Kesedihan tampak di raut Ny Rohili. Betapa tidak, ikan mas siap panen di 12 keramba jaring apung (KJA) miliknya di Waduk Cirata, Cianjur, tiba-tiba mati. Kerugian diperkirakan Rp100-juta. Hal sama dialami peternak lain. "Ada sekitar 12.000 KJA terkena musibah. Sungguh sangat memprihatinkan. Apalagi hingga kini belum ada cara mengatasinya," ujar peternak di Pasarminggu, Jakarta Selatan itu.
Kondisi itu menyurutkan peternak memulai usaha. Mereka waswas benih yang ditebar mati terserang Aeromonas hydrophila, Pseudomonas sp atau Flexibacter columnaris. Ketiganya biang kerok kematian ikan mas.
Penyakit itu belum teratasi, peternak dihebohkan lagi oleh serangan koi herpes virus (KHV Cyprinid herpesvirus 3; CyHV3 ) pada awal 2002 yang meluluh-lantakkan seluruh isi kolam Penyakit yang mewabah di Israel pada 1998 itu menyerang insang hingga menebarkan aroma anyir atau busuk.
Pemicu penyakit itu diduga lantaran penurunan suhu air akibat hujan terus-menerus. Suhu di bawah 26°C memicu munculnya sejumlah bakteri. Ikan yang terinfeksi KHV kerap disertai serangan Flexibacter columnaris. Bakteri itu juga menyerang insang. Serangan ganda mempercepat kematian.
[caption id="attachment_7236" align="aligncenter" width="1511"]
Waspadai kehadiran penyakit[/caption]
Sampai saat ini belum ada obat yang manjur untuk mengatasi KHV. Beberapa peternak memberi antibiotik, seperti Oxytetracycline, Streptomysin, dan Chloromycetin. Maksudnya untuk mengurangi efek buruk dari serangan bakteri yang biasanya ikut menyerang. Antibiotik itu dicampurkan pada pelet. Sayangnya, tidak semua pelet dimakan ikan karena nafsu makan turun. Pelet tersisa membusuk dan merusak kualitas air.
Pemakaian antibiotik dengan dosis berlebihan justru mencemari lingkungan. Dampak lain muncul bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Oleh karena itu penggunaan antibiotik harus dikonsultasikan dengan ahli.
Salah satu cara mengendalikan KHV yakni menurunkan kepadatan tebar. Misalnya, per m2 menjadi 2 ekor, dari sebelumnya 4 ekor. Kendati demikian peternak harus mempertimbangkan skala ekonomis yang menguntungkan. Pilih benih sehat dan terbebas dari KHV. Pastikan benih dari induk yang bebas infeksi KHV.
Pemberian pakan harus sesuai kebutuhan dengan berpatokan pada bobot ikan. Hal itu untuk menghindari pakan terbuang dan membusuk di dasar kolam. Teknik lain dengan mencampurkan imunostimulan, seperti vitamin C, glukan, atau lipopolisakarida ke pakan. Tujuannya untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Meski vaksin KHV belum ditemukan, peternak dapat memvaksin untuk meningkatkan kekebalan penyakit tertentu, seperti Aeromonas hydrophila atau Flexibacter columnaris. Walaupun terinfeksi KHV kondisi ikan tetap segar lantaran bebas dari serangan penyakit lain. Dengan begitu kematian bisa berkurang.
Seringnya penyakit muncul di KJA akibat perairan buruk. Waduk Cirata atau Jatiluhur sudah lama dipakai peternak membudidayakan ikan mas. Kandungan bahan organik, seperti bakteri, cendawan, fitoplankton, dan zooplankton di ke-2 perairan itu cukup tinggi.
Kondisi itu mempermudah terjadinya perubahan lingkungan. Ketika malam hari kandungan zat asam dalam air menurun. Cuaca mendung menghambat proses fotosintesis juga berakibat penurunan kadar zat asam. Bila produksi zat itu berkurang akan berpengaruh pada kehidupan jasad renik dan proses metabolisme mikroorganisme lain.
Suhu air turun menyebabkan nafsu makan berkurang sehingga daya tahan makin merosot. Akhirnya ikan terinfeksi penyakit. Pakan yang diberikan sia-sia lantaran tidak dimakan sehingga menumpuk di dasar perairan dan membusuk. Akibatnya, kandungan amonia meningkat.
