Penyakit Coryza merupakan penyakit bakterial yang timbulnya dipicu oleh berbagai faktor stres (stress related disease). Kondisi tersebut menyebabkan penyakit Coryza dapat muncul pada semua tingkatan umur ayam Pada kelompok ayam dengan status kekebalan kurang baik, penyakit Coryza cenderung terjadi berulang. Hal tersebut memberi kesan bahwa penyakit Coryza sulit diatasi.
KASUS penyakit Coryza atau juga dikenal sebagai Infectious Coryza (IQ, dapat ditemukan di peternakan ayam komersial maupun breeder, burung puyuh dan bahkan pada ayam kampung di Indonesia. Ayam merupakan hospes alamiah yang paling peka, sedangkan secara ekperimen tal burung merpati, bebek, dan kalkun tidak peka terhadap infeksi buatan bakteri tersebut Sejauh ini belum pernah dilaporkan kasus H. paragallinarum selam yang teramati pada ayam. Namun yang menarik dicermati, hampir semua umur ayam peka terhadap infeksi penyakit Coryza.
Salah satu karakteristik penyakit Coryza adalah waktu inkubasi yang sangat pendek, antara 24 sampai 48 jam. Sejumlah ayam peka yang kontak dengan ayam sakit akan memperlihatkan gejala klinis setel 24 sampai 72 jam. Penyakit dapat berlangsung kronis antara 2 sampai 3 minggu.
Dalam beberapa kasus dapat terjadi infeksi berulang. Kondisi tersebut terutama karena status kekebalan ayam yang kurang baik dan beberapa faktor stres yang disebabkan oleh penerapan tatalaksana pemeliharaan serta biosekuritas yang tidak optimal. Oleh sebab itu kasus penyakit Coryza selalu muncul bersamaan dengan kondisi stres
Gejala Awal
[caption id="attachment_3512" align="aligncenter" width="1422"]

Gejala klinis utama infeksi Coryza adalah radang akut saluran respirasi bagian atas (pada cavum nasalis, sinus), pembengkakan muka, serta konjungtivitis (radang kelopak mata).
Pada kondisi tersebut segera diikuti eksudasi (keluarnya lendir) dari cuping hidung yang mula-mula encer dan kemudian berlanjut menjadi kental. Ciri utama eksudat (lendir) Coryza “berbau sangat khas”.
Disamping itu kebengkakan muka menjadi lebih nyata, jika diamati dari depan kelihatan sekali muka menjadi asimetris. Pernafasan menjadi terganggu sehingga terdengar bunyi ayam ngorok sebagai ekspresi sumbatan saluran pernafasan.
Ayam sering menggaruk mata disebabkan iritasi, sehingga kasus melanjut karena adanya infeksi sekunder stafilokokkus. Mata membengkak berisi eksudat keputihan.
Pada pemeriksaan pasca mati cuping hidung ayam, akan teramati eksudat khas penyakit Coryza. Pada umumnya selain organ respirasi bagian atas, tidak ditemukan lesi (perubahan) tertentu di organ dalam, kecuali adanya infeksi ikutan.
Pada infeksi tunggal jarang teramati pneumonia dan radang kantong , udara. Secara mikroskopis sejumlah lesi pada jaringan sinus infraorbita, cavum nasi, dan trakhea bervariasi menurut derajat keparahan penyakit.
Kerugian Ekonomi Yang Ditimbulkan Oleh bakteri Coryza

