Omzet seorang pedagang besar jambu air di Pasarminggu, Jakarta Selatan, Rp15-juta per hari. Nun di Karawang, seorang bandar desa sanggup menuai keuntungan Rp10-juta setiap musim panen. Pekebun pun ikut menikmati manisnya bisnis jambu air. Sekali petik, pekebun jambu delima di Demak mengantungi Rp800.000 per 2 hari.
Hari baru beranjak siang saat pengepul desa berdatangan ke kediaman Katma di Kampung Citopeng, Desa Kutamakmur, Kecamatan Tirtajaya, Karawang. Satu-dua orang mengangkut jambu air dalam keranjang di atas motor atau malah cuma dipanggul. Itu hasil panen dari pohon milik warga yang sudah diborong sebelumnya. Kegiatan itu terus berlanjut hingga matahari terbenam. Total pengiriman hari itu mencapai 1 sampai 2 ton.
Begitu diterima, cincalo merah yang jadi andalan pekebun Karawang langsung disortir. Yang diinginkan buah berwarna merah pekat,mengkilap, tekstur keras dan padat. Per 15 sampai 20 buah. Harga beli di tingkat bandar desa Rp 1.500 per kg saat panen raya; Rp2.000 sampai Rp2.500 di awal dan akhir musim panen.
Buah apkir sampai kecil, bentuk tidak sempurna,dan busuk sampai dipisahkan. Itu hanya dihargai Rp200 sampai Rp500 per kg.
Buah berkualitas baik langsung dikemas dalam dus berkapasitas 70 sampai 80 kg. Pukul 19.00 dan 24.00 buah dikirim ke Pasarminggu, Jakarta Selatan dan Pasar Induk Muara Angke, Jakarta Utara. Sebagian lagi masuk Pasar Induk Caringin, Bandung. Di sana jambu dihargai Rp2.500 sampai Rp3.500 per kg. Selesai panen raya yang berlangsung 0,5 sampai 1 bulan minimal Rp10-juta keuntungan bersih Katma kantungi.
[caption id="attachment_6663" align="aligncenter" width="1569"]
jambu delima[/caption]
Selain dari Kutamakmur cincalo diperoleh dari kampung lain di 5 kecamatan sentra penanaman Tirtajaya,Jayakerta, Pedes, Rengasdengklok, dan Batujaya.
Di sana hampir setiap halaman rumah ditanami 3 sampai 5 pohon cincalo merah. Tanaman cukup terawat lantaran pemilik memangkas dan memupukUrea setiap 3 bulan. Secara periodik pohon disemprot perangsang buah. Hasilnya buah nyaris tanpa henti, kosong paling hanya 1 sampai 2 bulan per tahun.
Dari tangan para bandar desa jambu dibawa ke Jakarta dan Bandung. Mereka tak kesulitan memasarkan lantaran punya pedagang besar langganan. Di Pasarminggu, pasokan masuk ke gudang milik Sayuti. Setiap hari pedagang buah-buahan terbesar di Pasarminggu itu sanggup menampung 50 dus setara 2,5 sampai 4 ton. Bahkan kalau kiriman dari Karawang sedang banjir atau 3 sampai 6 ton. Dengan harga jual minimal Rp3.000 omzet per hari setidaknya Rp 15-juta.
Di kawasan yang dulu kesohor sebagai sentra buah itu masih ada 4 pedagang besar. Daya tampung hanya 10 sampai 20 dus per hari. Total jenderal pasokan jambu air asal Karawang yang masuk ke Pasarminggu mencapai 150 dus per hari. Yang masuk ke Pasar Induk Angke lebih banyak lagi.
Seperti pasar swalayan minimal 4 dus per hari. Harga diterima pasar swalayan Rp6.000 per kg, dijual kembali sekitar Rp8.000. Pasar swalayan Makro, 1 ton setiap Jum’at, Sabtu, Minggu; serta The Best, Diamond, dan Mahkota masing-masing 30 sampai 50 kg per hari.
Sayuti melayani pedagang eceran saat pasokan berlimpah, dengan harga Rp2.000 per kg. Ia menghabiskan 30 sampai 40 dus hanya untuk melayani pengecer. Begitu harga naik, di atas Rp3.000 per kg, pengecer berhenti. Biasanya mereka lalu lari ke Pasar Angke dan Caringin yang melayani pedagang eceran.
Selain cincalo merah, citra, yogya, pink rose dan green rose apple juga mulai ditemui di pasar swalayan. Itu pasokan dari kebun Bogatani di Subang, Jawa Barat. Di Diamond dan Total harga tertera di label Rp 15.000 per kg.
Panen raya jambu terjadi 3 sampai 4 kali dalam setahun. Meski demikian pasokan bandar dan pengepul desa nyaris tak berhenti. Tak ada dari Karawang, masuk jambu air asal Demak, jambu air delima merah, hijau demak, hijau pati, dan hijau kudus.
