Gara-gara serangan Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) dan rantai tataniaga yang merugikan petani, siem pontianak sempat menghilang dari peredaran. Tahta sebagai penguasa pasar pun jatuh pada sang pesaing, jeruk medan. Kini jeruk yang banyak ditanam di Kecamatan Tebas,Kabupaten Sambas, itu siap kembali membanjiri pasar. Kebun milik Mitra Jeruk Lestari seluas 500 ha salah satu motornya.
Kepenatan menempuh perjalanan panjang selama 5 jam dari Pontianak ke arah utara sirna begitu rombongan peserta tur seminar jeruk nasional menjejak di kebun milik PT Mitra Jeruk Lestari (MJL). Pemandangan pantai di sepanjang jalan sempit beraspal mulus berganti rupa jadi hijau royo-royo.
Sejauh mata memandang tampak deretan pohon jeruk beragam ukuran. Tanaman berjejer rapi dalam barisan tanam berukuran 5 m x 5 m. Ada yang tumbuh di dataran hingga perbukitan berteras sering nun di kejauhan. Kehadiran mereka membuat lahan seluas 500 ha itu menghijau.
Tanaman di lahan seluas 2 ha di depan kantor MJL bahkan sudah memamerkan buah. Itu siem pontianak berumur 4 tahun yang pertama kali ditanam pada 1999. Sayang waktu rombongan bertandang pada pertengahan Juni, buah belum siap panen. Penanaman terkotak-kotak pada blok-blok mengingatkan pada kebun-kebun jeruk di Kalifornia, Amerika Serikat.
[caption id="attachment_6034" align="aligncenter" width="662"]
Dilengkapi parit pembuangan[/caption]
Pemandangan hijau di kebun di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, itu kontras dengan kondisi sebelumnya. Lahan itu semula hutan sekunder yang dipenuhi semak belukar. Meski tak bisa dikatakan tanah kritis, lapisan solum sangat tipis. Lebih banyak diisi batu padas. Tak heran bila ketersediaan nutrisi terbatas.
Kondisi itu tergambar pada bekas sodetan untuk membuat saluran pembuangan air. Terlihat tanah cadas berwarna putih. Strukturnya kasar menyerupai kerikil. Tak heran sebagian orang menilai usaha MJL mengebunkan jeruk yang sempat merajai pasar nasional itu terbilang nekat.
Toh, pemilihan lokasi itu bukan tanpa pertimbangan. Pada masa jayanya, Kecamatan Tebas populer di seantero negeri sebagai sentra. Sebelum gonjang-ganjing tataniaga jeruk, siem pontianak jadi komoditas primadona Kalimantan Barat. Pada 1993 tercatat 20.000 ha kebun jeruk ada di provinsi yang berbatasan langsung dengan Malaysia di bagian utara itu. Kondisi tanah serupa ditemui di sentra penanaman jeruk di Kalifornia dan Perancis selatan.
Lokasi kebun di dataran rendah 50 m dpi, beriklim panas, dan bermatahari penuh justru cocok untuk pertanaman Jeruk. Itu dengan syarat sumber air memadai. Makanya di tempat-tempat tertentu dibuat tandon-tandon air untuk menyirami lahan ketika kemarau. Air rembesan dibuang melalui parit-parit sedalam 1 m yang memisahkan setiap barisan.
Untuk membentuk lahan bekas hutan sekunder menjadi rata dan rapi seperti sekarang ini memang pekerjaan besar. Tampak alat-alat berat masih disimpan di beberapa lokasi. Itu untuk membongkar tanah bertopografi tak beraturan.
Termasuk menebas ilalang yang tumbuh liar. Belum lagi pembuatan parit-parit dan lubang-lubang tanam. Untuk lahan seluas 500 ha dan kondisi tanah keras mestinya lubang tanam dibuat dengan cara mengebor. Itu merujuk pengalaman pembukaan lahan di Taman Buah Mekarsari.
Meski lahan gersang, tanaman tumbuh subur dan sehat. Agar laik ditanami, dilakukan rekayasa pada lubang tanam. Lubang berukuran 1 m x 1 m x 1 m atau 80 cm x 80 xm 80 cm diisi bahan organik berupa pupuk kandang.
Di tengah-tengah areal kebun terdapat bangunan besar tempat penampungan pupuk kandang. Pemupukan membuat struktur tanah lebih remah sehingga bisa menahan air dan akar mudah tembus. Sekaligus memenuhi kekurangan nutrisi. Dengan begitu pertumbuhan tanaman selama 1—2 tahun pertama prima.
Masalah mungkin muncul setelah tanaman berumur 4 tahun ketika akar mulai masuk bagian tanah sesungguhnya. Namun, diduga pada saat itu akar sudah beradaptasi dengan lingkungan yang terbatas. Demi kesuksesan penanaman, tak tanggung-tanggung MJL mendatangkan para pakar dari Cina untuk mengawasi budidaya dan pemeliharaan sehari-hari. Wajar karena pemeliharaan merupakan faktor krusial dalam menangani kebun luas.