Pada infeksi tunggal tanpa komplikasi mortalitas berkisar 2 sampai 5% saja Namun demikian, apabila kasus tersebut tidak segera ditangani penyakit segera menyebar ke sehingga flok dan dapat bertindak sebagai pintu gerbang infeksi yang lain. Menurut suatu laporan kasus,
IC pada ayam broiler tanpa adanya komplikasi menyebabkan afkir cukup tinggi, mencapai 69%. Disamping itu. pada kondisi tersebut juga menyebabkan pertumbuhan ayam terhambat dan FCR membengkak.
Pada ayam periode petelur, infeksi H. parayaihnanon menyebabkan penurunan produksi cukup tinggi, berkisar antara 10 sampai 40%, serta angka culling meningkat
Kerugian yang lain adalah biaya pengobatan, waktu dan tenaga tersita untuk penanganan kasus ini. beberapa kasus yang pengobatannya tidak tuntas, dan biosekuritas tidak memadai, akan menyebabkan kasus IC muncul kembali, sehingga pengobatannya menjadi lebih kompleks, seolah kasusnya menjadi lebih sulit diatasi.
Efek Antibiotik Terhadap Bakteri
Penyakit Coryza sangat dikacaukan dengan beberapa penyakit lain, seperti CRD, Cholera. Pox difteritik, dan Swollen Head Syndrom (SHS) yang menunjukkan kemiripan gejala klinis. Di antara penyakit tersebut tampaknya IC sering kali dikelirukan dengan SHS, atau sebaliknya.
Untuk membedakan diantara keduanya ada beberapa hal yang bisa dipakai untuk analisis, yaitu: kepekaan atau respons pengobatan antibiotik.
Penyakit Coryza berespons baik ketika diberikan antibiotik, sebaliknya SHS tidak Pada kasus SHS terdapat pelebaran celah mulut (choane) sedangkan pada iC tidak ada Kebengkakan pada IC terjadi pada muka dan teramati eksudat berbau khas pada cuping hidung, sedangkan pada SHS kebengkakan terutama pada kepala bagian atas dan cuping hidung bersih tanpa eksudat.
Pada kasus SHS terdapat radang dengan eksudat dan hemorhagi subkutan di kepala. Isolasi bakteri dalam kasus tersebut pada umumnya ditemukan bakteri E. coli.
Penanganan Ayam Yang Terjangkit Bakteri Coryza
[caption id="attachment_3513" align="aligncenter" width="1422"]

Pada dasarnya bakteri penyebab penyakit Coryza peka terhadap berbagai antibiotik yang dewasa ini banyak beredar di lapangan. Namun demikian hendaknya pemakaian antibiotik perlu dipahami jenis, waktu eliminasi dan dosis yang dipakai, agar tidak terjadi peluang resistensi antibiotik.
Pengobatan juga harus diberikan sesuai waktu standar pengobatan atau dengan kata lain pengobatan harus tuntas.
Dalam hal ini peran ‘Technical service”, yang mendistribusikan obat/ antibiotik tersebut perlu menjelaskan dengan benar kepada peternak. Kadangkala meskipun pengobatan lelah selesai tetapi beberapa ayam masih menunjukkan kebengkakan muka.
Dari pengalaman penulis, beberapa kasus yang telah diobati dengan benar meskipun masih ada gejala kebengkakan tersebut ketika dilakukan kultur bakteri menunjukkan hasil negatif.
Hal ini berarti bahwa bakteri penyebab penyakit sudah mati’ tetapi reabsorbsi kebengkakan dari perbaikan jaringannya saja yang belum tuntas. Perbaikan jaringan ini dapat berlangsung antara 14 sampai 21 hari. Langkah lebih lanjut adalah supporbf terapi dengan pemberian multivitamin yang berkualitas.
Ini Sangat dianjurkan untuk meningkatkan dava tahan tubuh ayam yang terinfeksi. Beberapa ayam yang menunjukkah gejala klinis parah sebaiknya diafkir, untuk mengurangi penyebaran bakteri.
Perlu dilakukan evaluasi program vaksinasi penyakit Coryza, apakah waktu pemberian sudah tepat sesuai dengan perkiraan potensi kasus IC biasa muncul, serta kondisi kandang dan lingkungan masing-masing.Perlu juga dievaluasi kualitas vaksin, dengan mengacu kondisi lapangan yang ada.
Di beberapa lokasi farm komersial yang rawan atau risiko tinggi, dewasa ini vaksinasi Coryza dilakukan sampai tiga kali. langkah-langkah penanganan ini harus diikuti penerapan sanitasi