Lezatnya rasa durian bukan satu-satunya daya tarik Durio zibethinus itu. Ada yang puas dengan hanya memandangi buah bergelantungan di pohon. Atau sekadar memungut buah jatuhan. Berkebun durian kini memang menjadi hobi baru para eksekutif.
Belasan hingga ratusan juta rupiah mereka keluarkan agar kesenangan itu terlampiaskan. Berikut 3 eksekutif yang gandrung bertanam durian.
Setelah lima hari bekeija di sebuah bank nasional, akhir pekan adalah waktu yang ditunggu-tunggu Achmad Sanusi Lubis. Ia bergegas meninggalkan rumah di Jakarta menuju Sukabumi. Menghabiskan 2 jam perjalanan eksekutif itu tiba di lapangan golf Lido.
Di sana di hamparan rumput pendek, ia berupaya memasukkan bola ke lubang berdiameter 11 cm dengan bantuan driver tongkat golf.
Usai bermain golf ia selalu menyambangi kebun durian seluas 15 ha. Kebetulan lokasi lahan durian bekas kebun karet itu bersebelahan dengan lapangan golf. Malahan pohon-pohon durian dimanfaatkan sebagai rough pohon atau semak untuk memberikan tantangan bagi pemain di lintasan golf.
Kebun durian di Lido, Kabupaten Sukabumi, itu sangat rapi. Jarak tanam teratur, pohon tumbuh subur, dan rumput terawat, mencerminkan sang pemilik serius menanam durian.
Setiap pekan rumput memang dipangkas dengan mesin pemotong rumput. Di kebun itulah Achmad Sanusi Lubis menghabiskan akhir pekan. Ketua Tim Likuidasi bank Pasifik itu biasanya berjalan kaki di bawah rerimbunan kanopi usai mengayunkan tongkat golf.
Sanusi mengelompokkan penanaman durian menjadi 4 area. Area terdepan seluas 4 ha disebut biola terdiri atas 400 tanaman Varietas yang ditanam umumnya lokal seperti matahari, petruk, sitokong, dan hepe.
[caption id="attachment_6566" align="aligncenter" width="1307"]
Jarak tanam teratur dan rumput terawat di kebun durian milik Achmad Sanusi di Lido Sukabumi[/caption]
Area berikut disebut drop zone seluas 10 ha. Sebelum ditanami durian wilayah itu memang acap digunakan sebagai lokasi pendaratan olahraga terjun payung. Monthong mendominasi area itu. Dua blok lain disebut golf 1 dan kebun durian 2 terdiri atas masing-masing 50 pohon.
Jarak tanam 10 m x 10 m. Namun, penanaman sebagai rough lebih mengedepankan unsur estetika sehingga jarak tanam tidak teratur. Varietas yang ditanam sebagian besar monthong.
Keinginan mengebunkan durian begitu menggebu setelah Sanusi mengunjungi kebun Warso Farm yang dikelola Suwarso Pawaka. Penanaman pertama pada 1998 dan bertahap hingga 2000.
Dengan total populasi 1.300 pohon, dana yang dikucurkan hobiis durian itu sangat besar. Untuk pembelian bibit setinggi 1 m saja, Rp65-juta terkuras dari kocek Sanusi.
Belum lagi biaya perawatan yang mencapai sekitar Rp5.000 per pohon per bulan. Total jenderal pengeluaran sebulan untuk merawat si raja buah itu Rp6,5-juta.
Pantas jika beberapa bulan silam, kebahagiaan pria perlente itu membuncah karena satu pohon berbuah. Tak tanggung-tanggung ia memagari pohon dengan bambu setinggi 2 m sesuai tinggi tanaman. Pagar itu dilapisi kassa.
Sebuah pintu terdapat di pagar bundar itu. Jika datang dan ingin menyaksikan 10 buah besar yang bergelayut itu, Sanusi tinggal membuka pintu. Menurut penanggung jawab kebun, Puji, Ahmad Sanusi Lubis hanya senang memandangi buah, ketimbang menikmatinya. Maklum, usia senja mengharuskan Sanusi mengurangi konsumsi durian.
Bagi Irsan Salim buah durian juga lebih indah dipandangi ketimbang untuk dicicipi. Irsan dikenal sebagai pengusaha tas kenamaan di bawah naungan UD Tas Tajur. Saking senangnya, buah pada 66 pohon durian di halaman rumahnya ditabukan untuk dipetik. Buah harus jatuh dengan sendirinya ketika matang. Yang mengambil buah jatuhan pun hanya ayah 4 anak itu.
Itulah puncak kenikmatan pria bersahaja berkebun durian. Orang lain boleh saja mengambilnya, asal seizin Irsan Salim. Padahal, Irsan tak begitu doyan durian.
