Sebagai sentra, Brongkol kurang dikenal oleh para penikmat durian. Padahal dari desa seluas 558 ha itu puluhan jenis durian unggul dihasilkan. Brongkol tak ubahnya sebuah nirwana bagi yang ingin memanjakan lidah dengan si raja buah itu
Gerimis yang membasahi Semarang sejak dini hari akhirnya mereda saat siang menjelang. Hujan itu hampir saja menghalangi Budidayatani untuk menyinggahi Brongkol, Kecamatan Jambu, 70 km selatan Semarang. Setelah melewati jalan berliku yang naik-turun Budidayatani tiba di desa berketinggian 400 sampai 600 m dpi itu. Di sisi kiri dan kanan jalan sepanjang sekitar 3 km itu pohon-pohon durian tinggi menjulang.
[caption id="attachment_17319" align="aligncenter" width="300"]
Durian kendi[/caption]
Sebagian diameter batang tampak besar, butuh 2 sampai 3 orang untuk melingkarinya. Jarak tanam tak beraturan. Harap maklum, "Durian di sini semula warisan. Belakangan ini saja mulai dikembangkan (dengan jarak tanam teratur, red)," ujar Kepala Desa Brongkol, Gunadi. Di bawah kanopi, pekebun menumpangsarikan dengan kopi, jengkol, atau temu-temuan.
Hasrat pekebun untuk mengembangkan Durio zibethinus itu setelah durian di Brongkol dicari pasar. Sebelum 1980-an buah lezat anggota famili Bombaceae itu tak pernah dilirik. Wajar jika banyak buah jatuhan dibiarkan membusuk di kebun. Padahal sebenarnya, para tetua menanam durian, "Untuk suguhan day oh (sajian kepada tamu, red)," ujar Amir Mahmud, pekebun di Kampung Tabatgunung, Brongkol.
Namun, dalam perkembangannya justru kayu durian yang lebih laku sebagai bahan tangkai payung. Ambarawa kota kecamatan tetangga Jambu merupakan sentra kerajinan payung. Hal serupa diungkapkan Amir Mahmud. Sekarang pekebun menikmati berkah pohon warisan. Amir Mahmud, misalnya, rutin menuai ratusan buah dari 100 pohon yang sudah berproduksi.
Dari populasi itu lebih dari separuhnya merupakan warisan. Sedangkan 200 pohon yang belum berproduksi ditanam Amir sejak 15 tahun silam yang menyebar di 10 lokasi. Salah satu jenis unggul adalah vera diambil dari nama istri: Pairah yang memenangi lomba buah di Provinsi Jawa Tengah pada 1998. Ayah 3 anak itu mempunyai 5 pohon durian vera. Satu pohon warisan berumur ratusan tahun; selebihnya hasil perbanyakan 15 tahun silam.
Ukuran buah vera sedang, panjang 23 cm. Kulit buah kuning, duri tajam, dan mudah dibuka. Ketika dibelah vera menebarkan aroma harum. Daging buah tebal, kuning. Paduan itu jelas menggugah selera. Budidayatani mencicipi, rasanya benar-benar manis dan legit. Menurut Amir sekal: berproduksi mencapai 100 buah per pohon.
Anak ke-5 dari 7 bersaudara itu menjual vera Rp 15.000 per buah. Saking lezatnya, vera tak pernah keluar dari Brongkol. Penikmat durian langsung bertandang ke rumah Amir ketika panen tiba. Jenis unggul lain adalah durian bubur. Harap jangan membayangkan daging buah yang lembek seperti bubur. Jika penganan asal beras itu disematkan, semata-mata lantaran kesamaan warna daging buah yang putih.
[caption id="attachment_17321" align="aligncenter" width="278"]
Durian kepala bagong[/caption]
Di Brongkol durian berdaging putih lazimnya tak diminati, tetapi bubur adalah kekecualian. Boleh dibilang ia satu-satunya durian berdagaing putih yang digemari konsumen. Keistimewaan bubur berdaging tebal dan rasa manis. Sayang, biji agak besar. Amir mempunyai 4 pohon durian bubur warisan orang tua. Produksi masing-masing pohon sekitar 100 buah.
