Hutan pedalaman Kalimantan Timur telah disusuri Gubal gaharu yang dicari CV Alam Timur tak ditemukan. Padahal pada 2002 perusahaan pengumpul gaharu di Tarakan, Kalimantan Timur itu mendapat jatah eksploitasi 300 kg. Peluang di depan mata akhirnya melayang akibat menipisnya produksi gubal alam.
Kondisi seperti itu dialami Tafrin dari CV Samarinda Jaya. "Saya pernah ke lokasi perburuan selama satu bulan. Hasilnya, sepenggal gubal kualitas super pun tak didapat," katanya. Jangankan kelas super, gubal kelas AB saja sulit diperoleh. Padahal, permintaan eksportir tak terbatas.
Meski sulit dicari, pasokan gaharu ke beberapa eksportir itu masih berlangsung. Sepanjang 2002 Samarinda Jaya mampu mengumpulkan 275 kg gubal. Perusahaan lain yang beruntung, CV Bumi Jaya di Tanjungselor, Bulungan yang mencatat produksi gubal 241 kg. Dari 10 perusahaan sejenis hanya mereka yang sukses memperoleh gubal alam pada 2002.
Menurut Errin Agustina AMd, staf Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA)Kalimantan Timur, kondisi pertanaman gaharu di alam makin terkikis. Pohon belum mengandung gubal pun ikut ditebang. Parahnya lagi, tanpa diikuti penanaman pohon baru. Tak heran jika produksinya makin langka.
Dr M Faisal Salampessy SH Dipl Int, direktur PT Ama Ina Rua, Jakarta, mengakui sejak 3 tahun terakhir pasokan gubal gaharu terus berkurang. Alasannya, hampir tak ada lagi yang dapat memasok dalam partai besar.
Hal senada diakui Abubakar Abdullah. Menurut direktur PT Bakharindo Jaya, itu keberadaan gubal makin terbatas. Lihat saja, meski sudah berburu ke Kalimantan, Sumatera, hingga Papua, ekspor maksimalnya hanya 300 kg per tahun. Tahun ini malah ia hampir tak mendapatkan pasokan sama sekali. Berpromosi via internet pun tak banyak membantu. Permintaan importir di Arab Saudi, Taiwan, Singapura, dan India saat ini mencapai 10 ton/tahun gagal dipenuhi.
Akibat kesulitan pasokan, bisnis gaharu kini tersendat. Pasalnya, "Pembeli kebanyakan minta kualitas super," keluhn Abubakar. Karena makin sulit dicari, harganya pun melonjak hingga di atas Rp5-juta/kg. Menurutnya, gubal kualitas super kebanyakan berasal dari pedalaman Kalimantan. Sayangnya, pemasok di sana makin sulit mendapatkan gubal dari pohon aquilaria malaccensis.
Penawaran pasokan terbanyak justru datang dari Papua. Gaharu asal pohon Aquilaria fillari itu juga tergolong baik. Harganya juga lumayan bagus, kualitas terbaik mencapai Rp5-juta/kg. Hanya saja gubalnya memfosil hingga menyatu dengan kayu. Gaharu irian itu juga terlalu basah karena gampang menyerap air. Bobotnya sering susut banyak saat dijual kembali.
Hasil riset Seameo Biotrop menunjukkan hanya 8% tanaman yang berpotensi menghasilkan bunga dan berbuah. Daya kecambah juga rendah, di bawah 50%. Tak heran kalau aquilaria malaccensis dimasukkan ke dalam Appendiks II CITES (Convention on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora) pada 1994 sebagai jenis pohon terancam punah.
Dampaknya kuota ekspor terus turun. "Pada 1995 kuota masih 400 ton. Pada 2001 kuota hanya 200 ton, atau separuh kuota 1995," papar Ir Parman PhD, peneliti gaharu sejak 1995. Pada 2003 kuota hanya tinggal 175 ton. Turunnya kuota membuat posisi Indonesia sebagai eksportir kini di bawah Kamboja, Vietnam, dan Thailand.
Meski pasokan terbatas, potensi produksi gaharu alam Indonesia masih cukup besar. "Saya tak yakin kalau pohon gaharu di alam terancam punah," tutur Faisal Salampessy. Alasannya, pertumbuhan dan daya regenerasi tanaman tergolong cepat. Pada umur 5 tahun pohon sudah bisa menghasilkan hingga 500 biji per tahun. Kalau daya kecambahnya 50% saja, berarti setiap tahun minimal 250 tanaman baru tumbuh alami di hutan.
