Investasi Menggeliat: Para Investor Mengelola Gua Walet Bukit Sarang, Hasilnya Mengejutkan!

Investasi Menggeliat: Para Investor Mengelola Gua Walet Bukit Sarang, Hasilnya Mengejutkan!

Bintulu, Malaysia - Malaysia tidak hanya fokus pada pengembangan walet rumah, tetapi juga melakukan upaya konservasi gua-gua penghasil sarang walet. Dalam beberapa tahun terakhir, hasilnya terlihat dengan jelas, produksi sarang walet di beberapa gua meningkat hingga 3 hingga 4 kali lipat. Jika tren ini berlanjut, Malaysia berpotensi mengejar produksi sarang gua Indonesia yang mencapai 100 ton sarang hitam per tahun.

sarang walet di gua malaysia## Menggali Potensi Sarang Hitam di Gua Bukit Sarang

Menyadari potensi ini, penulis merasa tertarik untuk menjawab tawaran dari Dr. Liem Chang Kun, seorang pakar walet gua dari Malaysia, untuk melihat langsung proses pemanenan sarang hitam di gua-gua alam Bukit Sarang, Bintulu, Malaysia. Pada pertengahan Oktober 2020, penulis dan beberapa pengusaha sarang walet dari Medan dan Semarang, Yohanes Sigfried dan Anton Siswanto, pergi ke gua tersebut.

Perjalanan yang panjang dilakukan untuk mencapai Kota Bintulu. Penulis terbang dari Bandara Soekarno-Hatta ke Medan untuk bertemu dengan Yohanes Sigfried sebelum melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur. Kami memilih jalur Kuala Lumpur-Bintulu karena lebih cepat dan praktis meskipun Bintulu berdekatan dengan Pontianak.

Investasi dan Pengelolaan Gua

Di Bintulu, kami bertemu dengan sahabat lama penulis, Dr. Liem Chang Kun, dan seorang bangsawan Inggris, Lord of Cranbrook. Lord of Cranbrook adalah seorang ahli walet yang terkenal secara internasional dan juga seorang antropolog yang mempelajari budaya Dayak Kalimantan. Lord of Cranbrook, saat muda, telah menerbitkan hasil penelitiannya mengenai walet dalam sejumlah publikasi dan menjadi referensi para ahli walet. Dr. Liem Chang Kun menjadi murid kepercayaan Lord of Cranbrook ketika melakukan penelitian di Malaysia.

Perjalanan kami bersama Lord of Cranbrook dan Dr. Liem dilanjutkan ke Tatau dengan perjalanan darat selama 2 jam menggunakan mobil 4 roda. Di sana, kami naik speedboat kecil yang membawa kami menyusuri Sungai Tatau selama 1 jam hingga akhirnya tiba di perkampungan Dayak Punan Boh di tepi Sungai Mayeng.

Dari sini, kami mengganti speedboat dengan longboat karena alur sungai yang semakin sempit. Meskipun mirip dengan speedboat, longboat terbuat dari kayu dengan bentuk yang lebih ramping. Setelah 2 jam perjalanan menyusuri Sungai Mayeng, kami tiba di Kamp Bukit Sarang. Kamp ini dibangun sebagai tempat tinggal para penjaga, yang terdiri dari 40 orang. Kamp ini dikelola oleh seorang manajer bernama A Kong, yang berasal dari Malaysia, dengan anggotanya yang merupakan tenaga kerja dari Indonesia. Menurut A Kong, sejak pengelolaan gua diperketat dan dikelola dengan baik, populasi walet kembali stabil.

Peran Investor dalam Pengelolaan Gua

Sebelumnya, gua walet di Bukit Sarang dimiliki oleh masyarakat Dayak Punan Boh. Namun, karena pengelolaannya yang kurang baik dan sering terjadi pencurian, produksi sarang walet terus menurun dari waktu ke waktu. Dr. Liem Chang Kun merasa tergerak untuk mengundang investor dari Malaysia setelah mendapatkan persetujuan dari masyarakat setempat. Saat ini, pengelolaan gua sepenuhnya ditangani oleh para investor.

