Senin, 10 Juni 2019

Thailand Menjadi Pilihan Para Pemburu Anthurium Tanah Air

Pot-pot anthurium yang dipajang di stan-stan pada pameran Suan Luang, Bangkok, Thailand, pada 2007 terlihat mencolok. 

Hampir 1/3 dari 300 stan memajang laceleave itu. Itu kontras dengan suasana Suan Luang pada 2006. Waktu itu anthurium nyaris tak terlihat.Aglaonema, adenium, dan caladium yang mendominasi.

Kondisi Suang Luang pada penghujung 2007 itu bagai cermin bisnis aglaonema di Thailand I yang sedang lesu. Sebagai contoh, stan Pramote Rojruangsang pada 2006 setengahnya berisi aglaonema. Pada 2007 justru lebih banyak sansevieria. Kondisi serupa terlihat di nurserinya yang terletak di Pathumthani.

Tiga tahun silam banyak pembeli asal Indonesia datang mencari sri rejeki silangan baru. Namun, sejak setahun lalu jumlah pembeli merosot. Penjualan aglaonema di nurseri Unyamanee Garden mengalami penurunan sebesar 20 sampai 30%. “Untuk jenis baru bisa dikatakan berhenti samasekali,” kata Piya Subhaya Achin, kakak ipar Jiew.

Itu sangat berbeda ketika aglaonema tren pada 2005 sampai 2006. Banyak pemain tanaman hias lain, seperti puring, euphorbia, anggrek, kembang sepatu, dan adenium, beralih profesi menjadi pekebun sri rejeki karena aglaonema dicari.










Add caption

Terbesar


Kondisi aglaonema yang lesu di negeri Gajah Putih diamini Surawit Wannakrairoj, PhD, associate professor Departemen Hortikultura Universitas Kasetsart. Pemain tanaman hias Indonesia yang keranjingan anthurium diduga salah satu penyebab.

Para importir yang dulunya membawa aglaonema banyak beralih ke raja daun. Sebut saja dr Darwis Nasution di Jakarta, Adil Barus, dan Gustian Daniel di Medan. “Saat itu (anthurium ngetren di tanahair, red) impor aglaonema drop 80 sampai 90%,” ujar Gunawan Widjaja di Sentul, Bogor.

Indonesia memang memiliki pengaruh sangat besar terhadap bisnis tanaman hias di Thailand. Maklum, Indonesia merupakan pasar terbesar. “Sekitar 80 sampai 90% pasar tanaman hias Thailand adalah Indonesia,” kata Prempree Na Songkhla, editor majalah pertanian Kehakankaset di Bangkok.

Pembeli tanahair pun berani membayar dengan harga tinggi. Beda dengan negara lain. “Pembeli dari Cina hanya berani membeli jenis berharga murah,” tambah Prempree. Kegemaran orang Thailand terhadap tanaman hias pun tak segila orang Indonesia.

Meski volume penjualan turun, pemain aglaonema tulen tidak buru-buru membanting setir menggeluti tanaman hias lain. Berbeda dengan kondisi di tanahair. Begitu tren salah satu tanaman hias turun, pemain terutama yang dadakan berbondong-bondong menjual dengan harga murah asal kembali modal. Pemain di Thailand justru memanfaatkan turunnya tren untuk kegiatan perbanyakan.









Harga Jual anthurium turun dibandingkan 2 sampai 3 tahun silam

Kembangkan usaha


Trik seperti itu yang dilakukan Pairoj Tianchai di Bangkok. Saat pasar sri rejeki turun, ia malah melipatgandakan jumlah tanaman. Perluasan kebun pun dilakukan untuk menampung anakan. Pekebun Thailand yakin masyarakat Indonesia akan kembali membeli aglaonema.

Jiew berupaya mengembangkan pasar baru ke Amerika Serikat, Eropa, dan negara lain di Asia. Namun, ternyata tak mudah. Makanya pekebun dan pedagang aglaonema di Thailand berharap pasar Indonesia kembali terbuka.

Belakangan mereka mulai bernapas lega. Tiga bulan terakhir pasar aglaonema kembali populer,” kata Surawit. Namun, volume dan harga arun dibandingkan 2 sampai 3 tahun lalu. “Dulu harga tinggi lantaran permintaan dari Indonesia sangat banyak sedangkan barang terbatas,” ujar Prempree. Kini, banyak nurseri dan laboratorium di Thailand memperbanyak aglaonema dengan cutting maupun kultur jaringan. Populasi meningkat, harga pun turun.

Volume impor juga berkurang karena pekebun di tanahair mulai memperbanyak anggota famili Araceae itu. Sebut saja Ukay Saputra di Sawangan, Depok. Tiga tahun silam aglaonema pemilik nurseri Anisa Flora itu 100% tanaman impor. Kini tanaman yang dijual hasil budidaya sendiri.

Selain harga turun, jenis yang diminta pasar juga mengalami pergeseran. “Tiga tahun silam pembeli banyak yang mengejar jenis baru, tapi sekarang yang berjalan adalah aglaonema dengan harga murah,” tutur Pic. Sebut saja dud unyamanee, siam aurora, pride of sumatera, dan snow white.

“Karena itu yang diminta konsumen,” kata Melati Tarigan, istri Adil Barus. Maka kemana bisnis tanaman hias Indonesia berembus, ke sanalah pekebun Thailand berkiblat.

Document last updated at: Senin, 10 Jun 2019