Hanya saja, lokasi pertumbuhan gaharu kini makin jauh ke tengah hutan. Hampir tak ada lagi pohon gaharu ditemukan di pinggir hutan. Itu lantaran di masa lalu penebangan pohon di pinggir hutan tidak memikirkan aspek konservasi. Akibatnya, lokasi perburuan makin sulit dijangkau. "Butuh waktu 1 sampai 2 minggu untuk sampai ke lokasi," tutur Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Gaharu Indonesia (Asgarin).
Pebisnis gaharu sejak 20 tahun lalu itu memperkirakan, potensi produksi gubal alam masih sekitar 10 sampai 20% dari kuota. Sedangkan kemedangan, potensinya masih 50 sampai 60%. Malah lantaran gejolak politik yang terus memanas di Nangroe Aceh Darussalam, 80% potensi gaharu di sana tidak tergarap.
Bukti potensi gaharu di alam masih tinggi terlihat dari terpenuhinya kuota ekspor. "Kuota ekspor sebanyak 200 ton pada 2001 dan 230 ton pada 2002 semuanya terpenuhi," papar Faisal. Sampai pertengahan Juli sebanyak 50% kuota tahun 2003 sudah terekspor.
Menurut Faisal pembatasan ekspor perlu ditinjau kembali.Produksi masih melebihi kuota, memicu terjadinya perdagangan ilegal. "Mana ada perusahaan mau rugi. Kalau ada barang, pasti segera dilempar ke pasaran," tuturnya. Akibatnya, justru merugikan lantaran harga dan kualitas tak teijamin.
Contoh di Kalimantan Timur. Sepanjang 2002 realiasi pengumpulan gubal yang dilaporkan 516 kg. Itu melebihi jatah produksi yang diberikan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) yang hanya 300 kg.
Untuk kemedangan juga terdapat kelebihan produksi. Dari izin kumpul 12.200 kg, tahun lalu produksi mencapai 22.095 kg. Tahun ini pun kuota yang diberikan kepada provinsi itu hanya 8.000 kg. Sementara stok kemedangan di perusahaan mencapai 8.500 kg.
Mempertimbangkan kondisi itu, pemerintah sebaiknya memberikan lebih banyak kuota kepada pengusaha. Selain itu, orang asing sebaiknya tidak diberi kesempatan bertransaksi langsung dengan pengumpul, kecuali bekerjasama dengan pengusaha nasional.
Untuk mendukung upaya konservasi, Asgarin bekeijasama dengan Departemen Kehutanan mewajibkan setiap pengusaha melakukan budidaya gaharu. Baik di kebun sendiri, hutan alam, maupun di lahan milik masyarakat. Minimal harus ditanam 5 ha selama 5 tahun. Pada 5 tahun berikutnya, harus dikembangkan budidaya skala luas dengan pola kemitraan bersama masyarakat.
Menurut Faisal, dari 24 pengusaha anggota Asgarin, 12 di antaranya sudah mulai menjalankan kebijakan yang digulirkan sejak 2002 lalu. Berarti dalam 5 tahun mendatang terdapat minimal 120 ha kebun gaharu.
Perusahaan di Riau itu kini memiliki 15 ha kebun gaharu. Melalui teknik inokulasi cendawan bekerjasama dengan Seameo Biotrop, beberapa di antaranya kini sudah berproduksi.
Pemerintah Nusa Tenggara Barat juga mengebunkan 60 ha di Pusuk, Mataram. Di Pusat Pengembangan Gaharu itu terdapat 150 pohon induk ditanam sejak 1995 sampai 1997. Sebanyak 50 pohon di antaranya kini berdiameter 25 sampai 30 cm.
Memang kualitas gaharu budidaya saat ini belum sebaik gaharu produksi alam. "Aromanya masih belum mendekati keinginan pasar," papar Parman. Namun, untuk upaya konservasi, langkah budidaya memang harus dilakukan. Toh secara ekonomis budidayanya menguntungkan. Paling lama umur 10 tahun bisa dipanen. Bandingkan dengan tanaman kehutanan lain yang daur panennya di atas 20 tahun.
Faisal mengungkapkan, meski kualitas gaharu budidaya rendah, pasarnya tetap menjanjikan.
Jika hanya diperoleh kemedangan kelas BC, ia dapat disuling untuk meningkatkan harga. Rendemen minyak memang rendah, hanya 1 sampai 1,3 ceper kg. Namun, harga jual tinggi, USS 100 sampai USS 130 per tola. Di pasar Timur Tengah harga minyak gaharu mencapai USS250 sampai US$300/tola.
