Rumah Wanee Boonsawad di Kabupaten Thamai, Provinsi Chantaburi, ibarat potret keperkasaan Thailand di bidang diversifikasi pertanian. Betapa tidak, durian mentah yang di pelosok desa di Jawa Barat dimakan untuk teman makan nasi, di sana justru diolah menjadi berbagai produk camilan durian seperti keripik, dodol, tepung, dan semprong durian. Wanee dan rekan-rekannya semua ibu rumah tangga kemudian mengekspor kreasi mereka ke Hongkong, Cina, dan Eropa.
Jangan membayangkan tempat Wanee dan kawan-kawannya seperti pabrik-pabrik besar yang lengkap dengan beragam mesin canggih dan pegawai ratusan orang. ‘Pabrik’ mereka hanya sebuah rumah sederhana di pedesaan. Di beranda tampak kursi dan meja panjang terbuat dari kayu. Di sini durian dibelah dan ponggenya dibersihkan.
Setelah itu, pongge dibawa ke ruang lain yang juga hanya dilengkapi meja dan kursi kayu. Setelah diiris-iris tipis memanjang, dibawa lagi ke ruang sebelah.
Di ruang itu perlengkapannya bertambah. Selain meja dan kursi kayu, di salah satu sisi tampak jejeran 6 wajan besar yang bertengger di atas kompor minyak tanah. Hasil gorengan kemudian dimasukkan ke dalam oven agar kian kering. Keluar dari oven, keripik dimasukkan ke dus dan ditumpuk di gudang, siap dijual.
Atasi surplus buah durian setelah panen raya
Kiprah para nyonya rumah yang jumlahnya cuma 20-an orang itu memang mencengangkan. Bahan bakunya durian mentah. Di tempat pekebun yang melontarkan ucapan penyesalannya itu, durian yang dibuang ialah yang daging buahnya magel, tidak matang sempurna. Warnanya putih, kering, hambar, dan kriuk… kriuk….ketika digigit.
Sebuah kerusakan fisiologis yang kerapkali menimpa durian-durian di sini. Dan biasanya durian seperti itu langsung dibuang. Di Thamai, produk olahan camilan durian itu bukan berasal dari buah dengan kerusakan fisiologis. Namun, justru diambil dari buah yang sengaja dipetik muda. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menanggulangi risiko kelebihan pasokan yang menjatuhkan harga.
Kabupaten Thamai tempat Wanee sibuk memproduksi 100.000 boks camilan durian per bulan itu terletak di Provinsi Chantaburi, sekitar 300 km dari Bangkok. Ini adalah provinsi dengan luas penanaman durian terluas di Thailand. Tercatat ada 240 rai, setara 38,4 ha kebun durian.
Ketika para peserta tur agrowisata buah budidaya tani berkunjung ke sana pada Mei, panen raya durian sedang berlangsung.
![]() |
Camilan Durian |
Demikian banyaknya durian yang dipanen, sehingga saat bus yang ditumpangi budidaya tani berhenti karena lampu merah, ada 23 mobil bak terbuka melintas cepat, semua bak penuh tumpukan durian. Durian-durian itu dikirim ke pasar ekspor durian terbesar di Thailand, yang juga ada di Chantaburi yang kemudian sebagian di olah menjadi bermacam produk olahan camilan durian .
Sejumlah pekebun, seperti Wanee dan kawan-kawan, memilih mengolah duriannya sebelum dijual. Pilihan itu memang tidak salah. Monthong matang di sana dijajakan 10-15 baht per kilo (Rp2.300-Rp3.450).
Jika rata-rata bobot durian 3 kg, harga per butir hanya 30-45 baht (Rp6.900-Rp1 1.730). Seandainya dijadikan keripik, harga per kilo menjadi 300 baht (Rp69.000). Untuk membuat 1 kg keripik dibutuhkan 10 kg durian segar. Nilai tambah dan lamanya daya jual produk olahan itulah yang mendorong Wanee mengolah duriannya menjadi aneka ragam produk. (Onny Untung)