Pada awal pengiriman harga beli jambu delima di tingkat pedagang besar Rp 10.000 per kg. Hijau demak, Rp6.500; hijau kudus dan hijau pati, Rp5.000 sampai Rp5.500 per kg. Begitu pengiriman melimpah delima demak jatuh sampai Rp7.500 sampai Rp8.000 per kg. Hijau demak, Rp5.500; hijau pati dan kudus, Rp4.500 Rp48-juta per tahun
Setiap 2 hari sekali Sudar pekebun jambu delima di Desa Tempuran, Kabupaten Demak memanen 4.000 buah dari 30 pohon berumur 7 sampai 9 tahun. Dengan harga minimal Rp20.000/100 buah, ia mengantungi Rp800-ribu. Itu berlangsung selama 2 minggu. Padahal setahun ia menikmati 2 sampai 3 kali panen raya.
Pekebun lain, Suker menikmati keuntungan Rp48-juta per tahun dari 20 pohon jambu delima berumur 10 tahun di lahan 1.000 m2. Bisnis jambu air bukan tanpa kendala amat gagal panen kalau ada serangan lalat buah. Buah yang kelihatan mulus, ternyata busuk di bagian dalam. Untuk mencegahnya buah dibungkus saat pentil. Sebelumnya, semprot dengan insektisida.
Kendala juga dihadapi para pedagang. Katma sempat membawa kembali kiriman ke Pasarminggu dan Pasar Induk Muara Angke lantaran jambu air tak laku. Waktu itu menjelang hari raya Idul Fitri, banyak pedagang pengecer pulang kampung.
Untuk memasok pasar swalayan Sayuti harus menyediakan Rp250-juta. Itu karena pembayaran dihitung mundur sebulan. Ia memutuskan menolak ajakan kerjasama itu.
Kalaupun sekarang ia rutin memasok ke pasar swalayan, tanpa sistem kontrak. Alasannya, “Sistem kontrak terlalu mengikat karena pasokan harus selalu ada. Padahal yang namanya buah sewaktu-waktu putus,” kata pria bersahaja itu. Kini ada barang pasar swalayan diisi, begitu habis kiriman selesai.
Dengan cara itu ia tetap bertahan. Pasokan dari bandar desa di Karawang dan Demak terus mengalir. Artinya gemerincing rupiah untuk sementara tetap masuk kantung pekebun.
JK Sutanto, pemilik Bogatani, malah berani mengebunkan 8.000 pohon beragam jenis di lahan 30 ha. Permintaan besar sampai baru 2 pasar swalayan yang sanggup dipasok sampai sementara pesaing masih terbatas. Di Demak Prakoso memprediksi kehadiran jambu delima di pasar masih bertahan hingga 5 tahun ke depan.
Hari baru beranjak siang saat pengepul desa berdatangan ke kediaman Katma di Kampung Citopeng, Desa Kutamakmur, Kecamatan Tirtajaya, Karawang. Satu-dua orang mengangkut jambu air dalam keranjang di atas motor atau malah cuma dipanggul. Itu hasil panen dari pohon milik warga yang sudah diborong sebelumnya. Kegiatan itu terus berlanjut hingga matahari terbenam. Total pengiriman hari itu mencapai 1 sampai 2 ton.
Begitu diterima, cincalo merah yang jadi andalan pekebun Karawang langsung disortir. Yang diinginkan buah berwarna merah pekat,mengkilap, tekstur keras dan padat. Per 15 sampai 20 buah. Harga beli di tingkat bandar desa Rp 1.500 per kg saat panen raya; Rp2.000 sampai Rp2.500 di awal dan akhir musim panen.
Buah apkir sampai kecil, bentuk tidak sempurna,dan busuk sampai dipisahkan. Itu hanya dihargai Rp200 sampai Rp500 per kg.
Buah berkualitas baik langsung dikemas dalam dus berkapasitas 70 sampai 80 kg. Pukul 19.00 dan 24.00 buah dikirim ke Pasarminggu, Jakarta Selatan dan Pasar Induk Muara Angke, Jakarta Utara. Sebagian lagi masuk Pasar Induk Caringin, Bandung. Di sana jambu dihargai Rp2.500 sampai Rp3.500 per kg. Selesai panen raya yang berlangsung 0,5 sampai 1 bulan minimal Rp10-juta keuntungan bersih Katma kantungi.
Kampung tetangga
[caption id="attachment_6663" align="aligncenter" width="1569"]

Selain dari Kutamakmur cincalo diperoleh dari kampung lain di 5 kecamatan sentra penanaman Tirtajaya,Jayakerta, Pedes, Rengasdengklok, dan Batujaya.
Di sana hampir setiap halaman rumah ditanami 3 sampai 5 pohon cincalo merah. Tanaman cukup terawat lantaran pemilik memangkas dan memupukUrea setiap 3 bulan. Secara periodik pohon disemprot perangsang buah. Hasilnya buah nyaris tanpa henti, kosong paling hanya 1 sampai 2 bulan per tahun.
Dari tangan para bandar desa jambu dibawa ke Jakarta dan Bandung. Mereka tak kesulitan memasarkan lantaran punya pedagang besar langganan. Di Pasarminggu, pasokan masuk ke gudang milik Sayuti. Setiap hari pedagang buah-buahan terbesar di Pasarminggu itu sanggup menampung 50 dus setara 2,5 sampai 4 ton. Bahkan kalau kiriman dari Karawang sedang banjir atau 3 sampai 6 ton. Dengan harga jual minimal Rp3.000 omzet per hari setidaknya Rp 15-juta.
Di kawasan yang dulu kesohor sebagai sentra buah itu masih ada 4 pedagang besar. Daya tampung hanya 10 sampai 20 dus per hari. Total jenderal pasokan jambu air asal Karawang yang masuk ke Pasarminggu mencapai 150 dus per hari. Yang masuk ke Pasar Induk Angke lebih banyak lagi.
Masuk pasar swalayan
Seperti pasar swalayan minimal 4 dus per hari. Harga diterima pasar swalayan Rp6.000 per kg, dijual kembali sekitar Rp8.000. Pasar swalayan Makro, 1 ton setiap Jum’at, Sabtu, Minggu; serta The Best, Diamond, dan Mahkota masing-masing 30 sampai 50 kg per hari.
Sayuti melayani pedagang eceran saat pasokan berlimpah, dengan harga Rp2.000 per kg. Ia menghabiskan 30 sampai 40 dus hanya untuk melayani pengecer. Begitu harga naik, di atas Rp3.000 per kg, pengecer berhenti. Biasanya mereka lalu lari ke Pasar Angke dan Caringin yang melayani pedagang eceran.
Selain cincalo merah, citra, yogya, pink rose dan green rose apple juga mulai ditemui di pasar swalayan. Itu pasokan dari kebun Bogatani di Subang, Jawa Barat. Di Diamond dan Total harga tertera di label Rp 15.000 per kg.
Panen raya jambu terjadi 3 sampai 4 kali dalam setahun. Meski demikian pasokan bandar dan pengepul desa nyaris tak berhenti. Tak ada dari Karawang, masuk jambu air asal Demak, jambu air delima merah, hijau demak, hijau pati, dan hijau kudus.
Pada awal pengiriman harga beli jambu delima di tingkat pedagang besar Rp 10.000 per kg. Hijau demak, Rp6.500; hijau kudus dan hijau pati, Rp5.000 sampai Rp5.500 per kg. Begitu pengiriman melimpah delima demak jatuh sampai Rp7.500 sampai Rp8.000 per kg. Hijau demak, Rp5.500; hijau pati dan kudus, Rp4.500 Rp48-juta per tahun
Setiap 2 hari sekali Sudar pekebun jambu delima di Desa Tempuran, Kabupaten Demak memanen 4.000 buah dari 30 pohon berumur 7 sampai 9 tahun. Dengan harga minimal Rp20.000/100 buah, ia mengantungi Rp800-ribu. Itu berlangsung selama 2 minggu. Padahal setahun ia menikmati 2 sampai 3 kali panen raya.
Pekebun lain, Suker menikmati keuntungan Rp48-juta per tahun dari 20 pohon jambu delima berumur 10 tahun di lahan 1.000 m2. Bisnis jambu air bukan tanpa kendala amat gagal panen kalau ada serangan lalat buah. Buah yang kelihatan mulus, ternyata busuk di bagian dalam. Untuk mencegahnya buah dibungkus saat pentil. Sebelumnya, semprot dengan insektisida.
Kendala juga dihadapi para pedagang. Katma sempat membawa kembali kiriman ke Pasarminggu dan Pasar Induk Muara Angke lantaran jambu air tak laku. Waktu itu menjelang hari raya Idul Fitri, banyak pedagang pengecer pulang kampung.
Untuk memasok pasar swalayan Sayuti harus menyediakan Rp250-juta. Itu karena pembayaran dihitung mundur sebulan. Ia memutuskan menolak ajakan kerjasama itu.
Masih potensial

Dengan cara itu ia tetap bertahan. Pasokan dari bandar desa di Karawang dan Demak terus mengalir. Artinya gemerincing rupiah untuk sementara tetap masuk kantung pekebun.
JK Sutanto, pemilik Bogatani, malah berani mengebunkan 8.000 pohon beragam jenis di lahan 30 ha. Permintaan besar sampai baru 2 pasar swalayan yang sanggup dipasok sampai sementara pesaing masih terbatas. Di Demak Prakoso memprediksi kehadiran jambu delima di pasar masih bertahan hingga 5 tahun ke depan.