Selasa, 12 Oktober 2021

Pengembangan Komoditas Jagung di Indonesia dan Permasalahan Distribusi


Komoditas jagung memainkan peran strategis dalam sektor pertanian karena digunakan secara luas dalam berbagai industri. Selain sebagai bahan pangan dan pakan ternak, jagung juga menjadi bahan baku penting dalam produksi tepung, sirup, dan methanol. Jagung muda dapat dikonsumsi sebagai sayuran segar atau diekspor, dan juga dimanfaatkan sebagai jagung bakar atau beras jagung. Sementara itu, batang muda jagung digunakan sebagai pakan hijauan ternak yang sangat diminati oleh pasar global, terutama di negara-negara Asia dan Eropa. Bahkan, kelobot jagung juga memiliki nilai ekonomi sebagai bahan baku kerajinan tangan.

Pengembangan jagung telah menjadi prioritas kedua yang dikejar oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Bina Produksi, setelah tanaman padi. Saat ini, luas areal penanaman jagung mencapai 3,3 juta hektar. Berdasarkan prediksi Biro Pusat Statistik (BPS), produksi jagung pada tahun lalu mencapai 10,4 juta ton (proyeksi kedua) dari target 11,5 juta ton. Angka ini mencatatkan rekor produksi jagung tertinggi sepanjang sejarah. Dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya, terjadi peningkatan sebesar 7%, angka yang luar biasa mengingat biasanya peningkatan produksi hanya berkisar antara 2,5 hingga 3%.

Peningkatan produktivitas merupakan faktor utama yang mendorong peningkatan produksi jagung. Hal ini dicapai melalui penggunaan kombinasi teknologi, seperti penerapan pupuk yang seimbang dan penggunaan benih hibrida yang unggul. Saat ini, penggunaan benih hibrida sudah mencapai 30% dari total penanaman jagung. Peningkatan produktivitas ini sangat signifikan karena jagung sangat responsif terhadap perlakuan budidaya yang tepat, termasuk pemupukan yang seimbang dan penyesuaian dengan agroklimat yang sesuai. Selain itu, ada juga penambahan luas areal penanaman jagung sebesar 110.000 hektar dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, permasalahan yang muncul adalah distorsi antara pasokan dan kebutuhan jagung. Seiring dengan perkembangan industri pakan ternak, jagung semakin penting sebagai sumber pakan yang terjangkau. Pada tahun ini, diperkirakan industri pakan ternak membutuhkan sekitar 4 juta ton jagung. Dengan produksi jagung sebesar 10,4 juta ton, seharusnya kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Namun, kenyataannya pabrik pakan masih mengimpor jagung.

Salah satu alasan mengapa impor jagung masih terjadi adalah karena industri pakan ternak membutuhkan pasokan jagung yang berkualitas, berkelanjutan, dan berkesinambungan. Jagung dalam negeri memiliki kualitas yang lebih segar dibandingkan dengan jagung impor yang mungkin sudah disimpan di negara asalnya selama 1 hingga 2 tahun sehingga kadar proteinnya berkurang sebesar 3 hingga 4%. Namun, kendala utama adalah kuantitas dan kelanjutan pasokan yang belum sejalan dengan kebutuhan pabrik pakan.

Total produksi jagung sebesar 10,4 juta ton tidak terjadi secara kontinu sepanjang 12 bulan. Sebagian besar penanaman jagung dilakukan pada musim hujan antara bulan Oktober hingga Maret, sedangkan sisanya dilakukan di luar periode tersebut. Akibatnya, produksi jagung menumpuk pada bulan Januari hingga Maret, sementara pada bulan April hingga September produksi jagung rendah karena tidak ada penanaman selama musim kemarau. Hal ini menjadi masalah karena industri pakan bekerja secara bulanan dan memiliki keterbatasan kapasitas penyimpanan.

Petani jagung yang memiliki keterbatasan alat pengering dan penyimpanan terpaksa menjual jagung dengan harga murah. Ketika produksi jagung rendah, harga jagung naik tetapi ketersediaan pasokan terbatas. Organisasi petani jagung juga belum cukup kuat untuk menyiapkan stok dan menjaga kelancaran pasokan. Akibatnya, petani kehilangan motivasi untuk menanam jagung.

Distorsi pasokan dan kebutuhan jagung sebenarnya terjadi akibat masalah distribusi. Oleh karena itu, langkah-langkah pemecahan masalah perlu dilakukan. Pertama, petani harus mengorganisir diri menjadi organisasi ekonomi jagung yang dilengkapi dengan silo-silo penyimpanan. Kedua, pabrik pakan perlu turun ke tingkat kabupaten agar dapat lebih mudah berkolaborasi dengan petani. Selain itu, kerja sama dengan pedagang pengumpul di sentra produksi jagung di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Gorontalo juga perlu dibangun untuk membangun fasilitas pengering dan silo jagung.

