Tuk..tuk..tuk.... Dengan cekatan Rahmi Lubis mengayunkan golok di tangan kanan. Dalam 3 tebasan setandan salak terlepas dari pohon. Waktu dikupas tampak daging buah gading merona merah. Rasanya manis segar danger air banyak tanpa rasa sepat dan tidak masir. Itulah salak udang asli Pasaman.
Minggu pagi di pertengahan Juni seorang teman mengajak Kami menyusuri jalan beraspal di Desa Tampus, Kecamatan Lembah melintang, Kabupaten Pasaman. "Kita makan salak gratis di kebun yuk,” katanya. Memang tak sepenuhnya cuma-cuma. Pengunjung boleh makan sepuasnya asalkan setelah itu membayar untuk salak yang dibawa pulang.
Selepas areal pemukiman yang tak begitu padat, terlihat kebun-kebun salak di kiri-kanan jalan. Suasananya sepi dan sedikit temaram karena tajuk tanaman rimbun. Maklum kebanyakan pohon Salacca edulis itu berumur di atas 10 tahun.
[caption id="attachment_5929" align="aligncenter" width="1512"]
kebun salak[/caption]
Di salah satu kebun terlihat sepeda Rahmi Lubis tersandar di dekat pintu masuk. Perempuan yang baru setahun terakhir mengontrak kebun milik seorang juragan tanah itu sedang memanen salak bersama sang suami. "Ini untuk berjualan besok di Pasar Ujunggading" katanya. Maklum, Senin adalah hari pasaran di ibukota kecamatan Lembah melintang itu.
Jadilah Kami berkeliling kebun menemani perempuan paruh baya itu memanen. Setiap kali satu dompol dipanen beberapa buah disodorkan untuk dicicipi. Ehm...manis dan segar karena ada sedikit rasa asam. Kadar air banyak. Daging buah tebal dan getas tanpa sepat dan masir.
Yang menarik dalam satu dompol kerap muncul buah berdaging semburat merah mirip kulit udang. Lazimnya kuning gading. Diduga ada persilangan alami dengan salak sidempuan asal Medan. Dari penampilan itu muncul julukan salak udang. Puas berkeliling kebun sekeranjang salak siap di dekat pintu kebun. Untuk 100 buah Kami merogoh Rp20.000.
[caption id="attachment_5928" align="aligncenter" width="1512"]
Manis, segar, tanpa sepat[/caption]
Salak udang memang belum setenar pondoh. Namun, di Sumatera Barat ia sudah kesohor. Sentra penanaman tersebar di Kecamatan Pasaman, Lubuksikaping, Gunungtuleh, dan Ujunggading. Penanaman terluas di Lubuksikaping.
Total jenderal luas panen pada 2002 mencapai 195 ha dan produksi 1.450 ton. Dengan luas itu pantas saja Pasaman merupakan sentra penanaman salak terbesar di Sumatera Barat.
Pohon-pohon snakefruit itu ditanam di kebun-kebun perorangan dengan rata-rata kepemilikan lahan 1 ha. Ada yang dikelola sendiri atau dikontrakkan pada orang lain. Misal Rahmi Lubis. Dengan menyodorkan uang sewa Rpl,5-juta per ha per tahun seluruh hasil panen tahun ini jadi miliknya.
Dari kebun, buah bersisik itu dibawa ke pasar-pasar lokal Sumatera Barat. "Salak belum seperti jeruk yang sudah bisa memasok Jakarta,” tutur Emmi Sudarti, Kasie Perlindungan Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pasaman. Jeruk memang buah andalan Pasaman.
Toh, tak berarti salak udang tak punya penggemar. Bila dinas mengadakan jamuan ia jadi hidangan istimewa. Buah anggota famili Palmae, itu pun oleh-oleh favorit para pelancong yang datang ke Lubuksikaping. Memang bukan sembarang salak udang, tapi yang dijual di dekat gudang Dolog di tepi jalan antara Lubuksikaping sampai Bukittinggi.
Sebuah kedai sederhana di Desa Muaramangguang menjajakan buah jumbo dan manis. Menurut Emmi jenisnya sama dengan yang dijual di tempat lain. Hanya saja itu hasil sortiran: besar dan matang pohon sehingga manis. Tak heran harga mencapai Rp4.000 sampai Rp5.000 perkg. Lebih mahal daripada yang biasa Rp3.000 sampai Rp3.500.
