Sphagnum Moss, Jodoh sang Entuyut


Kisah berlanjut waktu Frankie memboyong 400 sampai 500 N. maxima dari Sulawesi. Lagi-lagi media sphagnum moss dipakai. Hasilnya,“Semua tanaman hidup,” kata pemilik Fragrant Orchids itu. Berbekal 2 pengalaman itu, Frankie menjatuhkan pilihan pada sphagnum moss sebagai media ketakung-ketakung kesayangan.

Apalagi percobaan menggunakan pakis cacah untuk N. gracilis berujung kematian. N. gracilis mengering lantaran media kering karena terlambat disiram. Penelusuran Frankie di dunia maya kian menguatkan keputusan untuk memilih sphagnum moss. Media berbahan tanaman sejenis lumut yang dikeringkan itu lazim dipakai di nurseri nepenthes di Jerman dan Australia.

Menyerap air

Alfin, kolektor di Bintaro, Tangerang, melihat nurseri tanaman karnivora di Australia menggunakan sphagnum moss. Keluarga sphagnaceae itu dapat menyerap air 20 kali dari bobotnya. Itu lantaran sphagnum mempunyai banyak pori-pori yang rapat. Karakter itu cocok buat nepenthes yang membutuhkan kelembapan tinggi, 70%, baik untuk perkecambahan maupun pertumbuhan. Biji N. mirabilis dan N. rafllesiana yang disemai dengan sphagnum berkecambah 2 kali lebih cepat daripada media lain. Padahal pot sengaja tidak dilubangi dan hanya diisi air 50%.

Pantas Ferry Siamena di Surabaya memilih menyemai biji nepenthes dalam media sphagnum moss. Masing-masing biji N. rafflesiana, N. ampullaria, N. mirabilis, dan N. adrianii disemai dalam kotak berukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm. Kotak itu dibagi menjadi 8 bagian dengan media berbeda. Hasilnya, N. ampullaria setelah 21 hari berkecambah. Dengan media lain, butuh waktu 30 hari. “Media sphagnum moss lembap. Enaknya lagi, tidak perlu kuatir biji kering bila telat disiram,” ujar pria 37 tahun itu.

Benny Tjia mengibaratkan sphagnum sebagai kasur empuk buat kantong semar. “Nepenthes nyaman di suasana masam dengan pH 3,” ujar pemilik nurseri Mandiri Jaya Flora itu. Sphagnum dapat menambah kemasaman dengan menyerap kation-kation seperti kalsium dan magnesium sembari melepaskan ion hidrogen.

Alfin pun menobatkannya sebagai media terbaik untuk entuyut. Sphagnum moss membuat biji berkecambah seminggu lebih cepat ketimbang media lain. Saat uji coba memakai arang sekam 100%, biji malah mati. Hasil serupa bila menggunakan 100% cocopeat. Cocopeat dan arang sekam bisa dipakai jika dicampur sphagnum moss. “Hasilnya bagus, tapi harus rajin menyiram,” tutur sekretaris Komunitas Tanaman Karnivora Indonesia itu.

Perkara sphagnum media favorit nepenthes * diamini Choon Thin Yat di Malaysia, «t. Menurutnya, sphagnum moss banyak ditemukan di hutan dan belum terkena polusi. Itu membuat sphagnum moss menjadi media steril buat nepenthes.

Harga Mahal

[caption id=”attachment_7623” align=”aligncenter” width=”391”] Sphagnum moss media terbaik nepenthes[/caption]

Meski diakui sebagai media terbaik, tak banyak yang menggunakan sphagnum moss. Maklum, harganya relatif tinggi. Sphagnum asal Chili sebanyak 1 bal atau setara 4 sampai 5 kg dibandrol Rp400.000 sampai Rp500.000. “Satu bal yang sudah direndam air dan mekar dapat dipakai untuk 1.000 pot berdiameter 12,5 cm,” ujar Frankie. Jadi, bila pemakaian cukup banyak harga dapat bersaing dengan cocopeat dan arang sekam. Apalagi sphagnum tahan sampai 2 tahun.

Mahalnya sphagnum bukan tanpa sebab. Di tanahair, sulit ditemukan. “Memang ada, tapi tempatnya jauh dan di dataran tinggi, di atas 1.500 m dpl,” ucap Benny. Umumnya, sphagnum ditemukan di daerah dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun, misalnya di Gunung Wayang, Pangalengan.

Kendala itu dapat diatasi bila sphagnum dibudidayakan. Sayang, waktunya cukup lama sampai siap jadi media. Dalam setahun sphagnum hanya tumbuh 10 cm. Itulah yang membuatnya cukup langka.

Solusinya mengimpor sphagnum dari luar negeri. Di tanahair beredar 4 jenis sphagnum, yakni asal Selandia Baru, Cina, Chili, dan lokal asal Medan. Berdasarkan pengalaman MA Suska, kolektor nepenthes di Bogor, yang terbaik sphagnum dari Chili. “Seratnya halus dan tidak mudah hancur,” ujarnya. Sphagnum dari Chili dan Selandia Baru berasal dari jenis fern (pakis-pakisan, red). Sphagnum lokal diduga berasal dari jenis Selaginela wildenowii. Jenis dari Cina berbentuk serat silindris dan panjang-panjang, sehingga kurang maksimal menyerap air.

Dataran tinggi

Dalam penggunaannya, sphagnum harus benar-benar bersih. Musababnya, sphagnum juga menjadi idola gulma dan hewan mikroskopis. Bila mengambil dari alam, sphagnum yang masih hidup dan basah itu, dicuci dahulu. Peras agar kadar air berkurang. Namun, pemerasan jangan terlalu keras. Setelah itu dikeringkan selama sebulan, baru dipakai. Bila ada sisa, segera masukan dalam pendingin supaya tetap lembap.

Menurut Suska, penggunaan sphagnum sangat cocok untuk kantong semar asal dataran tinggi yang ditanam di dataran rendah. “Karena nepenthes dataran tinggi, seperti N. reimvardtiana butuh kelembapan tinggi,” katanya.

Tak hanya industri tanaman hias yang memanfaatkan sphagnum moss. Sejak 30 tahun lalu di Jerman sphagnum lazim dipakai pascaoperasi. Sejumput sphagnum digunakan untuk menutup luka. Daya serapnya 2 kali lebih tinggi daripada kapas. Pendarahan cepat teratasi. Namun, yang pasti sphagnum jodohnya nepenthes.

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus