Perputaran Rupiah Di Balik Perdagangan Jengkol

Karena bau, jengkol acap kali dipandang sebelah mata. Padahal perputaran uang dari sayuran itu ratusan juta rupiah per hari. Tidak melulu untuk pasar lokal tetapi juga diekspor. "Orang enggan makan jengkol bukan karena tidak enak, tapi gengsi. Padahal di balik jengkol perputaran uang sangat tinggi," ujar Sulhy.

Pendapat pedagang di Pasar Induk Cibitung, Bekasi, itu tak berlebihan. Ia menggambarkan banyaknya perputaran uang di balik jengkol. "Di sini saja ada 8 pedagang besar. Jika rata-rata per hari masing-masing menyerap 10 ton saja, coba hitung!" ujarnya. Juni lalu harga jengkol kupas mencapai Rp8.000 per kg. Artinya, dari 8 pedagang itu berputar Rp 604-juta sehari.

Padahal Sulhy mampu menyerap 15 ton per hari di luar panen raya atau dikenal sebagai musim penyelang. Pasokan berlipat menjadi 30 sampai 40 ton sehari ketika panen raya tiba bertepatan Juli sampai Agustus. Selain jengkol kupas, pedagang di Cibitung juga menyediakan jengkol berkulit.

Harganya, relatif murah yakni Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per kg. Sebagai perbandingan 1 kg terdiri atas 10 buah jengkol berkulit atau 15 sampai 20 buah jengkol kupas.

Pedagang asal Lampung itu memperoleh pasokan dari Bengkulu, Jambi, Purbalingga, dan Jepara. Pedagang lain. John Hendry menerima pasokan 8 sampai 15 ton per 2 hari dari 15 pemasok yang tersebar di Padang, Bengkulu, Lampung, dan Batang. "Musim selang sulit mendapatkan jengkol," katanya.

Walau banyak pedagang di pasar induk, tetapi tak terjadi perebutan pasokan. "Masing-masing sudah punya pelanggan," ujar John yang 8 tahun berdagang jengkol.

Pasar ekspor Terbuka Luas


Di Pasar Induk Kramatjati Safaruddin juga menuai laba dari jengkol. Kios sederhana 4 x 3 m di los ER mampu menyerap 10 ton per hari. Ketika panen raya tiba serapan berlipat-lipat. Rata-rata ia hanya mengambil untung Rp200 sampai Rp500 per kg.

Dari Pasar Induk Cibitung dan Kramatjati jengkol kemudian beredar ke berbagai pasar di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Bahkan, keluar kota seperti Garut dan Bandung Pedagang umumnya menetapkan kuota pembelian. H. Jalili misalnya, mensyaratkan pembelian minimum 10 kg.

Untuk kelas super ia menjual Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per kg. Kelas super dicirikan dengan sosok bersih tanpa cacat, tua, dan berdiameter minimal 4 cm. Jengkol seperti itulah yang dicari eksportir.

Sayuran beraroma khas menyengat itu . memang tak hanya mengisi pasar lokal. PT Alindo Jayapratama (AJ) malah sudah 5 tahun mengekspor jengkol ke Arab Saudi. Menurut Muhammad Yusuf dari AJ pengiriman ke negeri petro dolar itu setiap pekan dengan volume 300 kg.

"Itu terdiri dari jengkol muda dan tua," kata Yusuf. Selain AJ, PT Agroindo Usaha Jaya (AUJ) juga mengekspor ke Arab Saudi. Volume pengiriman setiap pekan terdiri atas 95 kg jengkol kupas dan 285 kg jengkol kulit.

Musim panen Jengkol


Baik AJ maupun AUJ tak mengelola kebun jengkol, tetapi mengandalkan pasokan dari berbagai pedagang. Maklum tanaman asli Indonesia itu memang belum dikebunkan secara komersial. Pekebun umumnya mengandalkan pohon yang tumbuh di pekarangan dengan perawatan sekadarnya. Itu salah satu kendala memproduksi jengkol berkualitas.