Pemanenan Sarang Hitam di Bukit Sarang

Keesokan harinya, setelah beristirahat semalam di kamp induk, kami diajak oleh A Kong untuk menyaksikan pemanenan sarang hitam di Bukit Sarang. Bukit Sarang memiliki puluhan gua, dan kami mengunjungi Gua Baturusa yang menurut A Kong merupakan gua yang paling mudah dijangkau. Kami melewati tangga bambu yang terhubung satu sama lain untuk mencapai gua tersebut.

Meskipun melelahkan, kami berhasil mencapai ruang kecil di dalam gua tersebut. Di dalamnya, terdapat sekitar 500 sarang hitam yang dibuat oleh walet jenis Collocalia maxima. Sarang-sarang ini memiliki bentuk yang mirip dengan sarang walet rumah, tetapi penuh dengan bulu. Walet ini mencabut bulu-bulunya dan merekatkannya dengan liur untuk membuat sarang.

Collocalia maxima memiliki ukuran yang lebih besar daripada walet rumah Collocalia fuciphaga, dan oleh karena itu telurnya juga lebih besar. Setiap pasangan walet berpunggung hitam ini hanya menghasilkan satu telur dalam satu periode. Mereka hidup dalam kelompok, meskipun bisa hidup berdampingan dengan walet lainnya.

Selain Collocalia maxima, Gua Bukit Sarang juga ditempati oleh walet jenis Collocalia esculenta dan Aerodramus sangalana. Collocalia esculenta memiliki kesamaan dengan walet rumah, sementara Aerodramus sangalana merupakan walet gua dengan sarang mirip mangkuk yang diletakkan di dinding gua. Bulu walet ini berkilauan hitam kehijau-hijauan.

Mengunjungi Gua Niah dan Gua Perintah

Setelah dua hari mengamati gua-gua di Bukit Sarang, kami merasa penasaran untuk mengunjungi Gua Niah di Taman Nasional Sarawak. Gua ini sangat besar dengan pintu masuk dan ruang-ruang di dalamnya. Tinggi langit-langit gua ini mencapai lebih dari 50 meter. Gua Niah, yang telah dikelola secara profesional oleh masyarakat Dayak, diklaim sebagai gua terbesar di dunia.

Sebelumnya, Gua Niah mampu menghasilkan 8 ton sarang putih dalam satu kali panen sekitar 50 tahun yang lalu. Namun, akibat seringnya terjadi pencurian, populasi walet terus menurun dan produksi pun menurun drastis. Namun, dengan pengelolaan yang baik, saat ini produksi sarang walet di Gua Niah mulai meningkat kembali, mencapai 400 kg per panen yang dilakukan tiga kali dalam setahun.

Keberadaan Gua Niah memberikan berkah bagi penduduk sekitar Taman Nasional. Selain sarang walet, gua ini juga menghasilkan guano yang melimpah. Bahkan, di beberapa sudut gua, guano telah mengeras seperti batu karena jumlahnya yang sangat banyak. Beberapa literatur menyebutkan bahwa guano di Gua Niah berumur ratusan ribu hingga jutaan tahun.

Selama kunjungan kami, kami juga sempat mengunjungi Gua Perintah yang berdekatan dengan Gua Niah. Namun, kami tidak bisa melihat ruangan-ruangan yang dihuni oleh walet karena harus memanjat lebih tinggi. Esoknya, kami memutuskan untuk pulang ke tanah air melalui kota Miri.

pemanenan sarang walet## Kesimpulan

Dengan pengembangan konservasi gua-gua penghasil sarang walet di Malaysia melalui pengelolaan yang baik dan dikelola oleh para investor, populasi walet kembali stabil, dan produksi sarang walet meningkat. Gua-gua yang dikunjungi antara lain Gua Baturusa di Bukit Sarang dan Gua Niah di Taman Nasional Sarawak. Gua-gua ini menjadi tempat tinggal walet dan menghasilkan sarang walet hitam. Gua Niah juga menghasilkan guano yang berlimpah.

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus