Wanahdi Multifarm (WM) tengah kewalahan. Permintaan jamur kuping kering bertubi-tubi belum dapat terpenuhi. Dari 19 kumbung yang dikelola produsen itu hanya mampu menuai 3 ton per bulan. Bila dikeringkan hanya diperoleh 500 kg. Volume itu jelas tak cukup untuk memasok 10 ton kering per bulan. Pasar sayuran sarat gizi itu menganga.
Kaliurang dibalut kesenyapan pagi itu. Di sebuah kumbung milik WM 2 pekerja tampak memanen jamur kuping dari baglog yang disusun secara horizontal. Jamur segar itu dimasukkan ke dalam tray plastik. Tiga jam berselang Auricularia auricula itu dijemur di terik matahari. Maksudnya agar kadar air yang semula 93,7% turun menjadi 14,9%. WM memang hanya memasarkan jamur kuping kering.
Pekerja lain sibuk mengemas kuping kering ke plastik 5 kiloan. Jamur dalam kemasan itu langsung dikirim ke berbagai kota. “Selama ini jamur kuping tak sulit dipasarkan,” kata Iwan Wilayanto, pemilik WM.
[caption id="attachment_4462" align="aligncenter" width="1511"]
Budidaya Jamur Kuping Perlu lokasi tepat[/caption]
Pernyataan Iwan bukan tanpa alasan. “Banyak yang menanti pasokan,” ucapnya. WM belum mampu memenuhi permintaan. Dari 19 kumbung miliknya hanya dipanen 3 ton jamur basah atau 500 kg/bulan kering. Setiap 1 kg kuping kering diperoleh dari 6 kg basah.
Volume itu jelas tak menutupi untuk melayani tingginya permintaan. Kebutuhan pusat perkulakan Makro di Jakarta sebanyak 1 ton/bulan baru dipenuhi sepertiganya. Belum lagi pesanan dari pengepul di Yogyakarta, Bandung, Bogor, Surabaya, dan Bali yang meminta pasokan masing-masing 1 sampai 3 ton/bulan. Oleh karena itu produsen itu berencana menggandeng pekebun untuk menjalin kemitraan. Tingginya permintaan tentu saja menderaskan gemerincing rupiah ke kocek WM.
Menurut Iwan keuntungan jamur kuping kering saat ini cukup menjanjikan. Dengan harga jual Rp24.000/kg, ia meraup pendapatan Rp228-juta/bulan. Modal untuk membeli 190.000 baglog sekitar Rp152-juta. Jika dikurangi ongkos 8 tenaga kerja dan produksi selama 4 bulan Rp6-juta, maka keuntungan yang diperoleh Rp70-juta. Itu belum dipotong penyusutan kumbung dan peralatan. Untuk membangun 1 kumbung menghabiskan Rp6-juta.
Peluang jamur kuping masih terbuka lebar. Iwan memperkirakan total kebutuhan jamur kuping kering seluruh Indonesia 6 sampai 8 ton/hari. Saat ini total produksi paling banter 2 ton/hari. Itulah sebabnya hingga kini sebagian jamur kuping masih impor dari Cina. Pekebun belum bisa menjamin pasokan secara kontinue.
Tak hanya pasar lokal, jamur kuping sebenarnya berpeluang ekspor. Ia pernah mendapat order 40 ton kering/bulan dari Thailand. Namun, permintaan itu hanya dipenuhi 4,5 ton/bulan. Itu pun harus pontang-panting ke beberapa pekebun di Boyolali, Jawa Tengah. Lantaran tak mendapat pasokan dari pekebun, ekspor hanya berjalan 4 bulan. Peluang itu dibiarkan lenyap.
Tak jauh dari tempat itu, Wagiman pun kewalahan memenuhi order. “Pemasaran sebenarnya ngga menjadi kendala. Bahkan kurang pasokan,” katanya. Permintaan dari pelanggan tetap sebanyak 1 ton/hari baru terpenuhi separuhnya. Saat ini ia hanya bisa memasok 2,5 ton segar atau 415 kg kering/bulan. Jamur kuping dipasok dari beberapa pekebun mitra yang tergabung dalam Koperasi Jamur Lancar.
Menurut pekebun di Kaliurang, Yogyakarta itu “bermain” jamur kuping lebih mudah dibanding jenis jamur lain. Tiram, misalnya harus dijual segar sehingga riskan bila terlambat memasarkan. Kualitas tiram turun akibat panen terlambat pun tidak laku dijual. Lain halnya dengan jamur kuping. “Kalau tak laku dijual segar, kuping dikeringkan. Jamur kering bisa awet sehingga dapat dijual kapan saja,” ujarnya.
