Markisa Solok: Dua Jelita di Kaki Gunung Talang

Bak mendapatkan durian runtuh. Itu mungkin pepatah yang tepat buat tim eksplorasi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sukarami dan Balai Penelitian Tanaman Buah Solok. Maksud hati hanya mendata kondisi markisa manis Passiflora quadrangularis di daerah sentra, justru didapat 2 varietas baru berkualitas super. Kini markisa supersolinda dan markisa gumanti pendatang baru itu jadi primadona.

Setumpuk markisa berkulit kuning kecokelatan ditata rapi bak apel di anjungan buah-buahan sebuah pasar swalayan ternama di Padang. Di dekat situ tertera label harga Rp 1.000 per buah. Di lapak-lapak pedagang di sepanjang jalan antara Solok Padang melalui jalur alternatif Alahan Panjang yang mirip Puncak, Cianjur, paling banter Rp300 per buah.

Bukan tanpa alasan bila harga lebih mahal. Markisa yang dijajakan di pasar swalayan bersosok besar, sekilo isi 6 sampai 7 buah yang di lapak-lapak, 9 sampai 10 buah. Waktu dibelah terlihat biji-biji hitam diselimuti selaput bening berwarna oranye.

Rasanya manis dan beraroma harum. Itulah supersolinda, markisa unggul asal Alahanpanjang, Solok.

Markisa putih


[caption id="attachment_5834" align="aligncenter" width="1511"] markisa putih[/caption]

“Markisa super itu ditemukan waktu eksplorasi kondisi jenis lokal pada 1999,” tutur Ir Yanti Mala, MSi, peneliti di BPTP Sukarami. Kala itu tim terdiri dari peneliti BPTP Sukarami dan Balitbu Solok menelusuri penyebaran markisa manis Passiflora quadrangularis jenis lama di Kecamatan Lembangjaya, Lembahgumanti, dan Danaukembar. Ketiga sentra penanaman itu terletak di kaki Gunung Talang pada ketinggian di atas 1.000 m dpi.

Lokasi itu memang cocok untuk pertumbuhan passion fruit itu.

Yang ditemukan justru 2 jenis markisa baru. Sosok tanaman dan buah masing-masing berbeda. Jenis pertama berbunga ungu sama seperti yang lokal, tapi pucuk daun hijau keunguan. Buah berukuran besar. Waktu muda berwarna hijau, lalu keunguan, dan kuning kecokelatan berbintik putih saat matang. Rasanya manis dan beraroma harum.

Kulit tebal dan keras sehingga awet dan tahan pengangkutan. Delapan belas hari disimpan di wadah terbuka kualitas buah masih bagus. Nantinya ia dinamakan supersolinda. Super karena berukuran besar, sementara solinda akronim dari solok nan indah.

Jenis ke-2 tak kalah istimewa. Gumanti nama yang diberikan saat dilepas jadi buah unggul nasional  kelihatan jelita dengan kulit kuning bersih dan mengilap waktu matang. Buah muda hijau keputih-putihan seperti pucuk daun yang hijau pucat.

Makanya masyarakat ada yang menyebutnya sebagai markisa putih. Ukuran memang lebih kecil ketimbang supersolinda, tapi produktivitas tetap tinggi. Gumanti 60 sampai 70 kg per tanaman per tahun; supersolinda 65 sampai 75 kg. Rasa tak kalah manis dan aroma lebih tajam. Daya tahan juga lebih lama, 21 hari disimpan buah tidak rusak.

Terbatas


Wajar bila banyak petani tertarik menanam. Supersolinda lebih favorit ketimbang gumanti. Menurut Yanti Mala, itu karena sosok markisa super itu benar-benar berbeda dengan yang lokal.

Sayang ketersediaan bibit masih terbatas sehingga penyebaran baru di Kecamatan Lembahgumanti. Total penanaman 25 ha setara 10.000 tanaman.

Untuk memenuhi permintaan bibit, Kelompok Tani Dorse Kembang Sari di Lembahgumanti ditunjuk sebagai penangkar. “Minggu lalu baru ada pesanan dari Kecamatan Lembangjaya sebanyak 400 bibit untuk penanaman 1 ha,” ujar Baharuddin Bilal, ketua kelompok tani. Harga bibit relatif mahal Rp1 .000 per batang tak jadi penghalang.

Dari 25 ha penanaman di Lembahgumanti, sebanyak 15 ha mulai panen sejak 6 bulan silam. Produktivitas per ha 10.000 sampai 12.000 buah yang dipanen ha setiap 10 hari. Buah disetor ke gudang penampungan milik kelompok. Dari sana baru didistribusikan ke pelanggan di Pekanbaru dan Jakarta. Sebagian kecil masuk ke pasar swalayan di Padang.

Dengan kualitas istimewa pedagang menghargai lebih tinggi daripada yang lokal. “Supersolinda dibeli Rp250 per buah; lokal paling tinggi Rp 150,” tutur Muhammad Yunus, pemilik 50 tanaman. Sampai di pasar swalayan harga meroket hingga Rp 1.000 per buah. Meski demikian permintaan deras mengalir. Kami belum menyanggupi karena produksi masih terbatas,” papar Bilal.

[caption id="attachment_5833" align="aligncenter" width="993"] Markisa lokal di Alahanpanjang[/caption]

Toh kehadiran markisa super tak lantas menyingkirkan jenis lokal yang sudah ditanam sejak 1979. Dari 3 kecamatan sentra setiap minggu minimal 27 truk masing-masing berisi 55.000 buah dikirim ke Pasar Muaraangke, Jakarta Utara dan Pasar Cibitung, Bekasi. Itu belum termasuk pengiriman ke Batam, Pekanbaru, dan Jambi mencapai setengah volume pengiriman ke Jawa. “Malah sebenarnya permintaan lebih banyak lagi.

Apak saya memasok 2 truk (setara 8 ton, red) per minggu pada pelanggan di Jakarta. Padahal 2 truk itu sebenarnya diminta setiap hari,” ujar Bilal.

Sayang, untuk memenuhi permintaan itu tak gampang. Areal yang cocok untuk penananam markisa manis masih luas terbentang, tapi petani terbentur modal. Untuk penanaman seluas 1 ha dibutuhkan biaya Rp13-juta. Itu untuk persiapan lahan sampai panen perdana pada umur 12 bulan. Nah, siapa siap mengulurkan tangan?
Lebih baru Lebih lama