Minggu pagi di pertengahan Juni seorang teman mengajak Kami menyusuri jalan beraspal di Desa Tampus, Kecamatan Lembah melintang, Kabupaten Pasaman. "Kita makan salak gratis di kebun yuk,” katanya. Memang tak sepenuhnya cuma-cuma. Pengunjung boleh makan sepuasnya asalkan setelah itu membayar untuk salak yang dibawa pulang.
Selepas areal pemukiman yang tak begitu padat, terlihat kebun-kebun salak di kiri-kanan jalan. Suasananya sepi dan sedikit temaram karena tajuk tanaman rimbun. Maklum kebanyakan pohon Salacca edulis itu berumur di atas 10 tahun.
Hari pasaran
[caption id="attachment_5929" align="aligncenter" width="1512"]

Di salah satu kebun terlihat sepeda Rahmi Lubis tersandar di dekat pintu masuk. Perempuan yang baru setahun terakhir mengontrak kebun milik seorang juragan tanah itu sedang memanen salak bersama sang suami. "Ini untuk berjualan besok di Pasar Ujunggading" katanya. Maklum, Senin adalah hari pasaran di ibukota kecamatan Lembah melintang itu.
Jadilah Kami berkeliling kebun menemani perempuan paruh baya itu memanen. Setiap kali satu dompol dipanen beberapa buah disodorkan untuk dicicipi. Ehm...manis dan segar karena ada sedikit rasa asam. Kadar air banyak. Daging buah tebal dan getas tanpa sepat dan masir.
Yang menarik dalam satu dompol kerap muncul buah berdaging semburat merah mirip kulit udang. Lazimnya kuning gading. Diduga ada persilangan alami dengan salak sidempuan asal Medan. Dari penampilan itu muncul julukan salak udang. Puas berkeliling kebun sekeranjang salak siap di dekat pintu kebun. Untuk 100 buah Kami merogoh Rp20.000.
Suguhan favorit
[caption id="attachment_5928" align="aligncenter" width="1512"]

Salak udang memang belum setenar pondoh. Namun, di Sumatera Barat ia sudah kesohor. Sentra penanaman tersebar di Kecamatan Pasaman, Lubuksikaping, Gunungtuleh, dan Ujunggading. Penanaman terluas di Lubuksikaping.
Total jenderal luas panen pada 2002 mencapai 195 ha dan produksi 1.450 ton. Dengan luas itu pantas saja Pasaman merupakan sentra penanaman salak terbesar di Sumatera Barat.
Pohon-pohon snakefruit itu ditanam di kebun-kebun perorangan dengan rata-rata kepemilikan lahan 1 ha. Ada yang dikelola sendiri atau dikontrakkan pada orang lain. Misal Rahmi Lubis. Dengan menyodorkan uang sewa Rpl,5-juta per ha per tahun seluruh hasil panen tahun ini jadi miliknya.
Dari kebun, buah bersisik itu dibawa ke pasar-pasar lokal Sumatera Barat. "Salak belum seperti jeruk yang sudah bisa memasok Jakarta,” tutur Emmi Sudarti, Kasie Perlindungan Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pasaman. Jeruk memang buah andalan Pasaman.
Toh, tak berarti salak udang tak punya penggemar. Bila dinas mengadakan jamuan ia jadi hidangan istimewa. Buah anggota famili Palmae, itu pun oleh-oleh favorit para pelancong yang datang ke Lubuksikaping. Memang bukan sembarang salak udang, tapi yang dijual di dekat gudang Dolog di tepi jalan antara Lubuksikaping sampai Bukittinggi.
Sebuah kedai sederhana di Desa Muaramangguang menjajakan buah jumbo dan manis. Menurut Emmi jenisnya sama dengan yang dijual di tempat lain. Hanya saja itu hasil sortiran: besar dan matang pohon sehingga manis. Tak heran harga mencapai Rp4.000 sampai Rp5.000 perkg. Lebih mahal daripada yang biasa Rp3.000 sampai Rp3.500.