Wibowo Gunawan, pekebun di Pacet Mojokerto, Jawa Timur, pun memilih menjual kering. “Jamur segar hanya dijual di lokasi. Jumlahnya 5 sampai 10 kg/hari. Kalau kering banyak yang minta pasokan,” ungkap konsultan jalan di Jakarta itu. Ia menjual sekilo jamur segar Rp4.000/kg.
Saat ini 6 kumbung di Cembor, Pacet, mampu memproduksi 400 kg basah/hari. Ia tak kesulitan memasarkan. Karena pelanggan dari Surabaya datang sendiri menjemput jamur.
Ajang Tardjana, pekebun sekaligus pengepul di Cisarua, Bandung menjual dalam bentuk ’’segar”. Namun, itu bukan diperoleh dari kumbung sendiri. Ia memperoleh dari pekebun di Yogyakarta, lalu direndam air agar segar kembali. “Harga stabil dan tahan lama. Yang kering bisa tahan hingga 2 bulan asal kelembapan dijaga,” kata pengepul sejak 1997 itu.
Saat ini ia hanya mampu memasok 1 kuintal segar/hari. Padahal, permintaan yang datang padanya lebih dari itu. “Kalau 2 ton saja masih kurang. Pasokan semakin berkurang karena barang terbatas,” imbuh pria kelahiran 9 September 1961 itu.
Tak hanya dikeringkan, jamur olahan juga diminati konsumen. Tarsih Cuk Soenomo, pengusaha jamur kuping di Baciro, Yogyakarta semula bermain jamur segar. Meski masih melayani jamur segar, ia mendapat peluang untuk mengolah jamur. Hasilnya, keripik jamur bermerek Tanjung itu laris manis diserbu konsumen.
Kini, ia rutin memasok ke toko-toko dan supermarket di Solo, Semarang, dan Magelang. Restorasi kereta api pun dipasoknya. Bahkan, beberapa pelanggan dari instansi pemerintahan kerap datang sendiri ke rumah.
“Antusiasme konsumen pada jamur kuping cukup tinggi. Mereka percaya jamur itu berkhasiat untuk kesehatan,” ujar istri pengusaha cerutu itu. Dalam pengobatan tradisonal cina jamur kuping diyakini dapat melancarkan sekaligus mencegah penyumbatan peredaran darah, Total pasokan Tarsih 5 kg/hari. Ia menjualnya Rp5.000/ons. Untuk memenuhi tingginya permintaan ia memerlukan 15 kg segar per hari.
Budidaya jamur kuping menguntungkan. Modal yang dibutuhkan untuk satu kumbung Rp6-juta. Itu sudah termasuk bangunan, 10.000 baglog, instalasi air, plastik, dan rak. Setiap baglog menghasilkan minimal 2,5 sampai 3 ons per 4 bulan. Artinya, untuk menghasilkan 1 kg jamur kuping, hanya diperlukan 3 sampai 4 baglog. Ditambah biaya perawatan lain, ongkos produksi hanya senilai Rp2.500 sampai Rp3.000. Tak heran dengan harga jual Rp29.000/kg kering pun banyak yang tertarik membudidayakan.
Untuk mengusahakannya bisa di lahan sempit. Untuk skala keluarga, 8.000 sampai 10.000 baglog hanya butuh ruangan 8 m x 3 m. Iwan menggambarkan dengan harga Rp29.000/kg, pekebun jamur memperoleh untung hingga 100% selama 4 bulan. “Selain untung lumayan perputaran uang juga berlangsung cepat,” ucapnya. Apalagi harga kuping sejak 2002 relatif stabil.
Tak salah bila lis meliriknya. Pekebun jamur kuping di Cisarua, Bandung itu hanya membangun kumbung seluas 3 m x 3 m untuk menanam jamur kuping berkapasitas 1.000 baglog. Usaha sampingan yang digelutinya sejak 3 bulan itu membawa hasil. Setiap hari 30 kg jamur kuping dipanen. Dengan harga jual Rp18.000/kg segar ke pengepul,ia berharap dapat mengantungi Rp90.000/hari.
Meski keuntungan jamur kuping menggiurkan, pekebun baru perlu mempertimbangkan berbagai hal sebelum terjun menggeluti usaha. Lokasi dan iklim yang sesuai sangat penting. Ia butuh lokasi berketinggian 1.200 m dpi. Temperatur yang pas mendukung pembetukan miselium 10 sampai 20°C.
Makanya, sentra jamur kuping saat ini terkonsentrasi di Kaliurang dan Cisarua. “Di Cisarua sebenarnya lebih cocok dibanding Kaliurang karena lokasi lebih tinggi. Di sana panen mencapai 3 ons/ baglog; Kaliurang, 2,5 ons, “ kata Budi Antoro, manajer produksi W M.
Kaliurang dibalut kesenyapan pagi itu. Di sebuah kumbung milik WM 2 pekerja tampak memanen jamur kuping dari baglog yang disusun secara horizontal. Jamur segar itu dimasukkan ke dalam tray plastik. Tiga jam berselang Auricularia auricula itu dijemur di terik matahari. Maksudnya agar kadar air yang semula 93,7% turun menjadi 14,9%. WM memang hanya memasarkan jamur kuping kering.
Pekerja lain sibuk mengemas kuping kering ke plastik 5 kiloan. Jamur dalam kemasan itu langsung dikirim ke berbagai kota. “Selama ini jamur kuping tak sulit dipasarkan,” kata Iwan Wilayanto, pemilik WM.
Permintaan tinggi
[caption id="attachment_4462" align="aligncenter" width="1511"]

Pernyataan Iwan bukan tanpa alasan. “Banyak yang menanti pasokan,” ucapnya. WM belum mampu memenuhi permintaan. Dari 19 kumbung miliknya hanya dipanen 3 ton jamur basah atau 500 kg/bulan kering. Setiap 1 kg kuping kering diperoleh dari 6 kg basah.
Volume itu jelas tak menutupi untuk melayani tingginya permintaan. Kebutuhan pusat perkulakan Makro di Jakarta sebanyak 1 ton/bulan baru dipenuhi sepertiganya. Belum lagi pesanan dari pengepul di Yogyakarta, Bandung, Bogor, Surabaya, dan Bali yang meminta pasokan masing-masing 1 sampai 3 ton/bulan. Oleh karena itu produsen itu berencana menggandeng pekebun untuk menjalin kemitraan. Tingginya permintaan tentu saja menderaskan gemerincing rupiah ke kocek WM.
Menurut Iwan keuntungan jamur kuping kering saat ini cukup menjanjikan. Dengan harga jual Rp24.000/kg, ia meraup pendapatan Rp228-juta/bulan. Modal untuk membeli 190.000 baglog sekitar Rp152-juta. Jika dikurangi ongkos 8 tenaga kerja dan produksi selama 4 bulan Rp6-juta, maka keuntungan yang diperoleh Rp70-juta. Itu belum dipotong penyusutan kumbung dan peralatan. Untuk membangun 1 kumbung menghabiskan Rp6-juta.
Peluang terbuka lebar
Peluang jamur kuping masih terbuka lebar. Iwan memperkirakan total kebutuhan jamur kuping kering seluruh Indonesia 6 sampai 8 ton/hari. Saat ini total produksi paling banter 2 ton/hari. Itulah sebabnya hingga kini sebagian jamur kuping masih impor dari Cina. Pekebun belum bisa menjamin pasokan secara kontinue.
Tak hanya pasar lokal, jamur kuping sebenarnya berpeluang ekspor. Ia pernah mendapat order 40 ton kering/bulan dari Thailand. Namun, permintaan itu hanya dipenuhi 4,5 ton/bulan. Itu pun harus pontang-panting ke beberapa pekebun di Boyolali, Jawa Tengah. Lantaran tak mendapat pasokan dari pekebun, ekspor hanya berjalan 4 bulan. Peluang itu dibiarkan lenyap.
Tak jauh dari tempat itu, Wagiman pun kewalahan memenuhi order. “Pemasaran sebenarnya ngga menjadi kendala. Bahkan kurang pasokan,” katanya. Permintaan dari pelanggan tetap sebanyak 1 ton/hari baru terpenuhi separuhnya. Saat ini ia hanya bisa memasok 2,5 ton segar atau 415 kg kering/bulan. Jamur kuping dipasok dari beberapa pekebun mitra yang tergabung dalam Koperasi Jamur Lancar.
Menurut pekebun di Kaliurang, Yogyakarta itu “bermain” jamur kuping lebih mudah dibanding jenis jamur lain. Tiram, misalnya harus dijual segar sehingga riskan bila terlambat memasarkan. Kualitas tiram turun akibat panen terlambat pun tidak laku dijual. Lain halnya dengan jamur kuping. “Kalau tak laku dijual segar, kuping dikeringkan. Jamur kering bisa awet sehingga dapat dijual kapan saja,” ujarnya.
