Empat puluh hari sudah biji cendana Santalum album bersemayam di kegelapan bawah tanah. Kini dari bahan tanaman seukuran biji pepaya berwarna cokelat kekuningan itu muncul akar-akar baru. Bukannya mencari hara, serabut-serabut halus itu malah bergerilya mencari akar tanaman lain. Begitu bertemu, bak tangan gurita ia langsung membekap erat dan tak pernah lagi dilepas. Karena pada sang inanglah cendana menggantungkan kelangsungan hidup.
Pantas saja selama ini penangkar selalu gagal membibitkan kayu harum itu. Cendana bersifat semi parasit. Ia butuh tanaman inang untuk membantu mendapatkan makanan dari dalam tanah. Menurut Bambang Priyono, kepala Balai Perbenihan Tanaman Hutan Bali, ukuran akar kecil dan jumlah rambut akar sedikit jadi biang keladi. Pantas, membibitkan cendana tanpa inang ibarat menegakkan benang basah alias sia-sia.
Rahasia itu terungkap lewat pengalaman Wihananto, pembibit cendana di Ponorogo, Jawa Timur. Dua belas tahun silam ia mencoba memperbanyak secara vegetatif dengan 300 tunas akar. Apa daya hanya 3 batang yang bertahan hidup sampai umur 3 bulan. Setahun kemudian perbanyakan dengan biji dicoba. Seribu biji cendana disemai seperti tanaman kayu lain. Hasilnya hanya 40% populasi bertahan hidup sampai umur 4 bulan. Sayang, dua bulan berselang semuanya mati.
Kejadian itu kian menguatkan mitos di daerah setempat bahwa cendana yang sengaja ditanam dari biji tak akan tumbuh. A i nituk alias kayu setan sebutannya di Pulau Roti, NTT hanya cocok tumbuh di kuburan dengan biji asal kotoran burung. Konon setan-setan gemar begadang sambil mencium batang cendana yang wangi.
Kegagalan itu tak membuat Wihananto patah arang. Demi menuntaskan rasa penasaran ia menjelajahi Banyuwangi, Gunungkidul, dan Wonogiri. Sentra di Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur sekarang Timor Leste tak luput disambangi.
Ternyata di habitat asli cendana tumbuh dekat pohon lain seperti bambu dan akasia. “Opo kayak benalu ya. Butuh inang,” pria kelahiran Malang 36 tahun silam itu membatin. Pulang dari perjalanan, Wihananto menanam terung di dekat sebatang cendana. Tak disangka cendana tumbuh bagus.
Akhirnya selama setahun ia menyemai cendana dengan berbagai inang di beberapa polibag. Tomat, terung,lamtorogung, cabai rawit, cabai besar, akasia, dan sengon untuk memastikan inang yang baik bagi cendana.
Biji cendana dibenamkan sedalam 1 cm pada media pasir kali, tanah, kompos kambing dengan perbandingan 1:3:2 di polibag berdiameter 15 cm. Posisi tudung biji di bawah. Bila terbalik akar dan tunas tidak tumbuh. Begitu masa dormansi cendana usai, tanam benih tanaman inang di lubang yang sama.
Saat akar inang tumbuh, saat itulah akar cendana menginfeksi akar inang. Itu ditandai dengan warna daun cendana yang semula kuning pucat menjadi hijau tua. Sebetulnya, teknik serupa pernah diteliti oleh Ir Asmanah Widiarti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Aiam Bogor pada akhir 80-an. Bedanya inang ditanam sebulan sebelum cendana disemai.

Dari percobaan itu ternyata cabai besar dan sengon laut cocok sebagai inang di masa awal pertumbuhan. Cabai besar dipilih sebagai inang karena mudah didapat. Sayang, anggota famili Solanaceae itu berumur pendek, 3 bulan. Selanjutnya inang diganti oleh lamtorogung yang lebih permanen.
Benih lamtorogung ditanam, cabai besar dibiarkan mati secara alami. Untuk mengantisipasi kompetisi penyerapan cahaya matahari, tanaman inang mesti rutin dipangkas. Patokannya ia harus lebih pendek 10 cm daripada tajuk cendana. Rumput kerap dibiarkan tumbuh di media karena memberi kontribusi sebagai inang meski kecil.
