Minggu, 16 Juni 2019

Meningkatkan Kualitas dan Produksi Padi dengan Sistem of Rice Intensification (SRI)

Padi merupakan salah satu tanaman pangan penting yang menjadi sumber makanan bagi banyak orang di seluruh dunia. Namun, dalam budidaya padi konvensional, terdapat beberapa masalah yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas hasil panen. Untuk mengatasi masalah tersebut, petani telah mencoba berbagai inovasi, salah satunya adalah metode System of Rice Intensification (SRI) atau yang sering disebut juga padi SRI.

padi yang ditanam menggunakan metode Sistem of Rice Intensification (SRI)

SRI adalah metode budidaya padi yang berbeda dengan cara konvensional. Metode ini pertama kali ditemukan oleh Henri de Laulanie, seorang pastur Jesuit asal Perancis yang tinggal di Madagaskar pada tahun 1983. Awalnya, SRI diterapkan oleh petani di Sukapada, Kecamatan Pagerageung, Tasikmalaya, yang menggunakan bibit padi muda berumur 7 hari, berbeda dengan metode konvensional yang menggunakan bibit berumur 25 hari.

Penerapan SRI di Sukapada awalnya menimbulkan keraguan di kalangan petani lain. Namun, keyakinan akan metode ini meningkat ketika Aep Saepudin, petani di Sukapada, berhasil memperoleh hasil panen mencapai 7 ton per hektar, jauh di atas rata-rata produksi petani lain yang hanya mencapai 4 ton per hektar.

Prinsip dasar SRI adalah menerapkan irigasi intermitten, di mana lahan tidak tergenang selama masa penanaman, tetapi tetap lembab dengan irigasi yang disesuaikan dengan kondisi tanah dan kebutuhan air tanaman. Penggunaan irigasi intermitten ini berhasil menghemat penggunaan air hingga 46%, sekaligus mencegah kerusakan akar tanaman akibat kekurangan oksigen.

Selain itu, SRI juga menghemat penggunaan bibit, karena hanya ditanam satu bibit per lubang tanam. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang menanam 9 bibit per lubang tanam. Dengan penggunaan bibit muda berumur 7 hari, tanaman lebih mudah beradaptasi dan pertumbuhannya lebih baik.

Produktivitas padi meningkat dengan penerapan SRI karena sistem perakaran yang lebih kuat dan lahan yang tidak tergenang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem perakaran padi yang ditanam dengan SRI lebih banyak daripada yang ditanam dengan metode konvensional. Selain itu, penyerapan nutrisi seperti nitrogen, kalium, dan fosfor juga meningkat.

Penerapan SRI telah menunjukkan hasil yang menggembirakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di Madagaskar, negara di mana SRI pertama kali ditemukan, hasil panen mencapai 20 ton per hektar. Di Indonesia, banyak petani yang telah menerapkan SRI dan berhasil meningkatkan pendapatan mereka.

Untuk mengembangkan SRI secara lebih luas, diperlukan dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat. Dengan pengembangan SRI yang lebih luas, diharapkan produksi padi dapat meningkat dan ketahanan pangan dapat terjamin.

Dalam menerapkan SRI, petani juga perlu memperhatikan prinsip dan metode dasar yang meliputi persiapan bibit muda, jarak tanam, dan irigasi intermitten. Dengan menerapkan metode ini secara benar, diharapkan produksi padi dapat meningkat secara signifikan.

Selain manfaat dalam meningkatkan produksi dan kualitas padi, SRI juga berdampak positif bagi lingkungan. Penghematan air dan penggunaan bibit yang lebih efisien dapat mengurangi dampak negatif budidaya padi terhadap lingkungan.

Dalam mengembangkan SRI, penting juga untuk terus melakukan penelitian dan inovasi. Dengan demikian, kita dapat terus meningkatkan efisiensi dan efektivitas SRI dalam meningkatkan produksi padi.

Sebagai kesimpulan, System of Rice Intensification (SRI) merupakan metode budidaya padi yang inovatif dan berhasil meningkatkan produksi serta kualitas hasil panen. Metode ini menghemat penggunaan air dan bibit, serta meningkatkan sistem perakaran dan pertumbuhan padi. Dengan pengembangan yang lebih luas dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan SRI dapat menjadi solusi untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Mari bersama-sama mendukung dan mengembangkan SRI untuk masa depan pertanian yang lebih berkelanjutan.

Document last updated at: Minggu, 16 Jun 2019