Dari kebun Amir, Budidayatani melanjutkan perjalanan ke kebun Kusman di Kampung Krajan, Brongkol. Pria 70-an tahun itu mempunyai varietas unggul, yakni durian kopek. Dalam bahasa setempat, kopek berarti kempis. Pas betul dengan biji durian itu yang berukuran kecil. Dari sebuah pohon peninggalan orang tua, ia menuai rata-rata 200 sampai 300 buah per musim. Tentu saja pria uzur itu tak mesti memanjat jika ingin menuai.
Pengepul menebas dan memanen sendiri. Beberapa bulan sebelumnya kakek 4 cucu itu baru saja menerima Rp5-juta untuk beberapa pohon di kebunnya. "Panen April silam agak sedikit karena curah hujan tinggi," katanya dengan bahasa Jawa terbata-bata. Dampaknya, produksi merosot hanya sekitar 50 buah. Sayang; ketika tiba di sana tak satu pun buah tersisa lantaran baru saja diambil pengepul
Karena penasaran Budidayatani memburu durian jawara saat lomba buah Provinsi Jawa Tengah itu. Untung, Syamsudi, pengepul yang menebas masih menyimpan beberapa buah. Kulit tipis berwarna kuning. Setelah dibuka tampak daging buah kuning keemasan. Aroma harum menyegarkan membangkitkan hasrat untuk mencicipinya. Daging buah juga relatif tebal. Sayang, tak semua biji kempis
Syamsudi juga menyodorkan durian kendi yang dipetik dari kebun sendiri. Bentuk buah bulat. Performa itu sebetulnya tak ada kemiripan dengan bejana dari tanah liat sebagai tempat air minum yang disebut kendi. Kulit berwarna kuning, tebal 3 cm. Daging buah kuning cerah. Keistimewaan kendi, kadar air rendah sehingga daging buah kelihatan kompak dan bernas.
Setelah dibuka, daging buah gampang diambil dalam keadaan utuh. Jari-jari dijamin tak belepotan. Apa pun sebutannya, yang penting rasa kendi teramat manis. Daging buah juga menebarkan aroma harum. Ia hanya mempunyai sebuah pohon yang mampu berproduksi hingga 100 buah.
[caption id="attachment_17322" align="aligncenter" width="300"]
Durian kerikil[/caption]
Pria kelahiran Brongkol 43 tahun silam itu menanamnya pada 1953. "Waktu itu saya masih kelas 2 SD mendapat pongge (biji durian, red) dari pak wo (paman, red)," ujarnya mengenang. Selain kendi, durian andalan Syamsudi adalah kerikil. Bentuknya sebelumnya tidak terlalu kecil. Panjang 15 cm. Boleh jadi lantaran bentuk buah tak beraturan bagian atas mengerucut sehigga julukan kerikil melekat pada durian itu.
Kerikil berdaging buah kuning agak putih. Tekstur lembek. Meski demikian jangan dulu memadamkan selera. Di balik itu rasa sangat manis, tanpa pahit sedikit pun. Kerikil, kopek, vera, atau kendi hanya beberapa durian unggulan Brongkol. Sekadar menyebut yang lain terdapat bagong, kendil, bungkuk, abang, tilang, kepil, mentega, belu, dan ranti.
Dua yang disebut pertama berbobot lebih dari 3 kg per buah. Sedangkan yang disebut terakhir berukuran hanya 2 kepalan tangan. Soal rasa, menjadi garansi. Daftaaitu bakal kian pnjang jika menyebut satu per satu durian di Brongkol. Apalagi puluhan jenis hingga saat ini belum diberi nama. Di lahan Amir Mahmud, misalnya, terdapat sekitar 40 jenis durian yang anonim.
