Kohaku 40 cm kebanggaan Nico H ST menyabet Young Champion pada 10th Singapore Koi Show & Champoinships beberapa bulan silam. Ia menyisihkan ratusan koi terbaik dari mancanegara seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bukan itu saja, berbagai kelas direbut peserta Indonesia lainnya. Nico yang menurunkan 18 koleksinya bahkan sukses memborong 17 gelar juara.
Di berbagai kontes koi luar negeri kehadiran hobiis di tanah air tak sekadar turut berpartisipasi. Tahta juara kerap dituai baik di All Japan maupun Singapura, dua kontes koi terbesar. "Ini menunjukkan kualitas koi Indonesia sudah ok," kata Nico, hobiis di Kelapagading, Jakarta Utara. Sebab, yang menilai para juri kondang dari Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia.
Keberhasilan merengkuh juara pada kontes yang diselenggarakan rutin setiap April sampai berlangsung Juli karena kasus Severe Acute Respiratory Snydrome (SARS) sampai itu, tidak lepas dari kejelian memilih dan merawat koi-koinya. "Sekalipun mempunyai genetik baik, tapi bila perawatan tidak mendukung koi tampil kurang sempurna," ujarnya. Oleh karena itulah lelaki yang mengoleksi ratusan koi kualitas kontes itu sangat memperhatikan kualitas air dan pakan dalam perawatannya.
Nico tak menyangkal koi-koi yang berhasil meraih juara didatangkan dari negara leluhurnya, Jepang. "Saya menyertakan koi 20 sampai 75 cm yang semuanya impor," ungkap lajang kelahiran Jakarta itu. Koi-koi itu dibeli ketika berukuran 15 sampai 40 cm, lalu dipelihara hingga siap kontes. Jadi, tidak serta-merta langsung diikutkan kontes, melainkan dirawat terlebih dahulu berbulan-bulan. Inilah justru yang menambah kebanggaan bagi setiap hobiis.
Sebelum turun ke kontes paling tidak butuh waktu 2 bulan dirawat intensif. Maksudnya agar warna koi betul-betul prima dan tubuh proporsional. Unsur pakan dalam hal ini sangat berperan. Jenis dan porsi harus sesuai kebutuhan. Sebulan pertama Nico memberikan spirulina untuk menggenjot warna merah. Sebulan berikutnya giliran wheat germ, pemacu warna putih.
Kendati banyak hobiis memberikan kedua pakan itu dalam waktu bersamaan, tapi Nico tak menyarankannya. "Tidak efektif, warna tidak maksimal," ucapnya. Alasannya, wheat germ sengaja diberikan sebulan terakhir untuk menyapu warna putih kekuningan yang timbul akibat spirulina. Dengan begitu kohaku putihnya bisa seputih salju dan warna merah menyala. Karena itu pula pemberian tidak boleh dibalik, whet germ di awal dan spirulina terakhir.
Berikanlah spirulina sehari sekali pada pukul 11.00 atau 12.00. Pada siang hari berdasarkan pengalaman Nico spirulina terserap tubuh koi lebih baik. Jika ingin sehari 2 kali, pemberian pertama pukul 10 dan kedua 14.00. Tak tertutup kemungkinan hobiis memberikan 4 sampai 5 kali/hari. "Tak apa-apa yang penting dosis tidak berlebihan," ujar Nico. Sama halnya wheat germ boleh diberikan berkali-kali asal pagi dan sore.
[caption id="attachment_17241" align="aligncenter" width="230"]
Tategori asagi[/caption]
Kalau ingin sedikit berhemat pakan alternatif pengganti wheat germ bisa dipakai. Biji kedelai besar direndam 1 sampai 2 malam hingga mengembang dan empuk. Saring, tiriskan, dan diangin-angin beberapa menit sebelum ditabur lazimnya pelet. Koi suka memakannya sehingga bisa dijadikan pakan rutin.