Selebihnya diberikan kepada teman atau kerabat. Kebahagiaan lain, saat pengunjung ruang pamer yang menyediakan beragam tas itu berujar, “Bagus ya, pohon duriannya,” tutur Irsan menirukan ucapan konsumen yang sering ia dengar.
Pohon durian juga ditanam di sisi kiri dan kanan sepanjang jalan menuju ruang pamer di kawasan Katulampa, Kotamadya Bogor. Jenis yang ditanam pada 1995 antara lain monthong, petruk, sunan, dan hepe. Setiap pagi ia berjalan kaki dari rumah menuju toko tasnya yang berjarak 200 m. Kesempatan itu juga dimanfaatkan untuk mengecek kondisi pohon.
Jika ada pohon yang harus dipangkas atau dipupuk, kakek 3 cucu segera memerintahkan kepada seorang haji kepercayaannya. Setiap 3 bulan minimal Rp2-juta dikeluarkan sebagai biaya pemupukan serta penggulangan hama dan penyakit. Dana yang mengucur tentu lebih besar lantaran Irsanjuga melepas beberapa rusa dan kuda. Mereka leluasa merumput di antara pohon durian.
Badai krisis moneter pada 1997 mendorong Ir Bachtiar Sirajuddin MM pasang kuda-kuda. PT Nirantaka Graha Jasa yang didirikan Bachtiar bersama teman-temannya sepi order. Dunia properti saat itu lesu darah. Pada saat bersamaan pamannya menyerahkan pengelolaan 8 ha lahan di Jonggol, Kabupaten Bogor. Durian menjadi pilihan lantaran harga jual tinggi dan umur produksi relatif lama. Lagi pula Jonggol dikenal sebagai sentra.
Pada 1998 sarjana Teknik Sipil itu menanam 600 pohon di lahan bekas penanaman cengkih. Setidaknya Rp30-juta dibenamkan Bachtiar untuk pembelian bibit. Jenis yang ditanam antara lain ajima, chanee, hepe, monthong, petruk, dan sunan. Sebelum memutuskan bertanam durian ketua Perhimpunan Insinyur Indonesia itu mafhum biaya perawatan tinggi.
Setiap bulan minimal Rp3-juta dikeluarkan untuk biaya perawatan. “Kalau dihitung-hitung sudah ada ratusan juta. Kepalang basah, yang penting saya suka,” ujar ayah 1 anak itu. Pantas 2 kali sepekan alumnus Institut Teknologi Bandung itu mengunjungi kebun. Jika harus memilih antara ke luar kota untuk urusan pekerjaan atau ke kebun, pria 40-an tahun itu tentu memilih yang kedua. “Pohon saya lebih membutuhkan perhatian,” kata direktur perusahaan kontraktor itu.
Belasan hingga ratusan juta rupiah mereka keluarkan agar kesenangan itu terlampiaskan. Berikut 3 eksekutif yang gandrung bertanam durian.
Setelah lima hari bekeija di sebuah bank nasional, akhir pekan adalah waktu yang ditunggu-tunggu Achmad Sanusi Lubis. Ia bergegas meninggalkan rumah di Jakarta menuju Sukabumi. Menghabiskan 2 jam perjalanan eksekutif itu tiba di lapangan golf Lido.
Di sana di hamparan rumput pendek, ia berupaya memasukkan bola ke lubang berdiameter 11 cm dengan bantuan driver tongkat golf.
Usai bermain golf ia selalu menyambangi kebun durian seluas 15 ha. Kebetulan lokasi lahan durian bekas kebun karet itu bersebelahan dengan lapangan golf. Malahan pohon-pohon durian dimanfaatkan sebagai rough pohon atau semak untuk memberikan tantangan bagi pemain di lintasan golf.
Kebun durian di Lido, Kabupaten Sukabumi, itu sangat rapi. Jarak tanam teratur, pohon tumbuh subur, dan rumput terawat, mencerminkan sang pemilik serius menanam durian.
Setiap pekan rumput memang dipangkas dengan mesin pemotong rumput. Di kebun itulah Achmad Sanusi Lubis menghabiskan akhir pekan. Ketua Tim Likuidasi bank Pasifik itu biasanya berjalan kaki di bawah rerimbunan kanopi usai mengayunkan tongkat golf.
Sanusi mengelompokkan penanaman durian menjadi 4 area. Area terdepan seluas 4 ha disebut biola terdiri atas 400 tanaman Varietas yang ditanam umumnya lokal seperti matahari, petruk, sitokong, dan hepe.
