Kotek ayam terdengar gaduh di sudut halaman rumah bercat abu-abu di Modernland, Tangerang, Banten. Biang keributan berasal dari 72 serama beragam umur. Serama-serama itulah yang malang-melintang di berbagai kontes. Bahkan 15 ekor di antaranya langganan juara, sebut saja Kamboja, Datuk, dan Cenil namanya.
Di kontes bagus-bagusan, nama Kamboja sebuah fenomena. Gelar kampiun kategori dewasa nyaris tak pernah lepas dari genggaman serama berbobot 280 g itu. Pun gelar grand champion hampir pasti selalu direngkuh di mana ia berlomba. “Fisik dan mental bertandingnya sangat bagus,” ujar Rudi Pelung, hobiis serama di Jakarta.
Datuk tak kalah beken. Di atas meja kontes, serama berbobot 300 g itu selalu membusungkan dada tanpa dipancing. Demikian pula Cenil. Serama kategori anakan itu piawai berlenggak-lenggok
di atas catwalk memamerkan tubuhnya. Ia tidak gentar mendapat sorakan penonton. “Kalau mental bertandingnya bagus segala kelebihan ayam pasti keluar,” ujar Edi Sebayang, sang pemilik 72 serama itu.
[caption id="attachment_8299" align="aligncenter" width="739"]
Edi Sebayang, sangat teliti menakar kualitas genetik induk[/caption]
Tak hanya 3 nama besar di atas, semua serama milik Edi Sebayang mempunyai kualitas istimewa. Wajar jika dari 8 serama yang diikutkan kontes, hampir dipastikan 7 ekor merebut gelar juara. Gelar juara umum pun selalu diraih alumnus Akademi Bahasa Asing di Medan itu.
Gelar paling gres diraih saat mengikuti lomba serama Trubus Agro Expo di Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur. Turun dengan kekuatan penuh sebanyak 7 ekor, gelar juara umum disabetnya. Prestasi itu mengulangi kejayaan di kontes Flora dan Fauna Lapangan Banteng erta kontes nasional serama di Yogyakarta.
“Saya senang kalau dapat piala. Makanya saya selalu berusaha menghasilkan serama berkualitas,” paparnya. Prestasi yang mencorong itu sebetulnya di luar dugaan Edi. Sebab, menurutnya banyak hobiis lain yang tidak kalah nekat mendatangkan serama-serama berkualitas dari negeri asalnya, Malaysia. Cuma, suami Lusiana itu sangat teliti ketika memilih serama yang akan dibelinya.
Yang paling penting mengetahui kualitas genetik. “Induk dari Malaysia memiliki kualitas gen yang sulit disaingi,” ujarnya. Gen bermutu tinggi itu akan diwariskan pada anak-anaknya: tubuh proporsional, leher membentuk kurva S, muka kecil, bulu cerah, dan jengger tegak. “Dengan penampilan seperti itu, peluang juara cukup besar,” kata ayah 3 putri itu.
[caption id="attachment_8300" align="aligncenter" width="1404"]
Kandang serama eksklusif milik Edi[/caption]
Edi tak menampik, serama yang baik secara genetik akan semakin yahud bila dirawat benar. Oleh karena itu, Edi memberikan pakan khusus yang diramu sendiri dan rutin memandikan klangenan setiap hari.
Pakan diracik dari bahan-bahan pilihan seperti gabah merah, jagung, biji kenari, milet, dan jewawut. Masing-masing 100 g bahan itu digiling dan ditambahkan 3 sendok makan minyak ikan. Pakan diberikan minimal 2 kali sehari, pagi dan sore. Untuk memperkuat stamina, serama diberi extra fooding berupa campuran wortel, pepaya, tomat, dan madu. Semua dibuat jus dan diberikan setiap sore.
Seminggu sekali pria 54 tahun itu memandikan serama-seramanya. Ia menggunakan spons untuk mengusap bulu di sekujur tubuh. Selesai mandi, ayam terkecil di dunia itu dijemur di bawah sinar matahari pagi. “Panas yang dipancarkan matahari pagi membantu membuat kulit sehat,” ujar Edi. Imbasnya bulu-bulu pun tampak cemerlang.
Dengan perawatan intensif itu hampir tidak ada wabah penyakit yang datang, seperti flu burung, tetelo, dan Influenza Bronchitis (IB). Meski demikian Edi Sebayang mengaku nyaris kecolongan saat bertugas ke luar kota. Saat IB mewabah, beberapa seramanya diduga terinfeksi. Dari hidung keluar lendir dan kotoran berwarna hijau, serta kaki ayam mendadak lumpuh.
“Cenil, sang grand champion di ITC Cempaka Mas tahun ini nyaris mati lantaran IB. Beruntung ia masih sempat divaksinasi IB yang dikombinasikan dengan minyak dara. Kandang pun disemprot desinfektan.