Selain lingkungan, ikan yang selamat perlu diwaspadai. Ia masih membawa virus. Jika dijadikan induk, virus akan ditularkan ke anak-anaknya. Jadi, selama benih diambil di Cirata dan Jatiluhur, maka penyakit muncul kembali. Menghentikan usaha KJA untuk sementara guna memutus siklus penyakit, jelas tidak mungkin. Sebab, masih banyak ikan mas lain berkeliaran di waduk itu. (DR Hambali Supriyadi, Ahli Peneliti Utama di Balai Riset Penelitian Budidaya Air Tawar, Pasarminggu, Jakarta Selatan)
Kondisi itu menyurutkan peternak memulai usaha. Mereka waswas benih yang ditebar mati terserang Aeromonas hydrophila, Pseudomonas sp atau Flexibacter columnaris. Ketiganya biang kerok kematian ikan mas.
Penyakit itu belum teratasi, peternak dihebohkan lagi oleh serangan koi herpes virus (KHV Cyprinid herpesvirus 3; CyHV3 ) pada awal 2002 yang meluluh-lantakkan seluruh isi kolam Penyakit yang mewabah di Israel pada 1998 itu menyerang insang hingga menebarkan aroma anyir atau busuk.
Pemicu penyakit itu diduga lantaran penurunan suhu air akibat hujan terus-menerus. Suhu di bawah 26°C memicu munculnya sejumlah bakteri. Ikan yang terinfeksi KHV kerap disertai serangan Flexibacter columnaris. Bakteri itu juga menyerang insang. Serangan ganda mempercepat kematian.
Langkah Pencegahan
[caption id="attachment_7236" align="aligncenter" width="1511"]

Sampai saat ini belum ada obat yang manjur untuk mengatasi KHV. Beberapa peternak memberi antibiotik, seperti Oxytetracycline, Streptomysin, dan Chloromycetin. Maksudnya untuk mengurangi efek buruk dari serangan bakteri yang biasanya ikut menyerang. Antibiotik itu dicampurkan pada pelet. Sayangnya, tidak semua pelet dimakan ikan karena nafsu makan turun. Pelet tersisa membusuk dan merusak kualitas air.
Pemakaian antibiotik dengan dosis berlebihan justru mencemari lingkungan. Dampak lain muncul bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Oleh karena itu penggunaan antibiotik harus dikonsultasikan dengan ahli.
Salah satu cara mengendalikan KHV yakni menurunkan kepadatan tebar. Misalnya, per m2 menjadi 2 ekor, dari sebelumnya 4 ekor. Kendati demikian peternak harus mempertimbangkan skala ekonomis yang menguntungkan. Pilih benih sehat dan terbebas dari KHV. Pastikan benih dari induk yang bebas infeksi KHV.
Pemberian pakan harus sesuai kebutuhan dengan berpatokan pada bobot ikan. Hal itu untuk menghindari pakan terbuang dan membusuk di dasar kolam. Teknik lain dengan mencampurkan imunostimulan, seperti vitamin C, glukan, atau lipopolisakarida ke pakan. Tujuannya untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Meski vaksin KHV belum ditemukan, peternak dapat memvaksin untuk meningkatkan kekebalan penyakit tertentu, seperti Aeromonas hydrophila atau Flexibacter columnaris. Walaupun terinfeksi KHV kondisi ikan tetap segar lantaran bebas dari serangan penyakit lain. Dengan begitu kematian bisa berkurang.
Faktor Lingkungan buruk

Kondisi itu mempermudah terjadinya perubahan lingkungan. Ketika malam hari kandungan zat asam dalam air menurun. Cuaca mendung menghambat proses fotosintesis juga berakibat penurunan kadar zat asam. Bila produksi zat itu berkurang akan berpengaruh pada kehidupan jasad renik dan proses metabolisme mikroorganisme lain.
Suhu air turun menyebabkan nafsu makan berkurang sehingga daya tahan makin merosot. Akhirnya ikan terinfeksi penyakit. Pakan yang diberikan sia-sia lantaran tidak dimakan sehingga menumpuk di dasar perairan dan membusuk. Akibatnya, kandungan amonia meningkat.
Selain lingkungan, ikan yang selamat perlu diwaspadai. Ia masih membawa virus. Jika dijadikan induk, virus akan ditularkan ke anak-anaknya. Jadi, selama benih diambil di Cirata dan Jatiluhur, maka penyakit muncul kembali. Menghentikan usaha KJA untuk sementara guna memutus siklus penyakit, jelas tidak mungkin. Sebab, masih banyak ikan mas lain berkeliaran di waduk itu. (DR Hambali Supriyadi, Ahli Peneliti Utama di Balai Riset Penelitian Budidaya Air Tawar, Pasarminggu, Jakarta Selatan)