Parade Walisongo (Schefflera) Teranyar

Delapan tahun silam, schefflera lazimnya berdaun hijau tua dan berbentuk lanset. Kini tanaman daun itu tampil lebih cerah dengan kombinasi putih atau kuning muda. Bentuk pun beragam dari bulat hingga keriting. Mereka didatangkan dari benua Asia, Eropa, dan Amerika Serikat.

Yang giat mendatangkan walisongo  begitu sebutan Schefflera antara lain Gunawan Widjaya, kolektor tanaman hias di Sentul, Bogor. Tiga tahun lalu ia memasukkan 5 jenis dari Thailand, Filipina, Cina, dan Belanda. Sayang, pemilik Widjaya Orchid itu tidak mengetahui dengan pasti nama koleksinya. Untuk memudahkan sebut saja berdasarkan negara asalnya.

Walisongo yang diburu Gunawan berjenis variegata karena lebih cantik. “Bentuk daun dan warna beragam,” ujar alumnus Universitas Tarumanagara itu. Alasan serupa juga membuat Chandra Gunawan dan Joseph Ishak memasukkan 3 jenis baru dari Florida, Amerika Serikat setahun silam. Menurut Chandra, di negara Paman Sam itu corak dan bentuk daunnya lebih variatif. Berikut beberapa walisongo baru.

Cina


[caption id="attachment_4586" align="aligncenter" width="918"] Asal Bangkok berdaun bulat[/caption]

Sosok walisongo asal Negeri Tirai Bambu itu merunduk karena batangnya lemas. Ia paling pas diwadahi pot setinggi 60—70 cm supaya batang bisa menjuntai. Hobiis kerap meletakkan tanaman itu sebagai penghias sudut ruangan.

Keistimewaan tanaman itu daun berwarna kuning muda dan tidak terbakar bila diletakkan di luar ruangan. Semburat kuning mulai muncul sejak daun berukuran 2 cm. Beranjak dewasa warna kuning menyelimuti permukaan daun. Tanaman itu mudah dibiakkan. Cukup potong batang sepanjang 15—20 cm kemudian tancapkan ke tanah. Harga tanaman setinggi 40 cm berkisar Rp 100-ribu.

Bangkok


[caption id="attachment_4587" align="aligncenter" width="860"] Dari Bangkok berdaun kecil gampang diperbanyak[/caption]

Penampilannya tinggi menjulang dengan daun mengumpul di ujung batang. Tanaman berbatang keras itu memiliki bentuk daun bulat. Bercak putih di atas daun berwarna hijau jadi motif langka yang cantik. Perbanyakan dengan cangkok keberhasilannya cuma 50% dan corak variegatanya luntur. Gunawan mematok Rp2,5-juta—3-juta untuk tanaman setinggi 40 cm. Ada juga walisongo asal Thailand yang gampang diperbanyak dengan setek. Koleksi Chandra itu berbatang pendek berselimut daun berukuran kecil.

Filipina


[caption id="attachment_4588" align="aligncenter" width="906"] Penampilan mirip philodendron[/caption]

Sepintas penampilannya mirip walisongo variegata lokal. Namun, bentuk daun lebih kecil. Jenis ini juga sulit diperbanyak sehingga harganya mencapai Rp3-juta untuk tanaman setinggi 40 cm.

Belanda


[caption id="attachment_4589" align="aligncenter" width="961"] Mirip bonsai[/caption]

“Mirip bonsai,” komentar Gunawan ketika melihat tanaman itu di Belanda. Sosoknya pendek dan rimbun. Ukuran daun kecil dan melengkung. Semburat kuning muda pada daun mempercantik penampilannya. Aslinya tanaman itu berdaun besar. Walisongo asal Negeri Kincir Angin itu agak sulit diperbanyak. Disetek bisa, tapi harus dilakukan di dalam rumah plastik karena ia butuh kelembapan tinggi.

Amerika Serikat


Pesona tanaman asal Florida itu pada bentuk daun yang keriting. Ukuran bisa mencapai lebih dari 30 cm. Warna daun kuning keemasan menambah keelokan tanaman setinggi 60 cm itu. Ia mampu bertahan di bawah sinar matahari. Untuk membawa pulang tanaman itu Chandra harus merogoh kocek hingga US$500.

Indonesia


Tak melulu jenis impor yang cantik, yang lokal juga tak kalah menarik. Cabang banyak dan panjang tersusun rapi menyerupai Philodendron williamsii. Ukuran daun besar dan panjang. Jenis itu relatif gampang diperbanyak dengan cangkok. Harga tanaman berukuran 1 m mencapai Rp3-juta. Jenis lokal berdaun kecil lebih unik. Bentuk daun menekuk, tebal dengan tulang menonjol. Setahun lalu pemilik Godongijo Nursery itu membelinya seharga Rp2-juta.
Lebih baru Lebih lama