Yang agak istimewa di sana pembentukan sebagian tanaman menggunakan pakem 1-3-9-27. Dengan pembentukan tajuk itu tanaman diperlakukan seperti mesin produksi penghasil buah. Produksi dan bobot buah yang diinginkan bisa diperkirakan. Lagipula tajuk tanaman menjadi rapi dan mempermudah menghitung kebutuhan pemupukan. Sayang, tidak semua tanaman diperlakukan seperti itu.
[caption id="attachment_6033" align="aligncenter" width="1458"]
Rencana pengembangan hingga 6.000 ha[/caption]
Kini luas penanaman sudah mencapai 500 ha. Itu sebenarnya baru tahap awal dari rencana pengembangan yang mencapai 6.000 ha. Memang tak melulu milik MJL. Nantinya, sebagian lahan dikelola petani di sekitar dengan sistem inti-plasma. Agar mampu menghasilkan buah seragam para petani (calon mitra) untuk sementara bekerja di MJL. Mulai dari budidaya hingga pascapanen.
Untuk mencapai target penanaman 6.000 ha pada 2006 dibangun pembibitan sendiri. Greenhouse berstruktur mewah dengan atap kassa di dekat bangunan kantor sanggup menampung 1-juta bibit setara 2.500 ha. Bibit-bibit okulasi setinggi 60 cm itu untuk persiapan tanam musim hujan ini. Bibit dijamin bebas CPVD karena induk berasal dari tanaman sehat hasil seleksi balai penelitian di Tlekung, Malang.
Dengan umur tanaman saat ini rata-rata 2 tahun, seluruh kebun diperkiraan mulai panen pada 2005. Bila panen perdana dituai 25—50 kg per pohon, total produksi minimal 5.000 ton. Itu cukup untuk membanjiri kembali pasar-pasar di Jawa. Lantaran lokasi kebun dekat dengan Serawak, Malaysia, ekspor ke negeri jiran itu sebuah keniscayaan. Sebuah pelabuhan alam tak jauh dari lokasi kebun direnovasi menjadi pelabuhan niaga. Dari sanalah jeruk didistribusikan ke berbagai tempat. Untuk mempermudah transportasi, dibuka akses jalan langsung dari kebun menuju pelabuhan.
Rencana pembangunan fasilitas itu mendapat dukungan penuh dari pemda setempat. Harapan mereka kehadiran kebun-kebun baru akan mengulang bulan madu pekebun siem pontianak yang sempat luluh-lantak.
Kepenatan menempuh perjalanan panjang selama 5 jam dari Pontianak ke arah utara sirna begitu rombongan peserta tur seminar jeruk nasional menjejak di kebun milik PT Mitra Jeruk Lestari (MJL). Pemandangan pantai di sepanjang jalan sempit beraspal mulus berganti rupa jadi hijau royo-royo.
Sejauh mata memandang tampak deretan pohon jeruk beragam ukuran. Tanaman berjejer rapi dalam barisan tanam berukuran 5 m x 5 m. Ada yang tumbuh di dataran hingga perbukitan berteras sering nun di kejauhan. Kehadiran mereka membuat lahan seluas 500 ha itu menghijau.
Tanaman di lahan seluas 2 ha di depan kantor MJL bahkan sudah memamerkan buah. Itu siem pontianak berumur 4 tahun yang pertama kali ditanam pada 1999. Sayang waktu rombongan bertandang pada pertengahan Juni, buah belum siap panen. Penanaman terkotak-kotak pada blok-blok mengingatkan pada kebun-kebun jeruk di Kalifornia, Amerika Serikat.
Permasalahan Kondisi Tanah
[caption id="attachment_6034" align="aligncenter" width="662"]

Pemandangan hijau di kebun di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, itu kontras dengan kondisi sebelumnya. Lahan itu semula hutan sekunder yang dipenuhi semak belukar. Meski tak bisa dikatakan tanah kritis, lapisan solum sangat tipis. Lebih banyak diisi batu padas. Tak heran bila ketersediaan nutrisi terbatas.
Kondisi itu tergambar pada bekas sodetan untuk membuat saluran pembuangan air. Terlihat tanah cadas berwarna putih. Strukturnya kasar menyerupai kerikil. Tak heran sebagian orang menilai usaha MJL mengebunkan jeruk yang sempat merajai pasar nasional itu terbilang nekat.
Toh, pemilihan lokasi itu bukan tanpa pertimbangan. Pada masa jayanya, Kecamatan Tebas populer di seantero negeri sebagai sentra. Sebelum gonjang-ganjing tataniaga jeruk, siem pontianak jadi komoditas primadona Kalimantan Barat. Pada 1993 tercatat 20.000 ha kebun jeruk ada di provinsi yang berbatasan langsung dengan Malaysia di bagian utara itu. Kondisi tanah serupa ditemui di sentra penanaman jeruk di Kalifornia dan Perancis selatan.