Jangan lupa seminggu menjelang kontes koi dipuasakan. Jika tidak, di arena kontes akan membuang kotoran dalam jumlah banyak. Kualitas air menurun dan membuat warna ikan drop. Makanya, untuk perawatan rutin pun pemberian pakan dibatasi. Dosis ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia 3% dari bobot tubuh ikan.
Di Jepang dosis pemberian pakan lebih tinggi, karena para peternak membesarkan koi di danau. Ikan banyak bergerak, tenaga terkuras, sehingga perlu asupan pakan lebih banyak. Di Indonesia koi dipelihara di kolam kecil. "Untuk menghabiskan 3% saja sulit. Apalagi untuk koi berukuran di atas 60 cm, paling hanya 2%," kata Nico.
Semakin besar ikan, persentase kebutuhan pakan semakin kecil. Ikan berukuran di bawah 40 cm bisa menghabiskan 3%, tapi untuk yang besar, misal 70, cm tidak lebih dari 1 % dari bobot tubuh. Lebih-lebih di daerah panas, nafsu makan tidak sebesar di daerah dingin.
Agar nafsu makan tetap terjaga Nico memberikan pelet dan, ulat sutra sebagai menu sehari-hari. Ulat sutra mengandung protein tinggi dan bersifat dingin, baik untuk pertumbuhan koi. "Kalau tidak begitu ikan susah makan. Padahal, selain warna harus prima, ikan tak boleh kurus," tutur pria 25 tahun itu. Terbukti dengan ulat sutera ikannya montok-montok, tapi tidak kegemukan.
Selain memperhatikan soal pakan, Nico menjaga agar pH dan kesadahan stabil. Sebab pH berpengaruh pada kecerahan warna dan nafsu makan. Pada pH rendah warna lebih cerah, tapi nafsu makan kurang. Sebaliknya pH tinggi, kurang baik unuk memacu warna tubuh. "Idealnya kisaran pH untuk merawat koi 7,2 sampai 7,8 dan kesadahan maksimal 4," kata Nico.
Namun, semua perawatan itu hanya faktor pendukung. Yang lebih menentukan adalah faktor genetik. Jadi, pandai-pandailah memilih tategoi, kemudian disempurnakan dengan perawatan. Jalan meraih prestasi memang panjang, tak semudah membalikkan telapak tangan.
(Pandu Dwilaksono)
Di berbagai kontes koi luar negeri kehadiran hobiis di tanah air tak sekadar turut berpartisipasi. Tahta juara kerap dituai baik di All Japan maupun Singapura, dua kontes koi terbesar. "Ini menunjukkan kualitas koi Indonesia sudah ok," kata Nico, hobiis di Kelapagading, Jakarta Utara. Sebab, yang menilai para juri kondang dari Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia.
Keberhasilan merengkuh juara pada kontes yang diselenggarakan rutin setiap April sampai berlangsung Juli karena kasus Severe Acute Respiratory Snydrome (SARS) sampai itu, tidak lepas dari kejelian memilih dan merawat koi-koinya. "Sekalipun mempunyai genetik baik, tapi bila perawatan tidak mendukung koi tampil kurang sempurna," ujarnya. Oleh karena itulah lelaki yang mengoleksi ratusan koi kualitas kontes itu sangat memperhatikan kualitas air dan pakan dalam perawatannya.
2 bulan intensif
Nico tak menyangkal koi-koi yang berhasil meraih juara didatangkan dari negara leluhurnya, Jepang. "Saya menyertakan koi 20 sampai 75 cm yang semuanya impor," ungkap lajang kelahiran Jakarta itu. Koi-koi itu dibeli ketika berukuran 15 sampai 40 cm, lalu dipelihara hingga siap kontes. Jadi, tidak serta-merta langsung diikutkan kontes, melainkan dirawat terlebih dahulu berbulan-bulan. Inilah justru yang menambah kebanggaan bagi setiap hobiis.
Sebelum turun ke kontes paling tidak butuh waktu 2 bulan dirawat intensif. Maksudnya agar warna koi betul-betul prima dan tubuh proporsional. Unsur pakan dalam hal ini sangat berperan. Jenis dan porsi harus sesuai kebutuhan. Sebulan pertama Nico memberikan spirulina untuk menggenjot warna merah. Sebulan berikutnya giliran wheat germ, pemacu warna putih.
