Ikan Mola dan Pengembangannya di Waduk Cirata


Ikan Mola, yang memiliki penampilan serupa dengan ikan bandeng, telah menjadi primadona baru di kalangan peternak ikan air tawar di waduk Cirata, Cianjur. Meskipun telah diperkenalkan dari Cina 30 tahun yang lalu, ikan ini belum banyak dikembangkan karena popularitas ikan mas yang lebih tinggi. Namun, setelah penyakit herpes menyerang, minat terhadap ikan Mola meningkat di kalangan peternak di Cirata.

Pengembangan ikan Mola di waduk Cirata dilakukan oleh Hj Jamilah, seorang peternak yang memimpin kelompok peternak ikan di daerah tersebut. Mereka menaburkan sekitar 40.000 benih ikan Mola berukuran 5—8 cm ke dalam waduk Cirata. Dalam jaring apung berlapis tiga dengan ukuran 7 m x 7 m, ikan Mola hidup berdampingan dengan ikan mas dan nila.

Ikan Mola ditempatkan di lapisan paling bawah. Setiap unit jaring dibagi menjadi 4 petak yang masing-masing diisi dengan 200 ekor ikan Mola. Keberadaan ikan Mola ini memberikan manfaat yang menguntungkan bagi ikan mas dan nila.

Salah satu alasan pemilihan ikan Mola adalah pertumbuhannya yang cepat. Dalam waktu 8—10 bulan, ikan Mola bisa mencapai berat 600—700 g per ekor. Hal inilah yang membuat Pepen Effendi, seorang peternak ikan yang telah pensiun dari Dinas Perikanan Jawa Barat, tertarik untuk mengembangkan ikan ini. Ia dan para peternak lainnya saat ini memiliki kolam tanah berukuran 15 m x 15 m yang berisi ratusan ekor ikan Mola dengan berat 100 g. Selain itu, ribuan ekor ikan Mola juga dipelihara di jaring apung di waduk Cirata.

Waduk Cirata dengan luas 6.200 hektar merupakan tempat yang ideal bagi ikan Mola. Di sana, pakan alami melimpah, sehingga ikan Mola dapat tumbuh dengan cepat. Dalam waktu 2 tahun, sekitar 450 benih ikan Mola berukuran 1—2 cm dapat mencapai berat 3,5 kg per ekor. Bahkan Pepen pernah berhasil membesarkan ikan Mola hingga berbobot 12 kg hanya dalam waktu 2 tahun tanpa memberikan pakan tambahan. Ikan Mola memanfaatkan sisa pakan dari ikan mas dan nila serta nutrisi alami seperti fitoplankton, hydrilla, dan eceng gondok yang melimpah di alam. Mereka juga dapat memakan chlorophyta (ganggang hijau) sebagai sumber pakan.

Keuntungan beternak ikan Mola adalah tidak perlu memberikan pakan tambahan. Hal ini menjadi pengalaman Edwin, seorang peternak yang mencemplungkan 2.000 ekor benih ikan Mola berukuran 2—3 cm di kolam tanah seluas 1.000 m2. Biaya pakan yang murah dan ketahanan terhadap penyakit membuat beternak ikan Mola menjadi pilihan yang menguntungkan baginya. Edwin juga membesarkan 100.000 ekor ikan nila bersamaan dengan ikan Mola. Dengan harga jual Rp5.000 per kilogram, ia dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp3.500 per ekor ikan Mola.

Selain budidaya ikan Mola, daging olahan ikan Mola juga memiliki pasar yang menjanjikan. Meskipun produksi ikan Mola masih terbatas karena baru dikembangkan sekitar 2 bulan yang lalu dengan berat sekitar 100 g per ekor, daging ikan Mola yang lembut dan tidak memiliki durinya menjadi daya tarik bagi pasar. Pada saat panen perdana, 200 kg daging ikan Mola langsung diserbu oleh penampung. Kini, pasar lokal menjadi target utama, tetapi potensi untuk ekspor juga terbuka setelah diolah menjadi filet.

