitrosomonas dan nitrobacter. Alga juga sumber pakan paling bagus. Selain memperindah corak warna ia membantu proses ekskresi di usus besar ikan. Sayang, sedikit hobiis yang menerapkan air hijau ini. “Orang pelihara untuk dilihat ikannya. Kalau air hijau ranchu ngga kelihatan,” ucap Hariyantono.
Secara umum ranchu dipelihara di kisaran pH, 6,8 sampai 7,2. Suhu optimal 15 sampai 28°C. Namun,’’Agar hitamnya lebih pekat, air dibuat sedikit masam. Jika merah pekat perlu pH air agak basa,” tutur Jongki dari Aquanesia.
Kehadiran gelembung-gelembung oksigen pun harus dicermati. Jika di antara gelembung ada busa, artinya ikan dalam keadaan sakit. Akim, kolektor di Jembatantiga, Jakarta Utara, menyarankan untuk segera memindahkan dan mengobati ke akuarium lain.
Ketinggian air di akuarium atau bak tidak boleh lebih dari 50 cm. Lewat batas itu ranchu terpengaruh perubahan suhu air.
“Air di atas jadi lebih hangat ketimbang yang bawah,” ucap Fatono. Bila dibiarkan memicu stres. Corak ikan terlihat pucat dan lebih suka berdiam di dasar bak atau akuarium.
Pakan tidak boleh sering diberikan. Ranchu termasuk rakus. Jika berlebih berenang terbalik lantaran kegemukan. “Cukup 2 kali saja. Berselang-seling antara pelet dan bloodworm,” tutur Akbm. Bloodworm perlu dicuci dahulu hingga bersih sebelum diberikan. Tujuannya, menghindari kontaminasi penyakit. Untuk pelet pilih yang bertipe tenggelam. Maklum, ranchu suka mencari pakan di dasar.
Beberapa penyakit yang kerap singgah seperti white spot, infeksi sporozoa, dan cacing anchor cukup diobati dengan garam. Caranya, ikan yang sakit dipisah, lalu dimasukan ke dalam wadah air yang telah diberi garam 1 sampai 2 sendok makan. Biarkan selama 10 sampai 20 menit lalu dipindah ke air bersih. Agar lekas sembuh minimal diulang 3 sampai 4 kali sehari selama 2 sampai 3 hari berturutan.
Celaka itu sulit ditepis ketika ranchu mengapung. Penyebabnya, ia alpa memasang filter.
Penyebabnya sepele? Boleh jadi, ya. Namun, dampaknya sangat fatal. Sang ratu maskoki nan elok itu memang tak sebandel lou han. Salah perawatan bakal memupus semua impian memelihara ranchu. Kasus yang menimpa ayah 1 putra itu mungkin juga dialami hobiis lain.
Filterisasi dalam akuarium memang tak bisa diabaikan. Ia berfungsi merombak .amonia hasil sekresi dan sisa pakan. Bila menumpuk amonia meracuni ikan seperti yang dialami ranchu milik Supri. Bayangkan, bila 1 kg pelet menghasilkan 37 g amonia. Jika sebuah akuarium 80 liter tanpa filter diberi 20 g pakan per hari, 2,9 g amonia atau 0,04 ppm siap mengancam. Ambang batas kadar amonia cuma 0,01 ppm.
Ranchu Lebih Rentan Penyakit

“Mereka (top view, red) lebih mudah sakit dan rentan penyakit,” ucap Hariyantono. Kerentanan itu berawal dari penangkaran. Maklum, inses alias perkawinan sedarah acap terjadi. Seekor ranchu top view lazim dijodohkan dengan orang tua, kakek, dan saudara kandung selubuk. Cara itu ditempuh semata-mata memperoleh kualitas yang bagus. Padahal upaya itu bagai bumerang lantaran secara genetik sifat adaptif melorot.
Misalnya, insang menjadi lemah. Begitu disambangi trematoda Dactylogyrus dan Gyrodactylus di stadium awal, insang ranchu sontak mampat. Tak bisa dibuka dan ditutup. Otomatis pergantian O, serta CO2 macet total. Pada tingkat serangan serupa, ranchu side view masih tampak gesit berenang ke sana-kemari.
Cara pemeliharaan pemilik sebelumnya juga berpengaruh. Sebagian besar ranchu top view dirawat di tempat tertutup dengan ruang gerak terbatas. Makanya, untuk menekan resiko amonia, “Harus-sering-sering ganti air,” tutur Fatono Wiredja, kolektor di Bintaro, Jakarta Selatan. Frekuensi penggantian minimal sekali sehari. Jika malas paling-paling mengandalkan filter.
Proses filterisasi sebenarnya agak rumit. Ia tidak sekali jalan seperti menyaring kopi. Air hasil filterisasi kembali ke dalam akuarium secara terus-menerus. Sebagai contoh akuarium berkapasitas 80 liter air dipasang pompa berdebit 20 liter/jam. Setidaknya dalam 1 jam terjadi 4 kali siklus penyaringan.
Jumlah itu semu lantaran air lama dan baru menyatu kembali. Dengan memperhitungkan turn over pompa, kerja filter memperoleh air baru dapat diperkirakan. Perhitungannya dengan asumsi kerja pompa 100% diperoleh koefisien turn over 9,2. Artinya waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh air baru adalah 9,2 x 80 1/20 1 = 36,8 jam. Sedikit lama tapi cukup efektif memangkas amonia. Jadi minimal kapasitas filter haruslah berdebit 20 liter/jam.
Tidak Perlu Terlalu Sering Mengganti Air Aquarium

Secara alami alga ikut mengurai amonia melalui kerja bakteri nitrosomonas dan nitrobacter. Alga juga sumber pakan paling bagus. Selain memperindah corak warna ia membantu proses ekskresi di usus besar ikan. Sayang, sedikit hobiis yang menerapkan air hijau ini. “Orang pelihara untuk dilihat ikannya. Kalau air hijau ranchu ngga kelihatan,” ucap Hariyantono.
Secara umum ranchu dipelihara di kisaran pH, 6,8 sampai 7,2. Suhu optimal 15 sampai 28°C. Namun,’’Agar hitamnya lebih pekat, air dibuat sedikit masam. Jika merah pekat perlu pH air agak basa,” tutur Jongki dari Aquanesia.
Kehadiran gelembung-gelembung oksigen pun harus dicermati. Jika di antara gelembung ada busa, artinya ikan dalam keadaan sakit. Akim, kolektor di Jembatantiga, Jakarta Utara, menyarankan untuk segera memindahkan dan mengobati ke akuarium lain.
Ketinggian air di akuarium atau bak tidak boleh lebih dari 50 cm. Lewat batas itu ranchu terpengaruh perubahan suhu air.
“Air di atas jadi lebih hangat ketimbang yang bawah,” ucap Fatono. Bila dibiarkan memicu stres. Corak ikan terlihat pucat dan lebih suka berdiam di dasar bak atau akuarium.
Pakan tidak boleh sering diberikan. Ranchu termasuk rakus. Jika berlebih berenang terbalik lantaran kegemukan. “Cukup 2 kali saja. Berselang-seling antara pelet dan bloodworm,” tutur Akbm. Bloodworm perlu dicuci dahulu hingga bersih sebelum diberikan. Tujuannya, menghindari kontaminasi penyakit. Untuk pelet pilih yang bertipe tenggelam. Maklum, ranchu suka mencari pakan di dasar.
Beberapa penyakit yang kerap singgah seperti white spot, infeksi sporozoa, dan cacing anchor cukup diobati dengan garam. Caranya, ikan yang sakit dipisah, lalu dimasukan ke dalam wadah air yang telah diberi garam 1 sampai 2 sendok makan. Biarkan selama 10 sampai 20 menit lalu dipindah ke air bersih. Agar lekas sembuh minimal diulang 3 sampai 4 kali sehari selama 2 sampai 3 hari berturutan.