Implementasi Flat And Drain System Pada Perkebunan Strawberry

Implementasi Flat And Drain System Pada Perkebunan Strawberry

Gebrakan yang dibuat oleh pekebun stroberi di Parongpong, Bandung, itu sudah dipertimbangkan masak-masak. Dua tahun sebelumnya, Supriatin telah mempelajari aplikasi flat and drain system dari berbagai buku rujukan. “Teknologi ini sebetulnya sudah diterapkan oleh pekebun stroberi di Amerika Serikat. Ia disukai karena bisa diterapkan di luar maupun di dalam greenhouse,” ujar pemilik Vin Strawberry Orchad itu.

Dibandingkan sistem budidaya secara vertikal dan horizontal dengan teknik dripping, cara kalifornia memang lebih unggul. Keunggulan itu terukur secara signifikan. Kelebihan nutrisi, misalnya, pada cara vertikal dan horizontal, akan terbuang. Jika setiap polibag mendapat asupan 100 ml nutrisi per pemberian, setidaknya sekitar 50% nutrisi yang tidak terserap akar terbuang percuma.

Dengan cara kalifornia, kelebihan nutrisi itu akan berputar dan ditampung kembali ke tangki. Prinsip kerjanya mirip closed system pada tambak udang. Pada closed system sirkulasi air di tambak akan berputar sebelum masuk dan keluar kembali dari reservoar. Cara kalifornia pun efektif mendeteksi kekurangan nutrisi pada tanaman. “Selama ini kekurangan unsur nutrisi pada cara vertikal dan horizontal terdeteksi melalui pengamatan morfologi. Dengan cara ini jika salah satu unsur nutrisi kurang, komputer langsung memberitahu tanpa perlu menunggu keluarnya gejala pada tanaman,” papar Supriatin.

Perkebunan Strawberry
Penanaman cara kalifornia efisien dalam pemakaian nutrisi

Komputerisasi Sesuai sebutan aslinya, flat, cara kalifornia memang dibuat bertingkat. Supriatin merancang 3 tingkat. Jumlah tingkat sebetulnya dapat diatur sesuai keinginan. Namun, semakin banyak tingkat mempersulit penentuan kecepatan aliran nutrisi dari tangki ke masing-masing pipa. Maklum meski tangki nutrisi sama, tapi perhitungan besar tekanan berdasarkan ketinggian berbeda-beda. Posisi pipa paling atas akan butuh daya dorong lebih besar untuk memperoleh nutrisi daripada pipa di bawahnya.

Pipa yang dipakai adalah PVC dengan panjang 20 m dan berdiameter 10 cm. Diameter pipa disesuaikan dengan diameter lubang tanam yang akan dibuat. Dengan perbandingan 1:1 itu akar nantinya leluasa tumbuh tanpa takut kekurangan asupan nutrisi karena kompetisi antartanaman. Posisi pipa perlu diatur sedemikian rupa. Idealnya ia mirip piramida dengan kemiringan sekitar 30°. Satu set piramida memuat 6 pipa. Untuk menjaga posisi pipa tetap lurus, pada jarak tertentu dibuat penyangga dari kayu. Setidaknya untuk panjang 20 m diperlukan 5 penyangga. Namun, jika pekebun sudah memiliki alas seperti pada budidaya vertikal atau horizontal, maka penyangga tidak lagi diperlukan.

Ujung setiap pipa ditutup dan diberi katup input dan output. Setiap katup input terhubung pararel dengan pipa dari tangki nutrisi. Begitu pula katup output dari tiap-tiap pipa akan bermuara pada pipa besar yang tersambung langsung ke tangki nutrisi. “Karena aliran masing-masing katup output ke bawah ia disebut drain. Sebab itu keseluruhan sistem diberi nama flat and drain system,” kata Supriatin.

Setiap 15 menit

Lubang tanam pada pipa berukuran lebar 10 cm. Jarak antarlubang tanam sekitar 35 cm. Setidaknya untuk pipa 20 m dapat menampung 30 buah lubang tanam. Sebagai rumah tanaman dipakai pot berdiameter 15 cm. Alas pot dibuang sehingga setelah dilekatkan di atas lubang tanam ia tampak tembus ke dalam pipa.

Sebagai media dipakai rockwooll. Selain mampu menjepit tanaman, media berbentuk serabut cokelat itu mampu menahan nutrisi. “Rockwooll pun dapat dipakai dalam jangka waktu lama hingga 6 kali siklus produksi. Setelah itu ia disterilisasi untuk digunakan lagi,” papar Supriatin.

Tidak seperti cara vertikal dan horizontal yang meletakkan tangki nutrisi di atas, flat and drain system justru mensyaratkan posisi tangki ditanam dalam tanah. Perbedaan ini mempertimbangkan aspek keamanan dan kemudahan memanfaatkan efek gravitasi saat nutrisi keluar dari katup output.

Untuk mengetahui segala kebutuhan tanaman melalui komputer, tangki nutrisi dilengkapi sensor pH dan sensor electric conductivity (EC). Pada tangki juga dipasang pengatur waktu yang berfungsi menjadwal kapan pompa harus bekerja mengantarkan nutrisi ke seluruh jaringan pipa.

Menurut perhitungan Supriatin setiap pipa harus teraliri selama 15 menit dengan interval surut setiap 3 menit. Begitu seterusnya. Cara ini mirip prinsip kerja ebb and flow pada hidroponik. “Yang agak sulit menentukan kecepatan aliran di tiap pipa supaya ketinggian aliran dari input dan output sama,” papar Supriatin. Maklum posisi pot di ujung katup input akan lebih mudah terendam dibandingkan posisi di ujung katup output. “Ketinggian aliran harus bisa sama dalam kurun 1—2 menit,” papar Yanto Pancaika, alumnus Teknik Elektro Universitas Maranatha, Bandung, yang mendesain cara kerja flat and drain system itu.

 
Teknologi mahal terintegrasi komputer

Mahal

Dengan mengadopsi teknologi komputerisasi, investasi untuk mengembangkan Flat and drain system tidak murah. Menurut perhitungan Supriatin untuk 1 set bidang berukuran 1 m x 20 m terdiri dari 6 rak lengkap beserta seluruh sistem yang mengiringinya menelan biaya Rp100-juta. Bandingkan dengan cara vertikal dan horizontal yang hanya Rp 160 juta per 1.000 m2.

Meski unggul secara aplikasi, sistem ini bukan tanpa kelemahan. “Sekali tangki tercemar atau tanaman terserang hama, seluruh unit akan habis terkena,” ujar Supriatin. Sebab itu aplikasi flat and drain system membutuhkan sumberdaya manusia yang benar-benar andal. Semua untuk meminimalisir kerugian yang akan ditimbulkan.

Yudianto
Yudianto Yudianto adalah seorang penulis di Budidayatani dan Mitrausahatani.com. Ia memiliki hobi di bidang pertanian dan sering menulis artikel terkait teknik budidaya tanaman dan usaha tani. Yudianto berkontribusi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan inovatif

comments powered by Disqus