Begitu banyak durian unggul di Brongkol yang selama ini belum dikenal para mania si raja buah. Jika selama ini Anda berburu ke Jepara, Subang, atau Jonggol akhir tahun ini Brongkol layak masuk agenda untuk disambangi. Musim buah di sana jatuh pada Desember sampai Maret. Namun, beberapa jenis masih dapat dinikmati hingga April. (Pandu Dwilaksono)
Gerimis yang membasahi Semarang sejak dini hari akhirnya mereda saat siang menjelang. Hujan itu hampir saja menghalangi Budidayatani untuk menyinggahi Brongkol, Kecamatan Jambu, 70 km selatan Semarang. Setelah melewati jalan berliku yang naik-turun Budidayatani tiba di desa berketinggian 400 sampai 600 m dpi itu. Di sisi kiri dan kanan jalan sepanjang sekitar 3 km itu pohon-pohon durian tinggi menjulang.
[caption id="attachment_17319" align="aligncenter" width="300"]

Sebagian diameter batang tampak besar, butuh 2 sampai 3 orang untuk melingkarinya. Jarak tanam tak beraturan. Harap maklum, "Durian di sini semula warisan. Belakangan ini saja mulai dikembangkan (dengan jarak tanam teratur, red)," ujar Kepala Desa Brongkol, Gunadi. Di bawah kanopi, pekebun menumpangsarikan dengan kopi, jengkol, atau temu-temuan.
Mencatut istri
Hasrat pekebun untuk mengembangkan Durio zibethinus itu setelah durian di Brongkol dicari pasar. Sebelum 1980-an buah lezat anggota famili Bombaceae itu tak pernah dilirik. Wajar jika banyak buah jatuhan dibiarkan membusuk di kebun. Padahal sebenarnya, para tetua menanam durian, "Untuk suguhan day oh (sajian kepada tamu, red)," ujar Amir Mahmud, pekebun di Kampung Tabatgunung, Brongkol.
Namun, dalam perkembangannya justru kayu durian yang lebih laku sebagai bahan tangkai payung. Ambarawa kota kecamatan tetangga Jambu merupakan sentra kerajinan payung. Hal serupa diungkapkan Amir Mahmud. Sekarang pekebun menikmati berkah pohon warisan. Amir Mahmud, misalnya, rutin menuai ratusan buah dari 100 pohon yang sudah berproduksi.
Dari populasi itu lebih dari separuhnya merupakan warisan. Sedangkan 200 pohon yang belum berproduksi ditanam Amir sejak 15 tahun silam yang menyebar di 10 lokasi. Salah satu jenis unggul adalah vera diambil dari nama istri: Pairah yang memenangi lomba buah di Provinsi Jawa Tengah pada 1998. Ayah 3 anak itu mempunyai 5 pohon durian vera. Satu pohon warisan berumur ratusan tahun; selebihnya hasil perbanyakan 15 tahun silam.
Bubur putih
Ukuran buah vera sedang, panjang 23 cm. Kulit buah kuning, duri tajam, dan mudah dibuka. Ketika dibelah vera menebarkan aroma harum. Daging buah tebal, kuning. Paduan itu jelas menggugah selera. Budidayatani mencicipi, rasanya benar-benar manis dan legit. Menurut Amir sekal: berproduksi mencapai 100 buah per pohon.
Anak ke-5 dari 7 bersaudara itu menjual vera Rp 15.000 per buah. Saking lezatnya, vera tak pernah keluar dari Brongkol. Penikmat durian langsung bertandang ke rumah Amir ketika panen tiba. Jenis unggul lain adalah durian bubur. Harap jangan membayangkan daging buah yang lembek seperti bubur. Jika penganan asal beras itu disematkan, semata-mata lantaran kesamaan warna daging buah yang putih.
[caption id="attachment_17321" align="aligncenter" width="278"]

Di Brongkol durian berdaging putih lazimnya tak diminati, tetapi bubur adalah kekecualian. Boleh dibilang ia satu-satunya durian berdagaing putih yang digemari konsumen. Keistimewaan bubur berdaging tebal dan rasa manis. Sayang, biji agak besar. Amir mempunyai 4 pohon durian bubur warisan orang tua. Produksi masing-masing pohon sekitar 100 buah.