Setiap tola setara 2 botol kecil berisi 6 ml minyak. Dengan demikian hanya dibutuhkan 10 sampai 12 kg gaharu kemedangan kelas BC untuk menghasilkan 1 tola minyak. Di pasaran, harga gaharu kemedangan kelas BC kini Rp45.000/kg. Jika disuling, kemedangan senilai Rp450.000 sampai Rp540.000 dapat meningkat harganya menjadi minimal Rp820.000.
Kegiatan penyulingan kini mulai dilirik masyarakat Nusa Tenggara Barat. Karena peluang bisnisnya baik, Bank Indonesia siap mendukung lewat program pinjaman untuk pengusaha kecil dan menengah. Dana pinjaman rencananya mulai dikucurkan
Kondisi seperti itu dialami Tafrin dari CV Samarinda Jaya. "Saya pernah ke lokasi perburuan selama satu bulan. Hasilnya, sepenggal gubal kualitas super pun tak didapat," katanya. Jangankan kelas super, gubal kelas AB saja sulit diperoleh. Padahal, permintaan eksportir tak terbatas.
Meski sulit dicari, pasokan gaharu ke beberapa eksportir itu masih berlangsung. Sepanjang 2002 Samarinda Jaya mampu mengumpulkan 275 kg gubal. Perusahaan lain yang beruntung, CV Bumi Jaya di Tanjungselor, Bulungan yang mencatat produksi gubal 241 kg. Dari 10 perusahaan sejenis hanya mereka yang sukses memperoleh gubal alam pada 2002.
Tak terbatas

Dr M Faisal Salampessy SH Dipl Int, direktur PT Ama Ina Rua, Jakarta, mengakui sejak 3 tahun terakhir pasokan gubal gaharu terus berkurang. Alasannya, hampir tak ada lagi yang dapat memasok dalam partai besar.
Hal senada diakui Abubakar Abdullah. Menurut direktur PT Bakharindo Jaya, itu keberadaan gubal makin terbatas. Lihat saja, meski sudah berburu ke Kalimantan, Sumatera, hingga Papua, ekspor maksimalnya hanya 300 kg per tahun. Tahun ini malah ia hampir tak mendapatkan pasokan sama sekali. Berpromosi via internet pun tak banyak membantu. Permintaan importir di Arab Saudi, Taiwan, Singapura, dan India saat ini mencapai 10 ton/tahun gagal dipenuhi.
Kuota berkurang

Penawaran pasokan terbanyak justru datang dari Papua. Gaharu asal pohon Aquilaria fillari itu juga tergolong baik. Harganya juga lumayan bagus, kualitas terbaik mencapai Rp5-juta/kg. Hanya saja gubalnya memfosil hingga menyatu dengan kayu. Gaharu irian itu juga terlalu basah karena gampang menyerap air. Bobotnya sering susut banyak saat dijual kembali.
Hasil riset Seameo Biotrop menunjukkan hanya 8% tanaman yang berpotensi menghasilkan bunga dan berbuah. Daya kecambah juga rendah, di bawah 50%. Tak heran kalau aquilaria malaccensis dimasukkan ke dalam Appendiks II CITES (Convention on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora) pada 1994 sebagai jenis pohon terancam punah.
Dampaknya kuota ekspor terus turun. "Pada 1995 kuota masih 400 ton. Pada 2001 kuota hanya 200 ton, atau separuh kuota 1995," papar Ir Parman PhD, peneliti gaharu sejak 1995. Pada 2003 kuota hanya tinggal 175 ton. Turunnya kuota membuat posisi Indonesia sebagai eksportir kini di bawah Kamboja, Vietnam, dan Thailand.
Gaharu termasuk Cepat dibudidayakan
Meski pasokan terbatas, potensi produksi gaharu alam Indonesia masih cukup besar. "Saya tak yakin kalau pohon gaharu di alam terancam punah," tutur Faisal Salampessy. Alasannya, pertumbuhan dan daya regenerasi tanaman tergolong cepat. Pada umur 5 tahun pohon sudah bisa menghasilkan hingga 500 biji per tahun. Kalau daya kecambahnya 50% saja, berarti setiap tahun minimal 250 tanaman baru tumbuh alami di hutan.