Itulah kiat Edi mencetak serama-serama jawara. Kesehatan serama merupakan prioritas utama. Cara mengeceknya lihat dari cara berjalan. Ia harus tegak dan tidak condong ke satu sisi,” papar Edi. Jadi, tegak kunci juara
Di kontes bagus-bagusan, nama Kamboja sebuah fenomena. Gelar kampiun kategori dewasa nyaris tak pernah lepas dari genggaman serama berbobot 280 g itu. Pun gelar grand champion hampir pasti selalu direngkuh di mana ia berlomba. “Fisik dan mental bertandingnya sangat bagus,” ujar Rudi Pelung, hobiis serama di Jakarta.
Datuk tak kalah beken. Di atas meja kontes, serama berbobot 300 g itu selalu membusungkan dada tanpa dipancing. Demikian pula Cenil. Serama kategori anakan itu piawai berlenggak-lenggok
di atas catwalk memamerkan tubuhnya. Ia tidak gentar mendapat sorakan penonton. “Kalau mental bertandingnya bagus segala kelebihan ayam pasti keluar,” ujar Edi Sebayang, sang pemilik 72 serama itu.
Borong gelar
[caption id="attachment_8299" align="aligncenter" width="739"]

Tak hanya 3 nama besar di atas, semua serama milik Edi Sebayang mempunyai kualitas istimewa. Wajar jika dari 8 serama yang diikutkan kontes, hampir dipastikan 7 ekor merebut gelar juara. Gelar juara umum pun selalu diraih alumnus Akademi Bahasa Asing di Medan itu.
Gelar paling gres diraih saat mengikuti lomba serama Trubus Agro Expo di Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur. Turun dengan kekuatan penuh sebanyak 7 ekor, gelar juara umum disabetnya. Prestasi itu mengulangi kejayaan di kontes Flora dan Fauna Lapangan Banteng erta kontes nasional serama di Yogyakarta.
“Saya senang kalau dapat piala. Makanya saya selalu berusaha menghasilkan serama berkualitas,” paparnya. Prestasi yang mencorong itu sebetulnya di luar dugaan Edi. Sebab, menurutnya banyak hobiis lain yang tidak kalah nekat mendatangkan serama-serama berkualitas dari negeri asalnya, Malaysia. Cuma, suami Lusiana itu sangat teliti ketika memilih serama yang akan dibelinya.
Yang paling penting mengetahui kualitas genetik. “Induk dari Malaysia memiliki kualitas gen yang sulit disaingi,” ujarnya. Gen bermutu tinggi itu akan diwariskan pada anak-anaknya: tubuh proporsional, leher membentuk kurva S, muka kecil, bulu cerah, dan jengger tegak. “Dengan penampilan seperti itu, peluang juara cukup besar,” kata ayah 3 putri itu.
Rahasia Ramuan pakan
[caption id="attachment_8300" align="aligncenter" width="1404"]

Edi tak menampik, serama yang baik secara genetik akan semakin yahud bila dirawat benar. Oleh karena itu, Edi memberikan pakan khusus yang diramu sendiri dan rutin memandikan klangenan setiap hari.
Pakan diracik dari bahan-bahan pilihan seperti gabah merah, jagung, biji kenari, milet, dan jewawut. Masing-masing 100 g bahan itu digiling dan ditambahkan 3 sendok makan minyak ikan. Pakan diberikan minimal 2 kali sehari, pagi dan sore. Untuk memperkuat stamina, serama diberi extra fooding berupa campuran wortel, pepaya, tomat, dan madu. Semua dibuat jus dan diberikan setiap sore.
Seminggu sekali pria 54 tahun itu memandikan serama-seramanya. Ia menggunakan spons untuk mengusap bulu di sekujur tubuh. Selesai mandi, ayam terkecil di dunia itu dijemur di bawah sinar matahari pagi. “Panas yang dipancarkan matahari pagi membantu membuat kulit sehat,” ujar Edi. Imbasnya bulu-bulu pun tampak cemerlang.
Dengan perawatan intensif itu hampir tidak ada wabah penyakit yang datang, seperti flu burung, tetelo, dan Influenza Bronchitis (IB). Meski demikian Edi Sebayang mengaku nyaris kecolongan saat bertugas ke luar kota. Saat IB mewabah, beberapa seramanya diduga terinfeksi. Dari hidung keluar lendir dan kotoran berwarna hijau, serta kaki ayam mendadak lumpuh.
“Cenil, sang grand champion di ITC Cempaka Mas tahun ini nyaris mati lantaran IB. Beruntung ia masih sempat divaksinasi IB yang dikombinasikan dengan minyak dara. Kandang pun disemprot desinfektan.
Itulah kiat Edi mencetak serama-serama jawara. Kesehatan serama merupakan prioritas utama. Cara mengeceknya lihat dari cara berjalan. Ia harus tegak dan tidak condong ke satu sisi,” papar Edi. Jadi, tegak kunci juara