Selasa, 11 Juni 2019

Para Juara Di Lomba sansevieria Brawijaya

Lapangan Makodam Brawijaya, Surabaya, seolah jadi ajang balas dendam kekalahan jagoan Jawa Tengah pada 19 Januari 2018. Saat itu Sansevieria patens asal Surabaya berhasil melibas jagoan-jagoan Jawa Tengah pada kontes lidah mertua di Blora. Namun,dalam hitungan 12 hari, Sansevieria hibrid milik WS Garden dan S. pagoda milik H anti dari Yogyakarta membalikkan keadaan dengan menjadi juara di Kota Buaya.

Lomba sansevieria memperingati HUT ke-62 Kodam Brawijaya itu pantas menjadi perhatian. Tiga puluh delapan tanaman yang berlaga datang dari 2 poros utama lidah mertua saat ini: Jawa Tengah dan Jawa Timur.

lidah mertua

Di 2 provinsi itu, geliat sansevieria merebak hingga ke kota-kota kecil seperti Wonosobo, Kebumen, dan Blitar. Kontes pun kerap diadakan. Utusan dari Jawa Tengah turun dengan kekuatan penuh di kontes Makodam Brawijaya, Surabaya. Begitu berpartisipasi, kursi jawara di semua kelas sansevieria langsung disabet. S. pagoda berwarna hijau kuning cerah milik Hanti dari Yogyakarta berjaya di kelas trifasciata. Disusul S. superba milik Suyanto Subekti dari Temanggung di tempat ke-2.

Di kelas nontrifasciata, juri terdiri dari Ahmad Irfan, Wibowo, Seto Gunawan, dan Agus Gembong Kartiko sepakat menobatkan Sansevieria hibrid sebagai kampiun. Sansevieria milik WS Garden dari Yogyakarta itu unggul lantaran sekitar 15 lembar daunnya tersusun rapi dan roset.

Kedewasaan lidah mertua berumur lebih dari 3 tahun jadi poin tambahan. Di tempat ke-2, lagi-lagi diraih S. robusta dari Temanggung. Sebuah kemenangan yang wajar karena lidah jin yang relatif jarang turun kontes itu dewasa dengan warna hijau cerah. Hanya kulit batang yang sedikit keriput membuatnya mengalah dari sang jawara.

Sayang, kemenangan Jawa Tengah mengalahkan 38 peserta lain terasa kurang sempurna. Musababnya, banyak jagoan asal Jawa Timur urung turun. Misal S. patens yang berjaya di kontes di Universitas Surabaya pada Desember 2018 dan kontes di Blora pada 19 Januari 2018. “Jagoan Jawa Timur memang tak banyak tampil kali ini,” kata Agus Gembong Kartiko.

Bintang baru


Kontes pada penghujung Januari itu juga melombakan adenium. Pesertanya menasional, mulai dari Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Pati, Ponorogo, Kediri, Malang, Jombang, Lumajang, Gresik, Madura, Jember, Situbondo, Sidoarjo, Surabaya, Bali, sampai Palu dan Lombok. Total jenderal ada 180 pot adu gagah dan unik di kelas pemula dan nasional. “Inilah kontes terlengkap yang dihadiri banyak peserta di luar jawa” tutur Hantono Purnomo Sidi, penanggung jawab pameran.

Kejutan muncul di kelas pemula. Tak disangka, muncul bintang-bintang baru berkualitas di kelas pemula kategori unik. Padahal, kelas pemula dibuka untuk mewadahi peserta-peserta yang belum pernah juara. Namun, ternyata kualitasnya tak kalah dengan kelas nasional yang semua pesertanya mantan juara.

Kejutan paling moncer di kelas pemula adalah anaconda milik Budi Utomo dari Gresik. Ini kali pertama adenium bersosok ular itu turun ke arena. Bentuknya atraktif dan jelas menggambarkan sosok ular. Bentuk bonggol kian istimewa dengan sentuhan pahatan membentuk sisik di seluruh permukaan kulit. Ditambah kesehatan prima dan ukuran bonggol yang besar, anaconda pantas menjuarai kategori unik kreasi di kelas pemula.

Di kelas nasional, persaingan ketat terjadi di semua kategori. Wajar, itu laga para bintang. Bintang di antara para bintang itu diraih oleh ra chinee pandok milik F Culiong dari Situbondo.

Para juri yang terdiri dari Andi Solviano Fajar, Bambang Herlambang, Supriono, M Lutfi, dan Syah Angkasa dari Mitra Usaha Tani sepakat RCN yang diperkirakan berumur lebih dari 15 tahun itu sebagai grand champion mengalahkan saingan terberatnya dari kelas thai soco maupun total performance.

Ini kali keempatnya meraih gelar yang sama. Sebelumnya RCN itu merebut Adenium National INA Championship 2018 pada ajang Mitra Usaha Tani Adenium Contest Juni 2018, grand champion di kontes Adenium Kediri 3rd National Flora Expo September 2018, dan grand champion Indonesia Adenium Club di Surabaya pada November 2018.

Sang juara bertahan nyaris ditumbangkan oleh thai soco B milik Hendry Tandiono. “Keduanya memberikan kesan pertama yang sama-sama menarik,” ujar Andi Solviano Fajar. Meski hanya setinggi 40 cm, thai soco itu sempurna dengan kuntum kuntum bunga menghiasi saat dipajang di Lapangan Makodam Brawijaya, Surabaya. Penilaian detail arah gerak, tata letak, dan proporsi ukuran membuatnya kalah tipis dengan sang grand champion.

Terprediksi


Jika kontes adenium dan sansevieria kejutan, pemenang anthurium pada ajang yang sama sudah terprediksi sejak awal. Anthurium sirih raksasa yang tampil prima jadi pemenangnya. Daunnya hijau mengkilap, sehat, tersusun kompak, dan roset.

Ditambah lagi anakannya rimbun. Faktor kedewasaan dengan tampilan prima, sehat, dan berkilau membuatnya tak terkalahkan. Maklum, sulit menjaga sirih tetap prima hingga umur di atas 8 tahun.

Makanya para juri: Agus Gembong Kartiko, Prayogi dari Malang, dan Ginting SK dari Solo langsung sepakat memutuskan sirih milik Samuel dari Surabaya sebagai yang terbaik. Dari lapangan Makodam Brawijaya Surabaya, lahirlah juara-juara dari pertarungan 2 kubu dan laga penuh kejutan.

Document last updated at: Selasa, 11 Jun 2019