Kerangkeng durian
[caption id="attachment_6566" align="aligncenter" width="1307"]

Area berikut disebut drop zone seluas 10 ha. Sebelum ditanami durian wilayah itu memang acap digunakan sebagai lokasi pendaratan olahraga terjun payung. Monthong mendominasi area itu. Dua blok lain disebut golf 1 dan kebun durian 2 terdiri atas masing-masing 50 pohon.
Jarak tanam 10 m x 10 m. Namun, penanaman sebagai rough lebih mengedepankan unsur estetika sehingga jarak tanam tidak teratur. Varietas yang ditanam sebagian besar monthong.
Keinginan mengebunkan durian begitu menggebu setelah Sanusi mengunjungi kebun Warso Farm yang dikelola Suwarso Pawaka. Penanaman pertama pada 1998 dan bertahap hingga 2000.
Dengan total populasi 1.300 pohon, dana yang dikucurkan hobiis durian itu sangat besar. Untuk pembelian bibit setinggi 1 m saja, Rp65-juta terkuras dari kocek Sanusi.
Belum lagi biaya perawatan yang mencapai sekitar Rp5.000 per pohon per bulan. Total jenderal pengeluaran sebulan untuk merawat si raja buah itu Rp6,5-juta.
Pantas jika beberapa bulan silam, kebahagiaan pria perlente itu membuncah karena satu pohon berbuah. Tak tanggung-tanggung ia memagari pohon dengan bambu setinggi 2 m sesuai tinggi tanaman. Pagar itu dilapisi kassa.
Sebuah pintu terdapat di pagar bundar itu. Jika datang dan ingin menyaksikan 10 buah besar yang bergelayut itu, Sanusi tinggal membuka pintu. Menurut penanggung jawab kebun, Puji, Ahmad Sanusi Lubis hanya senang memandangi buah, ketimbang menikmatinya. Maklum, usia senja mengharuskan Sanusi mengurangi konsumsi durian.
Tunggu jatuh
Bagi Irsan Salim buah durian juga lebih indah dipandangi ketimbang untuk dicicipi. Irsan dikenal sebagai pengusaha tas kenamaan di bawah naungan UD Tas Tajur. Saking senangnya, buah pada 66 pohon durian di halaman rumahnya ditabukan untuk dipetik. Buah harus jatuh dengan sendirinya ketika matang. Yang mengambil buah jatuhan pun hanya ayah 4 anak itu.
Itulah puncak kenikmatan pria bersahaja berkebun durian. Orang lain boleh saja mengambilnya, asal seizin Irsan Salim. Padahal, Irsan tak begitu doyan durian.
Selebihnya diberikan kepada teman atau kerabat. Kebahagiaan lain, saat pengunjung ruang pamer yang menyediakan beragam tas itu berujar, “Bagus ya, pohon duriannya,” tutur Irsan menirukan ucapan konsumen yang sering ia dengar.
Pohon durian juga ditanam di sisi kiri dan kanan sepanjang jalan menuju ruang pamer di kawasan Katulampa, Kotamadya Bogor. Jenis yang ditanam pada 1995 antara lain monthong, petruk, sunan, dan hepe. Setiap pagi ia berjalan kaki dari rumah menuju toko tasnya yang berjarak 200 m. Kesempatan itu juga dimanfaatkan untuk mengecek kondisi pohon.
Jika ada pohon yang harus dipangkas atau dipupuk, kakek 3 cucu segera memerintahkan kepada seorang haji kepercayaannya. Setiap 3 bulan minimal Rp2-juta dikeluarkan sebagai biaya pemupukan serta penggulangan hama dan penyakit. Dana yang mengucur tentu lebih besar lantaran Irsanjuga melepas beberapa rusa dan kuda. Mereka leluasa merumput di antara pohon durian.
Krisis

Pada 1998 sarjana Teknik Sipil itu menanam 600 pohon di lahan bekas penanaman cengkih. Setidaknya Rp30-juta dibenamkan Bachtiar untuk pembelian bibit. Jenis yang ditanam antara lain ajima, chanee, hepe, monthong, petruk, dan sunan. Sebelum memutuskan bertanam durian ketua Perhimpunan Insinyur Indonesia itu mafhum biaya perawatan tinggi.
Setiap bulan minimal Rp3-juta dikeluarkan untuk biaya perawatan. “Kalau dihitung-hitung sudah ada ratusan juta. Kepalang basah, yang penting saya suka,” ujar ayah 1 anak itu. Pantas 2 kali sepekan alumnus Institut Teknologi Bandung itu mengunjungi kebun. Jika harus memilih antara ke luar kota untuk urusan pekerjaan atau ke kebun, pria 40-an tahun itu tentu memilih yang kedua. “Pohon saya lebih membutuhkan perhatian,” kata direktur perusahaan kontraktor itu.