Kendati banyak hobiis memberikan kedua pakan itu dalam waktu bersamaan, tapi Nico tak menyarankannya. "Tidak efektif, warna tidak maksimal," ucapnya. Alasannya, wheat germ sengaja diberikan sebulan terakhir untuk menyapu warna putih kekuningan yang timbul akibat spirulina. Dengan begitu kohaku putihnya bisa seputih salju dan warna merah menyala. Karena itu pula pemberian tidak boleh dibalik, whet germ di awal dan spirulina terakhir.
Berikanlah spirulina sehari sekali pada pukul 11.00 atau 12.00. Pada siang hari berdasarkan pengalaman Nico spirulina terserap tubuh koi lebih baik. Jika ingin sehari 2 kali, pemberian pertama pukul 10 dan kedua 14.00. Tak tertutup kemungkinan hobiis memberikan 4 sampai 5 kali/hari. "Tak apa-apa yang penting dosis tidak berlebihan," ujar Nico. Sama halnya wheat germ boleh diberikan berkali-kali asal pagi dan sore.
[caption id="attachment_17241" align="aligncenter" width="230"]

Kalau ingin sedikit berhemat pakan alternatif pengganti wheat germ bisa dipakai. Biji kedelai besar direndam 1 sampai 2 malam hingga mengembang dan empuk. Saring, tiriskan, dan diangin-angin beberapa menit sebelum ditabur lazimnya pelet. Koi suka memakannya sehingga bisa dijadikan pakan rutin.
Cukup 3%
Jangan lupa seminggu menjelang kontes koi dipuasakan. Jika tidak, di arena kontes akan membuang kotoran dalam jumlah banyak. Kualitas air menurun dan membuat warna ikan drop. Makanya, untuk perawatan rutin pun pemberian pakan dibatasi. Dosis ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia 3% dari bobot tubuh ikan.
Di Jepang dosis pemberian pakan lebih tinggi, karena para peternak membesarkan koi di danau. Ikan banyak bergerak, tenaga terkuras, sehingga perlu asupan pakan lebih banyak. Di Indonesia koi dipelihara di kolam kecil. "Untuk menghabiskan 3% saja sulit. Apalagi untuk koi berukuran di atas 60 cm, paling hanya 2%," kata Nico.
Semakin besar ikan, persentase kebutuhan pakan semakin kecil. Ikan berukuran di bawah 40 cm bisa menghabiskan 3%, tapi untuk yang besar, misal 70, cm tidak lebih dari 1 % dari bobot tubuh. Lebih-lebih di daerah panas, nafsu makan tidak sebesar di daerah dingin.
Agar nafsu makan tetap terjaga Nico memberikan pelet dan, ulat sutra sebagai menu sehari-hari. Ulat sutra mengandung protein tinggi dan bersifat dingin, baik untuk pertumbuhan koi. "Kalau tidak begitu ikan susah makan. Padahal, selain warna harus prima, ikan tak boleh kurus," tutur pria 25 tahun itu. Terbukti dengan ulat sutera ikannya montok-montok, tapi tidak kegemukan.
Selain memperhatikan soal pakan, Nico menjaga agar pH dan kesadahan stabil. Sebab pH berpengaruh pada kecerahan warna dan nafsu makan. Pada pH rendah warna lebih cerah, tapi nafsu makan kurang. Sebaliknya pH tinggi, kurang baik unuk memacu warna tubuh. "Idealnya kisaran pH untuk merawat koi 7,2 sampai 7,8 dan kesadahan maksimal 4," kata Nico.
Namun, semua perawatan itu hanya faktor pendukung. Yang lebih menentukan adalah faktor genetik. Jadi, pandai-pandailah memilih tategoi, kemudian disempurnakan dengan perawatan. Jalan meraih prestasi memang panjang, tak semudah membalikkan telapak tangan.
(Pandu Dwilaksono)