Lokasi kebun di dataran rendah 50 m dpi, beriklim panas, dan bermatahari penuh justru cocok untuk pertanaman Jeruk. Itu dengan syarat sumber air memadai. Makanya di tempat-tempat tertentu dibuat tandon-tandon air untuk menyirami lahan ketika kemarau. Air rembesan dibuang melalui parit-parit sedalam 1 m yang memisahkan setiap barisan.
Rekayasa lubang Irigasi
Untuk membentuk lahan bekas hutan sekunder menjadi rata dan rapi seperti sekarang ini memang pekerjaan besar. Tampak alat-alat berat masih disimpan di beberapa lokasi. Itu untuk membongkar tanah bertopografi tak beraturan.
Termasuk menebas ilalang yang tumbuh liar. Belum lagi pembuatan parit-parit dan lubang-lubang tanam. Untuk lahan seluas 500 ha dan kondisi tanah keras mestinya lubang tanam dibuat dengan cara mengebor. Itu merujuk pengalaman pembukaan lahan di Taman Buah Mekarsari.
Meski lahan gersang, tanaman tumbuh subur dan sehat. Agar laik ditanami, dilakukan rekayasa pada lubang tanam. Lubang berukuran 1 m x 1 m x 1 m atau 80 cm x 80 xm 80 cm diisi bahan organik berupa pupuk kandang.
Di tengah-tengah areal kebun terdapat bangunan besar tempat penampungan pupuk kandang. Pemupukan membuat struktur tanah lebih remah sehingga bisa menahan air dan akar mudah tembus. Sekaligus memenuhi kekurangan nutrisi. Dengan begitu pertumbuhan tanaman selama 1—2 tahun pertama prima.
Masalah mungkin muncul setelah tanaman berumur 4 tahun ketika akar mulai masuk bagian tanah sesungguhnya. Namun, diduga pada saat itu akar sudah beradaptasi dengan lingkungan yang terbatas. Demi kesuksesan penanaman, tak tanggung-tanggung MJL mendatangkan para pakar dari Cina untuk mengawasi budidaya dan pemeliharaan sehari-hari. Wajar karena pemeliharaan merupakan faktor krusial dalam menangani kebun luas.
Yang agak istimewa di sana pembentukan sebagian tanaman menggunakan pakem 1-3-9-27. Dengan pembentukan tajuk itu tanaman diperlakukan seperti mesin produksi penghasil buah. Produksi dan bobot buah yang diinginkan bisa diperkirakan. Lagipula tajuk tanaman menjadi rapi dan mempermudah menghitung kebutuhan pemupukan. Sayang, tidak semua tanaman diperlakukan seperti itu.
Petani mitra
[caption id="attachment_6033" align="aligncenter" width="1458"]

Kini luas penanaman sudah mencapai 500 ha. Itu sebenarnya baru tahap awal dari rencana pengembangan yang mencapai 6.000 ha. Memang tak melulu milik MJL. Nantinya, sebagian lahan dikelola petani di sekitar dengan sistem inti-plasma. Agar mampu menghasilkan buah seragam para petani (calon mitra) untuk sementara bekerja di MJL. Mulai dari budidaya hingga pascapanen.
Untuk mencapai target penanaman 6.000 ha pada 2006 dibangun pembibitan sendiri. Greenhouse berstruktur mewah dengan atap kassa di dekat bangunan kantor sanggup menampung 1-juta bibit setara 2.500 ha. Bibit-bibit okulasi setinggi 60 cm itu untuk persiapan tanam musim hujan ini. Bibit dijamin bebas CPVD karena induk berasal dari tanaman sehat hasil seleksi balai penelitian di Tlekung, Malang.
Dengan umur tanaman saat ini rata-rata 2 tahun, seluruh kebun diperkiraan mulai panen pada 2005. Bila panen perdana dituai 25—50 kg per pohon, total produksi minimal 5.000 ton. Itu cukup untuk membanjiri kembali pasar-pasar di Jawa. Lantaran lokasi kebun dekat dengan Serawak, Malaysia, ekspor ke negeri jiran itu sebuah keniscayaan. Sebuah pelabuhan alam tak jauh dari lokasi kebun direnovasi menjadi pelabuhan niaga. Dari sanalah jeruk didistribusikan ke berbagai tempat. Untuk mempermudah transportasi, dibuka akses jalan langsung dari kebun menuju pelabuhan.
Rencana pembangunan fasilitas itu mendapat dukungan penuh dari pemda setempat. Harapan mereka kehadiran kebun-kebun baru akan mengulang bulan madu pekebun siem pontianak yang sempat luluh-lantak.