Tujuan dari langkah-langkah ini adalah agar produksi jagung dapat disimpan dan didistribusikan sepanjang bulan April hingga September sehingga tidak perlu dilakukan impor. Dengan adanya fasilitas pengering dan silo, permintaan akan jagung berkualitas dengan kadar air sebesar 14 hingga 15% yang dibutuhkan oleh pabrik pakan dapat lebih mudah dipenuhi. Hal ini juga akan mendukung kuantitas dan kelancaran pasokan jagung serta membuka peluang untuk ekspor jagung. Hal ini telah dibuktikan oleh pemerintah daerah di Gorontalo.

Selain itu, pabrik pakan juga perlu menjalin kemitraan langsung dengan petani jagung. Keberlanjutan bisnis di suatu daerah lebih terjamin ketika bahan baku diperoleh dari wilayah tersebut daripada mengandalkan impor. Selain itu, pengembangan pabrik pakan yang berskala kecil dan menengah juga perlu diperlukan. Dengan adanya pabrik-pabrik pakan yang lebih kecil, skala ekonomi dalam pengolahan jagung juga menjadi lebih terjangkau sehingga pasokan dapat lebih mudah terpenuhi.

Peran pabrik pakan sangat penting dalam menentukan harga jagung. Dengan menyediakan saluran distribusi yang stabil dan terus menerus, pabrik pakan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan harga jagung secara keseluruhan. Hal ini akan mendorong petani untuk semakin giat menanam jagung sehingga produksi jagung dapat terus meningkat. Bahkan, dengan dorongan harga yang baik, produksi jagung bisa mencapai 13 juta ton. Menanam jagung relatif lebih mudah dibandingkan dengan tanaman lainnya. Peningkatan produksi dan produktivitas jagung dalam beberapa tahap dapat menyebabkan penurunan harga sedikit. Namun, hal ini bukan masalah besar karena produktivitas yang tinggi tetap menjaga keuntungan petani.

Namun, tantangan yang dihadapi adalah bahwa petani di Indonesia masih belum siap berbisnis. Mereka hanya siap bertani dan kurang dalam aspek bisnis. Berbeda dengan Thailand, di mana petani sudah berubah menjadi pengusaha yang beroperasi baik secara individu maupun melalui koperasi. Di satu sisi, lembaga petani masih belum cukup kuat sebagai lembaga bisnis, sedangkan di sisi lain, lembaga bisnis lain seperti pedagang pengumpul memiliki posisi tawar yang lebih kuat, sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam negosiasi. Akibatnya, petani sulit melakukan upaya peningkatan produksi dan produktivitas.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, dibentuk Dewan Jagung Nasional yang terdiri dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam industri jagung, seperti asosiasi petani, pedagang, dan lembaga terkait lainnya. Dewan ini bertujuan untuk mengatur kebijakan-kebijakan yang diperlukan dalam pengembangan jagung. Selain itu, regulasi, seperti bea masuk impor, juga perlu diterapkan. Saat ini, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang tidak menerapkan bea masuk impor untuk jagung. Sebaiknya, penerapan bea masuk sebesar 30% sudah cukup memadai. Dengan adanya regulasi ini, impor jagung dapat berhenti karena menjadi tidak menguntungkan. Petani dalam negeri siap untuk mengisi kekurangan pasokan dalam waktu 3 bulan sejak penerapan regulasi.

Selain itu, langkah-langkah lain yang perlu dilakukan adalah mendorong pengembangan pabrik pakan kecil dan menengah. Dengan kapasitas produksi yang lebih kecil, pengelolaan jagung menjadi lebih efisien dan pasokan jagung menjadi lebih mudah. Ini juga akan memberikan kesempatan bagi petani jagung untuk bermitra dengan pabrik-pabrik tersebut.

Dalam menghadapi permasalahan pengembangan jagung dan distribusi yang lebih baik, kerjasama antara semua stakeholder terkait menjadi kunci utama. Petani, pabrik pakan, pemerintah, dan lembaga terkait lainnya harus bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yaitu meningkatkan produksi jagung, memperbaiki distribusi jagung, dan menjaga stabilitas harga. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi eksportir jagung dalam 1 hingga 2 tahun ke depan.

Penutup

Pengembangan jagung di Indonesia memiliki potensi besar dan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Dengan meningkatkan produktivitas, memperbaiki distribusi, dan menjaga stabilitas harga, Indonesia dapat mencapai posisi yang kuat dalam industri jagung. Untuk itu, kolaborasi yang erat antara petani, pabrik pakan, dan pemerintah perlu terus ditingkatkan. Dalam waktu singkat, Indonesia dapat mencapai posisi sebagai eksportir jagung yang berperan aktif dalam pasar global. Mari kita bersama-sama mendorong perkembangan jagung di Indonesia dan memperkuat peran komoditas ini dalam sektor pertanian dan industri. Bagikan artikel ini dengan orang lain untuk memperluas wawasan tentang pentingnya pengembangan jagung di Indonesia.

Document last updated at: Selasa, 12 Okt 2021