Hambatan lain, musim panen bersamaan di beberapa sentra di Sumatera dan Jawa. Dampaknya, harga jual melorot hingga separahnya. "Kalau 2 jalur bertemu biasanya harganya turun," ujar Safaruddin. Yang ia maksud dengan 2 jalur adalah panen berbarengan antara sentra di Jawa dan Sumatera.

Pada panen raya harga jual jengkol kupas sekitar Rp4.000; berkulit Rp 1.500 sampai Rp2.500 per kg. Namun, saat itu serapan pasar cukup besar. Harga jengkol asal Padang relatif mahal ketimbang yang dari Jawa hingga selisih Rp200 per kg. "Jengkol padang paling legit," ujar John Hendry.

Di luar panen raya jengkol langka sehingga harga melambung. "Kendala saya sulit cari barang berkualitas walau keperluan sedikit," ujar Muhammad Yusuf. Hal serupa juga dialami Ahmad Kurtubi dari AUJ.

Pedagang grosir di pasar induk bukannya tanpa kendala. Mereka umumnya memberlakukan sistem 3:1. Artinya, setelah pembelian ke-3 pembeli membayar pembelian pertama. Sayangnya, beberapa pembeli ingkar janji atau melarikan diri. "Dari 5 orang saja, nunggak Rp36-juta. Ini memang risiko orang jualan sayuran," tutur John Hendry.

Tak semua jengkol dapat dipasarkan pedagang. Pasalnya, kadang-kadang sebagian kecil kurang dari 2% rusak. Penyebabnya, "Di perjalanan sopir menyiram jengkol supaya tidak susut bobot," ujar Safaruddin.

Itu dilakukan jika perjalanan tersendat lantaran macet atau antre menyeberangi Selat Sunda bagi penjual asal Sumatera. Walau banyak kendala mereka tetap menggeluti bisnis sayuran berbentuk cakram itu. Sebab, dari si bau itulah mereka menuai laba.

Teknik Pengawetan jengkol


Wawan mempunyai cara mengawetkan jengkol. Pedagang di Tipar, Sukabumi, itu merendamnya selama 10 jam. Setelah itu jengkol kupas dihamparkan di atas tanah tanpa alas, di atasnya ditutupi tanah halus. Kemudian jengkol lain dihamparkan lagi di atasnya. Permukaan atas kembali ditutupi tanah. Begitu terus hingga 4 sampai 5 hamparan. Setiap pagi gundukan jengkol disiram hingga jenuh.

Pada hari ke-4 atau 6 kuburan jengkol dibongkar. Sebelum pembongkaran upayakan tanah telah kering. Oleh karena itu hindari menyiram gundukan pada pagi harinya. Anggota keluarga Mimosaceae (petai-petaian) itu dibersihkan lalu siap dipasarkan.

Masyarakat Sunda menyebut jengkol pendam tersebut sebagai sepi. Sekali menyepi Wawan memerlukan 5 ton jengkol. Dengan cara itu aroma khas jengkol semakin kuat membikin mblenger. Pithecolobium lobatum itu tahan 10 hari di pasaran.

Ada pula yang memanfaatkan teknologi kubur jengkol itu untuk meraih laba. Pedagang memborong jengkol ketika harga rendah. Mata tunas sayuran itu dibuang lalu dikubur seperti cara Wawan. Menurut Ujang, pedagang di Ciomas, Bogor, dengan cara tersebut jengkol tahan dipendam 3 sampai 4 bulan.

Kuburan dibongkar ketika harga jual tinggi agar keuntungan berlipat-lipat. Namun, menurut Ujang yang 20 tahun berdagang jengkol, cara tersebut hanya cocok untuk jengkol organik. “Jengkol sekarang mah, kurang tahan karena sering dikasih pupuk,” katanya.
Lebih baru Lebih lama