Sisik Merah van Bandung Tantang Impor

Deretan akuarium berukuran 60 cm x30cmx 30 cm itu tampak lain. Ratusan ikan berukuran 2 sampai 3 cm bergerombol di sudut-sudutnya. Tubuh kemerahan membuat siapa saja tertarik untuk menatap. Itulah red syns, lou han hasil tangkaran Nugraha Loupias, hobiis di Bandung, Jawa Barat. Prestasi yang patut diacungi jempol lantaran untuk mendapatkan red syn berkualitas sulit, terutama yang berkepala besar.

Red syn tangkaran Nugraha sepintas hampir sama dengan peternak Bangkok. Ketika kecil warna, mutiara, dan nongnong memang belum muncul. Namun, menjelang ukuran 10 cm kualitas akan terlihat jelas. Sekujur tubuh mulai dari ujung mulut hingga ekor merah ngejreng. Jidat pun nongnong proporsional. “Kualitas red syn lokal tak kalah bagus dengan impor,” ujar pemain ikan kawakan itu.

Di negara asal, Thailand, jumlah ikan merah yang berkualitas sangat terbatas. Wajar, bila para kolektor harus merogoh kocek puluhan juta rupiah untuk mendapatkannya. Red platinum salah satu generasi red syn milik hobiis di Surabaya, Jawa Timur berharga Rp80-juta. “Dibanding jenis lain, ikan ini memang mempunyai daya tarik tersendiri,” kata hobiis yang kerap bolak balik Bandung Surabaya untuk urusan bisnis itu.

Sukses itu tak mudah diraih Nugraha. Awalnya, banyak orang memandang sebelah mata saat ternakannya mulai dipasarkan. Mereka meragukan kualitasnya. Respon negatif itu tak membuat peternak ikan sejak 1987 itu patah arang. Ia justru tertantang untuk menghasilkan ikan itu dengan kualitas lebih bagus.

Kini, kualitas hasil ternakannya boleh dibilang setara dengan impor. Untuk mendapatkan red syn berkualitas, Nugraha hanya berpedoman pada pemilihan induk dan perawatan intensif.

Indukan


Induk merupakan kunci sukses penangkaran. Jangan berharap mendapat anakan bagus jika induk asal-asalan. Menurut Nugraha dengan induk bagus didapat 10% grade A, selebihnya kualitas lain. Pilih induk berdaya turun bagus yang sudah terbukti 2 sampai 3 kali pemijahan.

Sampai saat ini belum ada peternak Bangkok yang membeberkan induk red syn. Sebab, induk menjadi aset penting untuk menghasilkan ikan kelompok kamfa itu. Namun, bagi Nugraha memprediksi indukan bukan perkara sulit. Wajar, ia sudah berpengalaman menyilang-nyilangkan ikan selama 16 tahun.

Untuk induk dipilih Cichlasoma synspillum dan C. labiatum. Ia mendatangkannya dari Singapura dan Hongkong. C. synspillum dipilih sebagai betina. Bentuk tubuh lebar proporsional dan sirip bersih. Semakin pendek semakin bagus. Paras muka pun jangan terlalu mancung.

Sementara warna merah menyala berasal dari sang jantan, C. labiatum. “Kalau indukan dibalik, maka hasilnya kebanyakan golden series,” ujar ayah 2 anak itu.

Tidak semua anakan masuk grade A. Silangan pertama menghasilkan anakan C. synspillum 90%. Bentuk tubuh dan kepala sudah proporsional, tapi warna masih ada bercak kuning di sekujur tubuh. Makanya, anakan terseleksi di-cross breed lagi dengan C. labiatum. Maksudnya untuk mendapatkan warna merah menyala.

Mutasi langka


Kualitas ikan baru dapat dibedakan setelah berumur 2 bulan atau ukuran 4 cm. Saat itu dilakukan seleksi. Nugraha menyarankan jangan terpaku pada warna, bentuk tubuh juga penting. Pilihlah ikan berbadan pendek, perbandingan panjang dan lebar proporsional.

Saat itu memang belum bisa diamati. Pilih yang bermuka pesek, mulut dan kepala dekat. Setelah bentuk, amati corak dan warna yang memiliki marking tebal. Corak seperti itu biasanya lebih awet. Hindari banyak corak yang dilingkari metalik, karena nantinya akan hilang. Kecuali bila menghendaki red syn polos.

Sebelum pola hilang, bagian pipi hingga di bawah insang berwarna merah. Kulit berangsung-angsur mengelupas, warna hitam abu-abu meluntur dan akhirnya merah menyala. Hasil temakan Nugraha red series 90%; golden series, 10%.

Red series diseleksi lagi menurut bentuk dan warna sehingga dihasilkan red syn, 50 %,selebihnya jenis fiery phonix, red platinum, red slayer, dan golden fire. “Persentase muncul red platinum dan fiery phonix sangat kecil. Makanya, berharga mahal,” katanya.

[caption id="attachment_17220" align="aligncenter" width="300"]Kualias Impor Kualias bersaing dengan Impor[/caption]

Pakan


Menurut Nugraha, faktor genetik menjadi penentu kualitas ikan. Namun, perawatan juga penting untuk menghasilkan red syn berkualitas. Ikan kecil butuh asupan pakan bergizi tinggi. Minimal berprotein 60%, lemak 7%, dan kandungan vitamin serta mineral memadai. Selain pelet, pakan alami, seperti bloodworm dan cacing.

Meski lou han silangan itu doyan sembarang pakan dan melahapnya kapan saja, ia menyarankan untuk tetap mengatur dosis dan frekuensi pemberian. Berikan pakan pelet 3 g/ekor, dibagi 6 sampai 8 kali/ sehari sejak pukul 08.00 sampai 18.00.

Ketika ikan berukuran 4 cm mengalami mutasi berikan pakan alami, seperti udang air tawar. “Cukup udang kecil-kecil ukuran 1 cm sebanyak 5 sampai 10 ekor/hari,” katanya. Kalau yang diberikan udang berukuran 2 cm, karapas bagian kepala yang keras harus dibuang terlebih dulu. Penyajiannya pun secara bertahap, 1 ekor habis baru diberikan yang lain.

Setelah ukuran ikan mencapai 10 cm, frekuensi pemberian pakan dikurangi, 2 sampai 3 kali. Nugraha jarang mengukur dosisnya secara tepat. Ia hanya berpatokan, asal ikan kenyang berarti cukup. Usahakan pelet tak bersisa yang dapat merusak kualitas air.

Sebab, kualitas air menjadi unsur pendukung kualitas red syn. Kondisikan air pada pH 6 sampai 7,5. Kalau pH turun, warna ikan memudar. Selain pH terjaga, air juga harus tetap jernih. Nugraha minimal mengganti air setiap hari sebanyak 1/3 tinggi akuarium. (Nyuwan SB)
Lebih baru Lebih lama