Biji kempis
Dari kebun Amir, Budidayatani melanjutkan perjalanan ke kebun Kusman di Kampung Krajan, Brongkol. Pria 70-an tahun itu mempunyai varietas unggul, yakni durian kopek. Dalam bahasa setempat, kopek berarti kempis. Pas betul dengan biji durian itu yang berukuran kecil. Dari sebuah pohon peninggalan orang tua, ia menuai rata-rata 200 sampai 300 buah per musim. Tentu saja pria uzur itu tak mesti memanjat jika ingin menuai.
Pengepul menebas dan memanen sendiri. Beberapa bulan sebelumnya kakek 4 cucu itu baru saja menerima Rp5-juta untuk beberapa pohon di kebunnya. "Panen April silam agak sedikit karena curah hujan tinggi," katanya dengan bahasa Jawa terbata-bata. Dampaknya, produksi merosot hanya sekitar 50 buah. Sayang; ketika tiba di sana tak satu pun buah tersisa lantaran baru saja diambil pengepul
Karena penasaran Budidayatani memburu durian jawara saat lomba buah Provinsi Jawa Tengah itu. Untung, Syamsudi, pengepul yang menebas masih menyimpan beberapa buah. Kulit tipis berwarna kuning. Setelah dibuka tampak daging buah kuning keemasan. Aroma harum menyegarkan membangkitkan hasrat untuk mencicipinya. Daging buah juga relatif tebal. Sayang, tak semua biji kempis
Rendah
Syamsudi juga menyodorkan durian kendi yang dipetik dari kebun sendiri. Bentuk buah bulat. Performa itu sebetulnya tak ada kemiripan dengan bejana dari tanah liat sebagai tempat air minum yang disebut kendi. Kulit berwarna kuning, tebal 3 cm. Daging buah kuning cerah. Keistimewaan kendi, kadar air rendah sehingga daging buah kelihatan kompak dan bernas.
Setelah dibuka, daging buah gampang diambil dalam keadaan utuh. Jari-jari dijamin tak belepotan. Apa pun sebutannya, yang penting rasa kendi teramat manis. Daging buah juga menebarkan aroma harum. Ia hanya mempunyai sebuah pohon yang mampu berproduksi hingga 100 buah.
[caption id="attachment_17322" align="aligncenter" width="300"]

Pria kelahiran Brongkol 43 tahun silam itu menanamnya pada 1953. "Waktu itu saya masih kelas 2 SD mendapat pongge (biji durian, red) dari pak wo (paman, red)," ujarnya mengenang. Selain kendi, durian andalan Syamsudi adalah kerikil. Bentuknya sebelumnya tidak terlalu kecil. Panjang 15 cm. Boleh jadi lantaran bentuk buah tak beraturan bagian atas mengerucut sehigga julukan kerikil melekat pada durian itu.
Maksi mini
Kerikil berdaging buah kuning agak putih. Tekstur lembek. Meski demikian jangan dulu memadamkan selera. Di balik itu rasa sangat manis, tanpa pahit sedikit pun. Kerikil, kopek, vera, atau kendi hanya beberapa durian unggulan Brongkol. Sekadar menyebut yang lain terdapat bagong, kendil, bungkuk, abang, tilang, kepil, mentega, belu, dan ranti.
Dua yang disebut pertama berbobot lebih dari 3 kg per buah. Sedangkan yang disebut terakhir berukuran hanya 2 kepalan tangan. Soal rasa, menjadi garansi. Daftaaitu bakal kian pnjang jika menyebut satu per satu durian di Brongkol. Apalagi puluhan jenis hingga saat ini belum diberi nama. Di lahan Amir Mahmud, misalnya, terdapat sekitar 40 jenis durian yang anonim.
Begitu banyak durian unggul di Brongkol yang selama ini belum dikenal para mania si raja buah. Jika selama ini Anda berburu ke Jepara, Subang, atau Jonggol akhir tahun ini Brongkol layak masuk agenda untuk disambangi. Musim buah di sana jatuh pada Desember sampai Maret. Namun, beberapa jenis masih dapat dinikmati hingga April. (Pandu Dwilaksono)