Jamur Kering
Wibowo Gunawan, pekebun di Pacet Mojokerto, Jawa Timur, pun memilih menjual kering. “Jamur segar hanya dijual di lokasi. Jumlahnya 5 sampai 10 kg/hari. Kalau kering banyak yang minta pasokan,” ungkap konsultan jalan di Jakarta itu. Ia menjual sekilo jamur segar Rp4.000/kg.
Saat ini 6 kumbung di Cembor, Pacet, mampu memproduksi 400 kg basah/hari. Ia tak kesulitan memasarkan. Karena pelanggan dari Surabaya datang sendiri menjemput jamur.
Ajang Tardjana, pekebun sekaligus pengepul di Cisarua, Bandung menjual dalam bentuk ’’segar”. Namun, itu bukan diperoleh dari kumbung sendiri. Ia memperoleh dari pekebun di Yogyakarta, lalu direndam air agar segar kembali. “Harga stabil dan tahan lama. Yang kering bisa tahan hingga 2 bulan asal kelembapan dijaga,” kata pengepul sejak 1997 itu.
Saat ini ia hanya mampu memasok 1 kuintal segar/hari. Padahal, permintaan yang datang padanya lebih dari itu. “Kalau 2 ton saja masih kurang. Pasokan semakin berkurang karena barang terbatas,” imbuh pria kelahiran 9 September 1961 itu.
Tak hanya dikeringkan, jamur olahan juga diminati konsumen. Tarsih Cuk Soenomo, pengusaha jamur kuping di Baciro, Yogyakarta semula bermain jamur segar. Meski masih melayani jamur segar, ia mendapat peluang untuk mengolah jamur. Hasilnya, keripik jamur bermerek Tanjung itu laris manis diserbu konsumen.
Kini, ia rutin memasok ke toko-toko dan supermarket di Solo, Semarang, dan Magelang. Restorasi kereta api pun dipasoknya. Bahkan, beberapa pelanggan dari instansi pemerintahan kerap datang sendiri ke rumah.
“Antusiasme konsumen pada jamur kuping cukup tinggi. Mereka percaya jamur itu berkhasiat untuk kesehatan,” ujar istri pengusaha cerutu itu. Dalam pengobatan tradisonal cina jamur kuping diyakini dapat melancarkan sekaligus mencegah penyumbatan peredaran darah, Total pasokan Tarsih 5 kg/hari. Ia menjualnya Rp5.000/ons. Untuk memenuhi tingginya permintaan ia memerlukan 15 kg segar per hari.
Keuntungan Dari Budidaya jamur kuping

Untuk mengusahakannya bisa di lahan sempit. Untuk skala keluarga, 8.000 sampai 10.000 baglog hanya butuh ruangan 8 m x 3 m. Iwan menggambarkan dengan harga Rp29.000/kg, pekebun jamur memperoleh untung hingga 100% selama 4 bulan. “Selain untung lumayan perputaran uang juga berlangsung cepat,” ucapnya. Apalagi harga kuping sejak 2002 relatif stabil.
Tak salah bila lis meliriknya. Pekebun jamur kuping di Cisarua, Bandung itu hanya membangun kumbung seluas 3 m x 3 m untuk menanam jamur kuping berkapasitas 1.000 baglog. Usaha sampingan yang digelutinya sejak 3 bulan itu membawa hasil. Setiap hari 30 kg jamur kuping dipanen. Dengan harga jual Rp18.000/kg segar ke pengepul,ia berharap dapat mengantungi Rp90.000/hari.
Hambatan Dan Kendala
Meski keuntungan jamur kuping menggiurkan, pekebun baru perlu mempertimbangkan berbagai hal sebelum terjun menggeluti usaha. Lokasi dan iklim yang sesuai sangat penting. Ia butuh lokasi berketinggian 1.200 m dpi. Temperatur yang pas mendukung pembetukan miselium 10 sampai 20°C.
Makanya, sentra jamur kuping saat ini terkonsentrasi di Kaliurang dan Cisarua. “Di Cisarua sebenarnya lebih cocok dibanding Kaliurang karena lokasi lebih tinggi. Di sana panen mencapai 3 ons/ baglog; Kaliurang, 2,5 ons, “ kata Budi Antoro, manajer produksi W M.
Ass mas bisa minta nomer wa pengepul jamur kuping nya?
BalasHapus