Hanya saja, lokasi pertumbuhan gaharu kini makin jauh ke tengah hutan. Hampir tak ada lagi pohon gaharu ditemukan di pinggir hutan. Itu lantaran di masa lalu penebangan pohon di pinggir hutan tidak memikirkan aspek konservasi. Akibatnya, lokasi perburuan makin sulit dijangkau. "Butuh waktu 1 sampai 2 minggu untuk sampai ke lokasi," tutur Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Gaharu Indonesia (Asgarin).
Pebisnis gaharu sejak 20 tahun lalu itu memperkirakan, potensi produksi gubal alam masih sekitar 10 sampai 20% dari kuota. Sedangkan kemedangan, potensinya masih 50 sampai 60%. Malah lantaran gejolak politik yang terus memanas di Nangroe Aceh Darussalam, 80% potensi gaharu di sana tidak tergarap.
Melebihi kuota ekspor

Menurut Faisal pembatasan ekspor perlu ditinjau kembali.Produksi masih melebihi kuota, memicu terjadinya perdagangan ilegal. "Mana ada perusahaan mau rugi. Kalau ada barang, pasti segera dilempar ke pasaran," tuturnya. Akibatnya, justru merugikan lantaran harga dan kualitas tak teijamin.
Contoh di Kalimantan Timur. Sepanjang 2002 realiasi pengumpulan gubal yang dilaporkan 516 kg. Itu melebihi jatah produksi yang diberikan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) yang hanya 300 kg.
Untuk kemedangan juga terdapat kelebihan produksi. Dari izin kumpul 12.200 kg, tahun lalu produksi mencapai 22.095 kg. Tahun ini pun kuota yang diberikan kepada provinsi itu hanya 8.000 kg. Sementara stok kemedangan di perusahaan mencapai 8.500 kg.
Mempertimbangkan kondisi itu, pemerintah sebaiknya memberikan lebih banyak kuota kepada pengusaha. Selain itu, orang asing sebaiknya tidak diberi kesempatan bertransaksi langsung dengan pengumpul, kecuali bekerjasama dengan pengusaha nasional.
Komoditas Unggulan yang Wajib Dibudidayakan
Untuk mendukung upaya konservasi, Asgarin bekeijasama dengan Departemen Kehutanan mewajibkan setiap pengusaha melakukan budidaya gaharu. Baik di kebun sendiri, hutan alam, maupun di lahan milik masyarakat. Minimal harus ditanam 5 ha selama 5 tahun. Pada 5 tahun berikutnya, harus dikembangkan budidaya skala luas dengan pola kemitraan bersama masyarakat.
Menurut Faisal, dari 24 pengusaha anggota Asgarin, 12 di antaranya sudah mulai menjalankan kebijakan yang digulirkan sejak 2002 lalu. Berarti dalam 5 tahun mendatang terdapat minimal 120 ha kebun gaharu.
Perusahaan di Riau itu kini memiliki 15 ha kebun gaharu. Melalui teknik inokulasi cendawan bekerjasama dengan Seameo Biotrop, beberapa di antaranya kini sudah berproduksi.
Pemerintah Nusa Tenggara Barat juga mengebunkan 60 ha di Pusuk, Mataram. Di Pusat Pengembangan Gaharu itu terdapat 150 pohon induk ditanam sejak 1995 sampai 1997. Sebanyak 50 pohon di antaranya kini berdiameter 25 sampai 30 cm.
Potensi suling

Faisal mengungkapkan, meski kualitas gaharu budidaya rendah, pasarnya tetap menjanjikan.
Jika hanya diperoleh kemedangan kelas BC, ia dapat disuling untuk meningkatkan harga. Rendemen minyak memang rendah, hanya 1 sampai 1,3 ceper kg. Namun, harga jual tinggi, USS 100 sampai USS 130 per tola. Di pasar Timur Tengah harga minyak gaharu mencapai USS250 sampai US$300/tola.
Setiap tola setara 2 botol kecil berisi 6 ml minyak. Dengan demikian hanya dibutuhkan 10 sampai 12 kg gaharu kemedangan kelas BC untuk menghasilkan 1 tola minyak. Di pasaran, harga gaharu kemedangan kelas BC kini Rp45.000/kg. Jika disuling, kemedangan senilai Rp450.000 sampai Rp540.000 dapat meningkat harganya menjadi minimal Rp820.000.
Kegiatan penyulingan kini mulai dilirik masyarakat Nusa Tenggara Barat. Karena peluang bisnisnya baik, Bank Indonesia siap mendukung lewat program pinjaman untuk pengusaha kecil dan menengah. Dana pinjaman rencananya mulai dikucurkan