Kamis, 18 Juli 2019

Memancing Burung Liar Agar "Mampir" Kehalaman Rumah

Kehadiran burung berjambul hitam itu diawali dengan suara seraknya yang sangat ribut, tet, tetetet, tet…, sebelum menclok di dahan pohon. Pycnonotus aurigaster pemakan buah-buahan dan serangga itu memang tidak sendiri, tapi diikuti pasangan dan 2 anaknya yang sudah beranjak dewasa. Suasana semakin semarak kala mereka saling bersahutan menyambut sinar mentari pagi yang menembus celah-celah dedaunan. “Kami seakan tinggal di suatu pedesaan yang masih asli,” kata pemilik rumah yang tidak mau disebut namanya.

Pria yang berasal dari pelosok di daerah Gunungkidul, Yogyakarta, itu mengaku masih mendambakan suasana pedesaan setelah hijrah ke Jakarta beberapa tahun silam. Menurutnya hari-hari yang diwarnai dengan hiruk-pikuk kota Jakarta perlu diimbangi situasi yang damai dan udara segar. Itulah sebabnya ia dan keluarga memilih perumahan yang mengedepankan lingkungan hijau. Dengan begitu, “Paling tidak Sabtu-Minggu (libur, tidak ke kantor, red) kami bisa menikmati indahnya pemandangan pagi: kicau dan tingkah-polah burung,” imbuhnya.

Kutilang bukan satu-satunya burung yang selalu datang bertandang ke perumahan. Perenjak Prinia familiaris, cici padi Cisticola juncidis, pipit benggala Amandava amandava dan madu sriganti Nectarinia jugularis juga secara bergantian berburu pakan di halaman yang dipenuhi tanaman kayuputih, kersen, dadap, belimbing, dan helikonia. Bahkan burung gereja Passer montanus menjadikan tanaman kersennya sebagai tempat menginap. Burung-burung yang hidup berkelompok itu tampak berebut tempat saat matahari masuk ke peraduan.

Rizky Abdillah, staf pengawas lapangan perumahan Puri Botanical Residence, kerap menemukan tekukur Streptopelia chinensis tengah mengais-ngais pakan. “Kalau ciblek sih banyak sekali. Mereka membuat sarang di pohon jambu mawar yang ditanam di taman perumahan,” katanya. Itu pula yang budidayatani saksikan di taman Botanic-nya seluas 4,5 ha yang ditanami berbagai tanaman hias, buah-buahan, dan pelindung. Pipit bisa nyaman bersarang di pohon-pohon beringin setinggi 3—4 m, karena tidak ada yang mengganggu. Wajar kalau tambah lama populasinya tambah banyak.

“Selama ada tempat untuk berlindung, mendapatkan pakan, dan tersedia air, burung pasti akan datang,” ungkap Praminto Muhayat, dari Burung Indonesia, lembaga swasta yang konsen melakukan konservasi burung di tanahair. Menurutnya meski ragam jenis burung di Jabodetabek dari tahun ke tahun kian menyusut jumlahnya, tapi kalau hanya dalam hitungan puluhan masih bisa ditemukan. Sebut saja kepodang Oriolus chinensis, cabe jawa Dicaeum trochileum,Jalak Putih Sturnus melanopterus, dan pelatuk Picoides moluccensis. Pada 1948 berdasarkan catatan Hoorgerwerf, naturalis dari Belanda, jumlah burung di Jakarta waktu itu Batavia mencapai 256 jenis.

Tempat-tempat favorit di sekitar Jakarta yang kini menjadi habitat burung-burung itu antara lain kawasan kampus Universitas Indonesia, Depok, hutan arboretum di Manggala Wanabhakti, Taman Medan Merdeka, Suaka Margasatwa Muaraangke dan Pulau Rambut, serta hutan kota yang ada di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan. “Di Senayan, tepatnya di Taman Krida Loka, bahkan masih ada betet, beo, dan pentet,” tutur Praminto. Penyebabnya, selain tanamannya sudah besar dan tinggi-tinggi, juga jenisnya cukup banyak seperti akasia, sawo kecik, mahoni, pinus, beringin, dan angsana.

Pohon Kersen Sebagai Tempat Bernaung

Menurut Praminto setiap burung membutuhkan tanaman tertentu untuk hidup dan berkembang biak. Itu sesuai dengan pola makan, membuat sarang, dan perilakunya. Pohon kersen mampu mengundang banyak jenis burung lantaran selain tajuknya rindang cocok sebagai tempat berteduh burung saat panas matahari menyengat juga menyediakan beragam pakan. Buahnya yang manis disukai kutilang dan grojogan, sedangkan daunnya yang dihuni serangga dan ulat-ulat kecil menjadi ladang empuk burung-burung perenjak dan ciblek mendapatkan pakan.

Yang tak boleh dilupakan, pada pohon kersen pun benalu tumbuh dengan mudahnya. Benalu efektif mengundang burung-burung madu dan cabe jawa untuk mengisap madu serta mencicip buahnya yang manis. Bahkan di lokasi yang banyak ditumbuhi pohon besar, sesekali burung pelatuk ditemukan “menempel” di pohon kersen sedang mengorek-ngorek persembunyian ulat di sela-sela dahan. “Kersen dan benalu berbuah tanpa musim, jadi burung terus-terusan ada,” ujarnya. Sayangnya, daun kersen, terutama pada musim kemarau, mudah rontok, sehingga di bawah tajuknya harus sering dibersihkan.

Pekarangan rumah di perkotaan umumnya, dengan jenis tanaman yang sangat terbatas dan dipertahankan pendek seperti belimbing, mangga, srikaya, jambu air, dan plumeria tentu hanya perenjak, gereja, atau ciblek yang akan tertarik datang. Itu pun sekadar berburu pakan, tidak untuk membuat sarang, karena burung tetap membutuhkan rasa aman. Artinya, ia harus memilih pohon tinggi minimal 3 m agar sarangnya tidak diganggu.

Namun, untuk memancing burung bertandang dan betah tinggal di sekitar pemukiman sebetulnya banyak alternatif tanaman yang bisa dipilih. Misalnya akasia, beringin, petai cina, dadap, dan trembesi. Pohon-pohon itu penghasil serangga pakan burung sekaligus tempat bersarang.

Di luar itu masih ada bambu hias, gelodokan tiang, bunga tanjung, cemara, bintaro, dan tanaman hias seperti helikonia. “Tapi, kalau mau burung jalak datang harus ada pohon kelapa dalam, karena di situ-lah ia akan membuat sarang,” imbuh Praminto. Tanaman-tanaman itulah yang tampak di perumahan yang mengharapkan kehadiran burung untuk meningkatkan kualitas hunian.

Document last updated at: Kamis, 18 Jul 2019