Menurut Wihananto, adanya inang itu membuat tingkat keberhasilan penanaman cendana menjadi 85%. Ia pun kebanjiran order. Pada 2002 ia dipercaya Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo untuk membibitkan 680.000 batang cendana untuk penghijauan di kota Reog
Rahasia Alam
Pantas saja selama ini penangkar selalu gagal membibitkan kayu harum itu. Cendana bersifat semi parasit. Ia butuh tanaman inang untuk membantu mendapatkan makanan dari dalam tanah. Menurut Bambang Priyono, kepala Balai Perbenihan Tanaman Hutan Bali, ukuran akar kecil dan jumlah rambut akar sedikit jadi biang keladi. Pantas, membibitkan cendana tanpa inang ibarat menegakkan benang basah alias sia-sia.
Rahasia itu terungkap lewat pengalaman Wihananto, pembibit cendana di Ponorogo, Jawa Timur. Dua belas tahun silam ia mencoba memperbanyak secara vegetatif dengan 300 tunas akar. Apa daya hanya 3 batang yang bertahan hidup sampai umur 3 bulan. Setahun kemudian perbanyakan dengan biji dicoba. Seribu biji cendana disemai seperti tanaman kayu lain. Hasilnya hanya 40% populasi bertahan hidup sampai umur 4 bulan. Sayang, dua bulan berselang semuanya mati.
Kejadian itu kian menguatkan mitos di daerah setempat bahwa cendana yang sengaja ditanam dari biji tak akan tumbuh. A i nituk alias kayu setan sebutannya di Pulau Roti, NTT hanya cocok tumbuh di kuburan dengan biji asal kotoran burung. Konon setan-setan gemar begadang sambil mencium batang cendana yang wangi.
Inspirasi alam
Kegagalan itu tak membuat Wihananto patah arang. Demi menuntaskan rasa penasaran ia menjelajahi Banyuwangi, Gunungkidul, dan Wonogiri. Sentra di Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur sekarang Timor Leste tak luput disambangi.
Ternyata di habitat asli cendana tumbuh dekat pohon lain seperti bambu dan akasia. “Opo kayak benalu ya. Butuh inang,” pria kelahiran Malang 36 tahun silam itu membatin. Pulang dari perjalanan, Wihananto menanam terung di dekat sebatang cendana. Tak disangka cendana tumbuh bagus.
Akhirnya selama setahun ia menyemai cendana dengan berbagai inang di beberapa polibag. Tomat, terung,lamtorogung, cabai rawit, cabai besar, akasia, dan sengon untuk memastikan inang yang baik bagi cendana.
Biji cendana dibenamkan sedalam 1 cm pada media pasir kali, tanah, kompos kambing dengan perbandingan 1:3:2 di polibag berdiameter 15 cm. Posisi tudung biji di bawah. Bila terbalik akar dan tunas tidak tumbuh. Begitu masa dormansi cendana usai, tanam benih tanaman inang di lubang yang sama.
Saat akar inang tumbuh, saat itulah akar cendana menginfeksi akar inang. Itu ditandai dengan warna daun cendana yang semula kuning pucat menjadi hijau tua. Sebetulnya, teknik serupa pernah diteliti oleh Ir Asmanah Widiarti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Aiam Bogor pada akhir 80-an. Bedanya inang ditanam sebulan sebelum cendana disemai.
Pilih cabai

Dari percobaan itu ternyata cabai besar dan sengon laut cocok sebagai inang di masa awal pertumbuhan. Cabai besar dipilih sebagai inang karena mudah didapat. Sayang, anggota famili Solanaceae itu berumur pendek, 3 bulan. Selanjutnya inang diganti oleh lamtorogung yang lebih permanen.
Benih lamtorogung ditanam, cabai besar dibiarkan mati secara alami. Untuk mengantisipasi kompetisi penyerapan cahaya matahari, tanaman inang mesti rutin dipangkas. Patokannya ia harus lebih pendek 10 cm daripada tajuk cendana. Rumput kerap dibiarkan tumbuh di media karena memberi kontribusi sebagai inang meski kecil.
Menurut Wihananto, adanya inang itu membuat tingkat keberhasilan penanaman cendana menjadi 85%. Ia pun kebanjiran order. Pada 2002 ia dipercaya Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo untuk membibitkan 680.000 batang cendana untuk penghijauan di kota Reog