Pemasaran ikan Mola dianggap tidak sulit oleh Pepen. Bahkan ikan Mola dengan berat 2—3 ons per ekor sudah banyak diminati oleh pembeli. Rumah makan di sekitar Cianjur menjadi pelanggan utama dengan menyerap puluhan kuintal ikan Mola setiap harinya. Karena rasa dagingnya mirip dengan ikan nila dan ikan mas, ikan Mola dapat menjadi pengganti kedua ikan tersebut yang telah lebih dulu dikembangkan.

Permintaan pasar menginginkan ikan Mola dengan berat 600—700 g per ekor, yang berarti membutuhkan waktu pemeliharaan selama 8—10 bulan. Namun, jika pakan alami melimpah, waktu pemeliharaan dapat dipersingkat. Untuk pasar ekspor, ikan Mola dengan berat minimal 0,8 kg per ekor dibutuhkan agar dapat diolah menjadi filet dengan mudah.

Kendala utama dalam pengembangan ikan Mola adalah ketersediaan benih. Hingga saat ini, peternak mendapatkan benih ikan Mola dari berbagai pihak terkait seperti Balai Besar Budidaya Air Tawar (BBAT) di Sukabumi, Balai Benih Ikan dan Udang (Balitkanwar) di Sukamandi, serta Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT). GPMT memberikan benih berukuran 3—5 cm secara gratis di Waduk Jatiluhur dan Cirata. Jika pasokan induk mencukupi, permintaan benih dapat dengan mudah dipenuhi. Selain itu, metode kawin suntik juga dapat digunakan untuk pemijahan ikan Mola.

Seleksi ketat terhadap calon induk ikan Mola penting dilakukan agar sifat-sifat unggulnya tetap terjaga. Induk yang baik harus memiliki berat minimal 3,5 kg per ekor, produktivitas tinggi, dan dalam kondisi sehat. Dalam setahun, ikan Mola dapat memijah 2—3 kali, dan jumlah burayak yang dihasilkan tergantung pada berat induk. Induk dengan berat 3,5kg dapat menghasilkan sekitar 210.000 ekor burayak. Burayak-burayak ini siap untuk dijual setelah mencapai ukuran 3—5 cm dengan harga Rp250 per ekor.

Pepen berharap bahwa pengembangan ikan Mola akan menjadi program pemerintah. Selain menjadi usaha yang menguntungkan dengan pasar yang luas, ikan Mola juga dapat membantu mengatasi perairan yang tercemar oleh sisa pelet pakan. Dengan polikultur, sekitar 10—20% pelet ikan mas dan nila yang terbuang percuma dapat dimanfaatkan oleh ikan Mola. Dekomposisi pelet yang mengandung nitrogen dan fosfor dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton dan ganggang dalam jumlah yang berlebihan. Akibatnya, kadar oksigen terlarut di perairan akan menurun. Ikan Mola berperan penting dalam mengendalikan pertumbuhan tanaman mikroskopik tersebut sehingga kadar oksigen terlarut stabil dan mencegah kematian ikan.

Dengan potensi yang dimilikinya, ikan Mola merupakan pilihan yang menarik bagi peternak ikan air tawar di waduk Cirata. Namun, perlu adanya dukungan dari pemerintah dalam penyediaan benih ikan Mola yang memadai. Selain itu, para peternak juga perlu melakukan pemilihan induk dengan hati-hati agar kualitas dan produktivitas ikan Mola tetap terjaga. Dengan pengembangan yang tepat, ikan Mola memiliki potensi untuk menjadi salah satu komoditas perikanan yang sukses di Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan keberhasilan beternak ikan Mola, peternak perlu terus melakukan inovasi dan peningkatan kualitas pemeliharaan. Dalam hal ini, penelitian dan pengembangan juga menjadi faktor penting untuk mengoptimalkan budidaya ikan Mola. Dengan demikian, ikan Mola tidak hanya dapat memberikan manfaat ekonomi bagi peternak, tetapi juga dapat berkontribusi dalam menjaga keseimbangan ekosistem perairan.

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus